Mohon tunggu...
Fatimah Dasrum
Fatimah Dasrum Mohon Tunggu... Guru - PNS

Kata Sayidina Ali, kekasih Fatimah, Kesabaran itu ada dua, sabar atas sesuatu yang kauingin dan sabar atas sesuatu yang tidak kauingikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembalinya sang Pujaan

11 Agustus 2020   10:38 Diperbarui: 11 Agustus 2020   10:53 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan separo bundar, tersimpan di sela kabut malam yang hitam pekat. Sedang hujan tak hendak jatuh. Sebab seharian sudah basahkan setiap jengkal dada. 

Kotak merah masih erat kugenggam walau gemetar takmampu kukendalikan. Sementara itu,  dingin malam memaksa menyusup di penjuru sendi. Aku masih sembunyi di balik pohon mangga yang sudah dua hari dipanen tengkulak. 

 Aku terus waspada dan berkali kilatan mataku berloncatan ke sana  ke mari. Keringat dingin pun sudah penuhi kepala dan leherku. langkahku yang takboleh timbulkan suara sudah sampai di jendela 88. ya bangunan ini memang terdiri dari ratusan kamar. 

Pelan kuketuk jendela dan berbisik kupanggil nama,

"Surti...surti...ayo cepatlah keluar sebelum kita ketahuan." 

"I..iya...aku bersiap, tunggu di pintu palang," bisiknya.  

Aku sedikit lega dan bergegas menuju pintu palang yang bebera hari yang lalu sudah kami persiapkan  untuk kabur dari padepokan brengsek ini tanpa seorang pun tahu. Itu menurut kami. 

Nyatanya, takada jalan yang semudah kita pikirkan. Sebab aku sempat terkejut bukan kepalang ketika si Bejo yang tukang kebun itu sudah berdiri di pintu itu dengan tubuh yang dibalut sarung ala ninja dan hanya terlihat dua mata yang cekatan mengarahkan kami. 

Aku hampir saja teriak, kalau Surti tidak segera menutupkan jari tangan ke bibirnya memberi isyarat.

"Sett...lewat sini, ini sedikit, bawalah, mungkin kamu akan memerlukan." bisik Bejo.

Sudah dua minggu setelah pelarianku bersama Surti dari padepokan Gajahsuri.  Keadaan aman sementara. 

Aku baru paham kalau Bejo adalah teman SMA Surti yang dengan sengaja menyamar jadi tukang kebun di padepokan itu, atas rekomendasi Pak Farhan tukang kebun tua. Ia diakui sebagai anak Pak farhan. 

Surti bahkan sudah bertunangan dengan Bejo. Sebab itulah, ketika Surti yang memiliki bakat menyanyi sepertiku terjatuh di tangan Aa Jantur.  Kemudian bejo mencari cara agar bisa masuk ke padepokan itu.

Dasar ustaz gadungan yang super bejat. Kami para perempuan yang gila ketenaran, menjadi takbisa berpikir panjang. atas janji- janji manis yang dibungkus agama, kami benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya. 

Siapa pun yang sudah masuk ke sarang padepokan ini dijamin tidak perawan lagi. sebab  si Aa biadap itu selalu memaksa kami untuk mengisab sabu dan lalu dinikmati tubuh kami bergantian. Yang aku herankan, di negeri yang katanya aman dan para aparat dibayar untuk melindungi rakyat kecil itu mana.. 

Mengapa mereka tidak tahu, ada padepokan terselubung sebesar ini dan selama ini. Benarkah mereka tidak tahu? Aku sungguh geram memikirkannya. 

Aku bersyukur pernah aktif di pramuka, meski aku kadang masih sering norak, nyatanya aku masih punya keberenaian untuk memberontak.

 Entah bagaimana mulanya hingga aku ketemu Surti yang lebih dulu masuk di Kandang ini. Ya, tempat itu lebih cocok disebut kandang pembulian, perkosaan. 

Hari- hari masih berputar seperti biasa, tiba-tiba Surti menjerit lalu pingsan, sambil tangannya menunjuk ponsel yang dipegangnya. 

Kami memang masih dalam rumah persembunyian. Namun, berita penangkapan Aa bejat itu benar-benar mengejutkan kami. Rupanya Bejo sudah bergerak cepat melaporkan sepak terjang padepokan itu. sementara bukti besar yang lain masih ada di tangan kami  yang tersimpan dalam kotak merah. 

Kami memang harus berhati-hati, sebab mencari aparat yang bisa dipercaya tidak semudah membalik telapak tangan. 

Malang takdapat ditolak, ketika Bejo bergerak dengan beberapa aparat itu,Dia tertembak dengan cinta yang meluap di dadanya. 

Ya, cinta masih satu-satunya kekuatan yang bisa membuat orang begitu berani dan perkasa untuk memperjuangkan cinta itu sendiri.

Dan Surti  meski luka di hatinya menganga. Namun, masih memiliki segepok kebanggaan dari sang pahlawan pujaan.

Salam Merdeka

#fatimahdasrum_saja(11082020)

Batu-tempat tumpahnya darahku

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun