Sebenarnya sudah dari dulu ingin merasakan travelling kesebuah tempat yang dijuluki banyak orang dengan slogan "Land of God". Mungkin saking indahnya daerah ini sehingga dijuluki demikian. Dieng adalah sebuah daerah yang memiliki keindahan dan sektor pariwisata yang mengagumkan. Ketika kesana, kita akan dimanjakan dengan keindahan pemandangan perbukitan, telaga yang menawan, kelezatan kuliner lokal, hingga keramahan penduduk setempat. Dan akhirnya, keinginanku kesana bisa diwujudkan pada bulan Juni lalu. Dan pastinya aku ingin kembali kesana lagi untuk mengunjungi tempat-tempat yang belum dikunjungi kemaren.
Tujuan awal pergi ke Dieng memang hanya untuk mendaki Gunung Prau. Gunung yang belakangan ini terkenal karena menawarkan sunrise yang menawan. Karena sudah lama tidak mendaki gunung, dan karena tidak melakukan pemanasan dan persiapan seadanya perjalanan kepuncak yang hanya 2 jam ditempuh dari jalur Patak Banteng pun terasa sangat melelahkan. Fyuh, entah karena tubuh ini yang sudah mulai tua atau jangan-jangan karena tidak melakukan pemanasan akupun tak tau. Baru beberapa langkah kaki sudah berat dan napas mulai tersengal-sengal. Salahku juga karena menganggap enteng gunung ini, padahal baru diawal sudah kepayahan. Akupun jadi malu dengan diriku sendiri jika harus berhenti ditengah jalan. Rasanya sia-sia perjalanan by motor dari Jogja ke Dieng yang hampir 5 jam lamanya jika tidak menikmati keindahan sunrise dipuncak Gunung Prau. Kemudian penyakitku kumat, bukan asma bukan diare, namun penyakit rindu rumah ketika naik gunung hahaha. Namun aku tak mau menyerah, sesekali beristirahat sambil melihat bintang yang menghiasi malam yang cerah. Kalo sudah begitu semangatku muncul kembali. Apalagi jika teringat pendakian pertama kali yang dilakukan di Gunung Merapi. Tidak ada apa-apanya lah dibandingkan Gunung Prau, pikirku. Lalu perlahan-lahan kulangkahkan kakiku menuju kepuncak. Melewati jalanan terjal dan menanjak. Memang perjalanan lewat jalur Patak Banteng hanya ditempuh kurang lebih 2 jam. Namun medannya tak seperti ekspektasku sebelumnya. Yang kukira mulus dan tidak terlalu merepotkan, namun kenyataannya sepanjang jalur kita akan disambut dengan jalan terjal dan bebatuan. Karena itu cukup menguras energi apalagi jika kita tidak pandai mengatur langkah dan pernapasan. Karena udara yang semakin dingin, kupercepat langkah kakiku. Berharap segera menuju puncak dan menemukan tempat yang lapang untuk mendirikan tenda.
Setelah sampai dipuncak, agak sedikit kaget karena melihat suasana puncak yang ramai dengan tenda-tenda. Baru kali ini aku mendaki gunung yang ramainya seperti pasar, pikirku. Padahal hari itu bukanlah
weekend maupun
holiday. Cepat-cepat aku mencari tempat yang agak lapang untuk mendirikan tenda. Angin yang kencang kala ini membuatku sedikit kesusahan mendirikan tenda. Rasanya ingin balas dendam dengan tidur nyenyak didalam tenda menggunakan
sleeping bag. Tak kupedulikan lagi indahnya malam yang bertabur bintang. Rasanya kaki sudah membeku, angin diluar terlalu kencang dan tidak bersahabat denganku. Semoga besok mentari terbit dengan cerah tanpa ada kabut, harapku sebelum tidur.
Pagi harinya orang-orang yang memburu
sunrise membangunkanku dan berteriak-teriak entah kepada siapa untuk bangun dan segera melihat matahari yang sebentar lagi muncul. Tapi sewaktu aku keluar tenda, masih terlihat gelap. Baru sekitar setengah jam kemudian kira-kira jam setengah 6 matahari mulai muncul perlahan lahan. Beruntung sekali kala itu tidak ada kabut. Sehingga sunrise waktu itu Sempurna. Memang benar kata orang-orang, di Gunung Prau kita bisa melihat keindahan
Sunrise yang memesona. Pastinya jika tidak ada kabut dan mendung. Beruntung aku mendaki dimusim kemarau, sehingga cuma cerah tanpa ada kabut. Namun resikonya dimalam hari dan pagi hari cuaca akan sangat dingin. Aku yang memang tak tahan dengan cuaca dingin tak sanggup berlama-lama diluar tenda menikmati sunrise yang merah keemasan, badanku tak tahan dengan dinginnya angin yang menusuk-nusukku. Setelah foto-foto sebentar lalu aku bergegas untuk masuk lagi kedalam tenda, dan melanjutkan tidurku yang terusik oleh orang-orang yang ingin mengabadikan sunrise pagi itu.
Â
Sebelum turun kembali ke basecamp Patak Banteng aku menyempatkan untuk berjalan-jalan mengelilingi bukit yang ada disekitar. Melihat bunga-bunga Daisy cantik yang sedang bermekaran. Itulah salah satu alasan mengapa aku ingin ke Gunung Prau yaitu ingin melihat langsung keindahan bunga Daisy. Untung aku kesana pada waktu yang tepat sehingga bisa melihat bunga Daisy yang bermekaran. Saking senangnya melihat bunga Daisy sampai-sampai aku guling-guling diatasnya sambil menikmati matahari yang mulai hangat dan sesekali berfoto ria. Setelah puas jalan-jalan sebentar mengelilingi bukit akhirnya aku bergegas pulang dan menyempatkan diri untuk mengisi perut terlebih dahulu.
Perjalanan turun terasa lebih mudah. Kurang dari 2 jam aku sudah tiba di Basecamp Patak Bateng. Kemudian aku memutuskan untuk istirahat sejenak dan tidur selama setengah jam. Rasanya badan sudah lelah dan ingin sekali tiba dirumah secepatnya. Tapi sebelum pulang aku sempatkan untuk mengunjungi
wisata yang ada disekitar Dieng, ada
Sikunir, telaga warna, kawah sikidang, candi arjuna, dll. Aku memilih untuk ke Telaga Warna saja karena jaraknya yang tidak terlalu jauh.
Untuk menuju ke Telaga Warna kita harus membayar 2x tiket yaitu tiket masuk kawasan wisata Dieng dan tiket masuk telaga warna. Sampai disana mata dimanjakan dengan pesona telaga yang berwarna hijau tosca. Dengan dikelilingi pepohonan menjadikan kawasan tersebut terasa sejuk. Namun sayang, hidung ini tersakiti dengan bau belerang yang menyengat. Disarankan sebelum kesana untuk sedia masker terlebih dahulu. Karena tidak betah dengan bau belerang yang semakin menyengat maka aku memutuskan untuk mengakhiri perjalanan kali itu setelah mengabadikan foto disana terlebih dahulu, sebagai bukti bahwa aku pernah kesana hehehe. Pulangnya tak lupa aku membeli oleh-oleh khas Dieng yaitu Carica. Carica terbuat dari buah Carica yang dijadikan manisan. Disepanjanng jalan kita akan menemukan toko-toko yang menjual jajanan khas Dieng itu. Rasanya manis apalagi jika diminum dalam kondisi dingin. Cocok untuk oleh-oleh keluarga dirumah. Rasanya senang sudah bisa mendaki gunung prau dan menikmati keindahan telaga warna kala itu. Namun sedih juga karena masih banyak tempat di Dieng dan
Wonosobo yang belum kujelajahi. Next Time pasti aku akan kesana lagi karena belum sempat merasakan gurihnya mie Ongklok yang terkenal, menikmati Golden Sunrise di Sikunir, Menjelajah kekawah Sikidang, bermain di candi Arjuna dan pergi ketempat asyik lainnya yang ada di Dieng. Makannya next time wajib kesana lagi!!! Bagi kalian yang belum pernah kesana, Harus kesana setidaknya sekali seumur hidup untuk melihat surga di tanah jawa!
Â
Tips:
Persiapkan fisik dan bekal ketika akan mendaki Gunung Prau
Bawa masker jika ke kawah Si Kidang dan Telaga Warna
Bawa Bekal secukupnya
Bawa Kamera
Gunakan Sepatu/Sandal yang nyaman
Gunakan kendaran roda empat jika perjalanan jauh
Bawa uang lebih untuk oleh-oleh!!!
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya