Sewaktu long weekend tiba, kami memutuskan untuk tidak menyianyiakan liburan kali ini. Awalnya ide untuk main ke air terjun atau grojogan Lepo ini terbesit ketika kami akan pulang dari Puncak Becici. Karena hari sudah siang, dan udara pun terasa panas maka kami terdorong untuk mencari sumber mata air. Namun ternyata sumber mata air itu tidaklah dekat, butuh waktu sekitar lebih dari setengah jam menggunakan motor untuk bisa menemukan air terjun atau grojogan Lepo tersebut dari Puncak Becici.
Grojogan Lepo dengan air terjun bertingkat
Grojogan Lepo atau biasa disebut Curug terletak di Dusun Pokoh 1, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Untuk mencapai Grojogan Lepo rutenya adalah dari terminal Giwangan menuju selatan ke arah Imogiri, lalu naik ambil arah Dlingo, terus naik melewati daerah Mangunan. Sewaktu kesana kami sempat kesusahan karena minimnya petunjuk jalan, dan akhirnya kami memutuskan untuk bertanya kepada warga sekitar. Ternyata sudah banyak warga yang tahu keberadaan grojogan Lepo. Mereka dengan senang hati memberikan petunjuk ke kami. Berulangkali kami harus bertanya kepada warga agar memastikan bahwa kami tidak kesasar. Sekitar kuranglebih 200m dari lokasi, kami disambut jalanan yang sempit yang hanya bisa dilewati mobil dan motor. Dari situ sudah terdapat papan petunjuk dan baliho selamat datang di grojogan lepo.
Yang membedakan grojogan Lepo ini dengan yang lain adalah karena grojogan Lepo memiliki banyak air terjun mungil. Dan terdapat kedung yang bisa digunakan untuk mandi tiap tingkatannya. Kedalaman kedung bervariasi, ada yang dangkal untuk anak-anak hingga yang memiliki kedalaman mencapai 2 meter. Di sekitar air terjun banyak ditumbuhi dengan pohon-pohon dan berlatarkan sawah sehingga memberikan kesan natural dan betah untuk berlama-lama disana. Airnya pun dingin, cocok untuk digunakan berenang pada siang hari. Bagi yang tidak bisa berenang ataupun tidak membawa baju ganti, tenang saja karena disana ada penyewaan ban serta baju ganti. Selain itu fasilitas lain yang tersedia adalah warung makan, mushola, lapangan, dan toilet.
Kami memilki pengalaman menarik sewaktu makan disana. Kami makan dengan memesan 2 mie dan telor lengkap dengan gorengan, minum, dan jajanan lainnya. Ekspektasi kami ketika membeli makan di tempat wisata pastilah harganya sedikit lebih mahal dari tempat lain. Namun kali ini kami salah, kami tercengang karena harga makanan yang kami pesan berdua itu kurang dari 15ribu. Bahkan kami sempat menghitung ulang dan mengingatkan pemilik warung jika terjadi kesalahan menghitung. Namun, tetap saja jumlah yang harus kami bayarkan tetap sama. Baru kali ini kami makan ditempat wisata dengan harga semurah itu.
Wisata grojogan Lepo ini dikelola secara swadaya masyarakat oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Ketika kesana, kami sempat berbincang-bincang sebentar dengan ketua Pokdarwis di grojogan Lepo. Beliau menceritakan awal mula dibukanya grojogan Lepo untuk wisata, yang dibuka sekitar 1-2 tahun lalu. Awal dibuka sebagai wisata, tempat tersebut masih belum dilengkapi oleh fasilitas apapun. Hingga pihak pengelola berinisiatif untuk menyediakan fasilitas seperti toilet, mushola, dan warung makan. Kedepannya grojogan Lepo akan diperlebar pada bagian kedungnya, karena wisatawan yang datang makin bertambah. Selain itu direncakan, warung-warung yang telah berdiri disana akan dirapikan sehingga nantinya daerah grojogan Lepo lebih tertata rapi. Pihak pengelola Pokdarwis mengatakan bahwa yang membuat grojogan Lepo ini istimewa daripada tempat wisata yang lain adalah, karena disana pengunjung tidak dikenakan tiket masuk. Hanya diperkenankan untuk membayar seikhlasnya kedalam sebuah kotak amal. Pengelola tidak ingin tempat wisata tersebut menjadi komersil. Bahkan pernah ada seorang investor asal Jogja yang ingin membuka warung makan disana dengan mengucurkan dana hingga ratusan juta namun tetap saja ditolak oleh pihak pengelola. Mereka hanya ingin grojogan Lepo bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Dan biarlah warga sekitar yang mengelola itu sendiri.
Ketika ditanya bagaimana pendapatan yang diperoleh dari pengunjung yang datang, ketua Pokdarwis disana mengaku tidak dapat mengandalkan pendapatan dari itu. Karena seringkali banyak pengunjung yang memang tidak membayar ataupun hanya membayar sekedarnya saja. Namun, terkadang banyak juga wisatawan yang berbaik hati membayar hingga ratusan ribu setelah mengetahui perjuangan mendirikantempat wisata ini. Kini beban yang dipikul oleh Pokdarwis untuk memajukan grojogan Lepo bertambah. Seiring bertambahnya pengunjung, mereka dituntut untuk bisa menyediakan fasilitas yang lebih baik. Upaya ini terus dilakukan Pokdarwis untuk menarik pengunjung datang kesana.
Semoga kedepannya grojogan Lepo ini bertambah ramai dan tetap lestari serta dapat menjadi sumber penghasilan bagi warga sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H