Mohon tunggu...
Fatimah Azzahrah
Fatimah Azzahrah Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswi

menulis artikel merupakan hal baru bagi saya, kritik dan saran silahkan tinggalkan di kolom komentar:))

Selanjutnya

Tutup

Trip

Jalan-jalan ke Candi-candi Tak Kasat Mata di Yogyakarta

19 Juni 2022   21:08 Diperbarui: 19 Juni 2022   21:32 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)

Teringat memori lima belas tahun lalu, saat Saya kerap diajak oleh ayah berlibur di akhir pekan. Sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) kala itu, waktu luang untuk liburan masih terbilang sangat singkat, alhasil ayah Saya lebih sering mengajak liburan ke tempat-tempat dekat rumah. Tempat-tempat yang dipilih pun kebanyakan merupakan tempat yang tidak memiliki biaya retribusi yahh...

mungkin saja ini salah satu praktik berhemat dari ayah Saya. Walau begitu, memori-memori yang teringat dalam kepala Saya semuanya menyenangkan! Terlebih jika saat orang-orang yang pernah membuat kenangan bersama kita telah tiada, memori tersebut menjadi lebih berharga. Makanya, Saya ingin melakukan kilas balik memori-memori itu dengan jalan-jalan ke tempat-tempat yang memiliki kenangan indah di masa kecil Saya.

Tempat pertama yang Saya datangi yakni Candi Kadisoka! Tempatnya tidak jauh dari rumah Saya, hanya sekitar satu kilometer saja. Pada pukul sembilan tepat, Saya memulai perjalanan... menggunakan motor tentunya, tak sampai lima menit sampailah Saya di Candi Kadisoka. 

Betapa terkejutnya Saya melihat penampakan candi yang semasa kecil Saya datangi kini telah "glow up", tempat yang dulunya masih tertutup rumput setinggi satu meter lebih kini telah terpagar dengan rapi, dengan pemberian papan nama di dekat gerbang masuk, serta papan informasi mengenai Candi kadisoka yang tidak hanya tersaji dalam Bahasa Indonesia saja, tetapi juga Bahasa Inggris.

Papan Informasi Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan Informasi Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)

Saat sampai tempat ini, Saya bertemu dengan bapak-bapak yang bekerja sebagai penjaga kebersihan di Candi Kadisoka, sotak Saya pun bertanya apakah ada biaya retribusi untuk masuk ke tempat ini, "boten enten mba, silahkan saja kalau mau lihat lihat". Mungkin karena Candi Kadisoka terbilang kecil dan terpencil, membuat jarang ada pengunjung yang datang. 

Terlebih lagi belum ada fasilitas-fasilitas umum di kawasan candi, seperti kamar mandi dan area parkir. Karena letaknya yang berada di tengah-tengah persawahan, jalan menuju Candi Kadisoka pun belum cukup accessible untuk dilewati kendaraan, dimana saat Saya melewatinya pun hampir terpeleset karena jalan yang berbatu dan becek.

Bangunan Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)
Bangunan Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)

Jalan menuju Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)
Jalan menuju Candi Kadisoka (Sumber: Dok. Pribadi)

"Berada dekat dengan Kita, akan tetapi seolah-olah tak nampak secara kasat mata" 

Hampir pukul sepuluh saat Saya pergi dari pemberhentian pertama, menuju tempat kedua yakni Candi gebang. Letaknya tak jauh dari Stadion Maguwoharjo, hanya butuh lima menit menggunakan motor untuk sampai di tempat tersebut. Cukup signifikan perbedaan kenampakan jalan menuju Candi Gebang dibanting tempat pertama yang Saya kunjungi. 

Seluruh jalan telah diaspal dengan baik, ukuran jalannya pun cukup untuk dilewati dua jalur mobil serta telah terdapat papan petunjuk arah untuk menuju Candi Gebang, walaupun memang letak candi ini berada di tengah pemukiman dan perlu menyusuri jalan gang terlebih dahulu untuk sampai di tujuan. 

Sama seperti Candi Kadisoka, kawasan Candi gebang pun telah terpagar dengan rapi dan diberi papan nama di dekat pintu masuk. Di sisi lain, fasilitas-fasilitas yang disediakan Candi gebang pun telah lebih lengkap, seperti kamar mandi, tempat parkir, pos satpam, tempat duduk, tangga, dan loket tiket... ya, candi ini telah menetapkan biaya retribusi. 

Sebelum pandemi, wisatawan nusantara harus membayar biaya retribusi sebesar Rp.5.000,- dan Rp.10.000,- untuk wisatawan mancanegara, sedangkan semenjak terjadinya pandemi biaya retribusi dihentikan sementara dan pengunjung cukup mengisi buku tamu saja.

Petunjuk Arah Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)
Petunjuk Arah Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)

Loket Tiket Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)
Loket Tiket Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)

Papan Nama Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan Nama Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)

Cukup signifikan perbedaan keadaan Candi Gebang dibanding saat kecil dulu Saya datangi, terutama di bagian taman sekitar candi disertai bunga-bunga sebagai hiasan tambahan. Hal itu membuat suasana candi menjadi lebih syahdu saat dipandang... begitulah kata hati Saya saat sedang duduk di kursi taman dibawah pohon rindang dan bunyi gemericik aliran sungai yang berada tepat di samping bawah kawasan Candi gebang. 

Tak jauh dari tempat Saya duduk, terdapat papan informasi mengenai sejarah Candi Gebang, yang berbentuk serupa seperti di Candi Kadisoka dan tersaji dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Karena kawasan taman yang cukup luas dan suasana yang menenangkan, Saya menghabiskan waktu cukup lama di pemberhentian kedua ini, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pada tengah hari pukul dua belas.

Bangunan dan Taman Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)
Bangunan dan Taman Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)

Papan Informasi Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan Informasi Candi Gebang (Sumber: Dok. Pribadi)

Cuaca yang cukup cerah bahkan bisa dibilang terik, membuat Saya haus dan Saya baru sadar kalau tidak membawa air minum sebagai bekal perjalanan hahaha. Ajaibnya tepat saat ditengah perjalanan menuju tempat ketiga Saya berpapasan dengan gerobak Susu Murni Nasional! 

Seakan-akan alam pun menghendaki Saya untuk benar-benar kembali ke masa lalu, tak tanggung-tanggung Saya langsung membeli dua gelas untuk diminum di pemberhentian selanjutnya. Minuman ini mungkin saja sudah lebih tua dari Saya, bagaimana tidak? 

Masih teringat betul saat harga satu gelas ini masih seribu perak waktu Saya TK, bisa dibilang ini salah satu minuman wajib saat pulang sekolah ataupun pergi berlibur karena gerobaknya ada dimana-mana!

Minuman Susu Murni Nasional (Sumber: Dok. Pribadi)
Minuman Susu Murni Nasional (Sumber: Dok. Pribadi)

Sekitar lima menit Saya hingga sampai di pemberhentian ketiga yakni Candi Pal Gading, ya! Seperti yang Saya bilang di awal, kebanyakan tempat berlibur saat Saya kecil tidaklah jauh dari rumah. Serupa dengan dua candi sebelumnya, Candi Pal Gading pun terletak di tengah-tengah pemukiman, 

Saya pun sempat tersesat saat hendak mencari tempat ini, walaupun sudah menggunakan aplikasi Google Maps.. Memang sudah cukup lama sejak terakhir Saya datang ke tempat ini, maklum jika tidak ingat jalannya terlebih banyak rumah-rumah baru yang dibangun di sekitar candi. 

Akhirnya Saya menemukan jalan masuk ke candi ini dengan melewati halaman belakang rumah warga, sebenarnya Saya merasa aneh karena di pintu masuk yang Saya lewati hanya berupa pintu pagar tanpa ada pos jaga ataupun papan nama tempat. Setelah beberapa langkah masuk, betapa terkejutnya Saya mengetahui bahwa pintu masuk yang Saya lewati merupakan pintu belakang atau cadangan dan bukan pintu utama! Hahaha. 

Pintu utama Candi Pal Gading berada di sebelah selatan dan memang hanya melewati gang kecil saja, sebenarnya sudah ada petunjuk arah di depan gang akan tetapi berukuran kecil. Jika masuk melalui pintu depan, langsung akan terlihat papan nama Candi Pal Gading bertanda Dinas Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta,

 sama seperti papan-papan nama di dua candi sebelumnya serta pos penjaga yang ada persis di depan pintu masuk dimana para tamu akan mengisikan daftar kunjungannya. Bisa dibilang candi ini memiliki karakteristik serupa dengan Candi Kadisoka, dimana tidak terdapat fasilitas-fasilitas umum seperti kamar mandi dan tempat parkir, 

serta tidak ada biaya retribusi saat masuk. Kebanyakan pengunjung yang datang pun memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan ataupun di halaman belakang rumah warga, seperti yang Saya lakukan.

Petunjuk Arah Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)
Petunjuk Arah Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)

Papan Nama Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan Nama Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)

Di sisi lain, dibanding papan informasi yang ada di Candi Kadisoka dan Candi Gebang, papan informasi yang ada di Candi Pal Gading bisa dibilang lebih kompleks, tidak hanya sejarah yang dituliskan tetapi hingga pembuatan denah kawasan, walaupun memang tidak terdapat versi Bahasa Inggrisnya. 

Selama mengamati sekitar candi, Saya duduk di bongkahan batu yang ada di pinggiran candi sambil menikmati segarnya Susu Murni Nasional yang Saya beli di perjalanan. Terdapat perbedaan signifikan antara Candi Pal Gading dengan candi-candi pada umumnya yang berbentuk kerucut lancip, akan tetapi candi ini berbentuk tabung dengan pucuk tumpul seperti setengah bola dan bisa dibilang bangunan utama candi ini tidak terlalu besar.

Papan Informasi Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan Informasi Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)

Papan Informasi Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan Informasi Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)

Bangunan Uatama Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)
Bangunan Uatama Candi Pal Gading (Sumber: Dok. Pribadi)

Tak lama setelah menghabiskan gelas susu kedua dan mengamati pemandangan candi, Saya pun beranjak pulang dan mengakhiri kilas balik liburan masa kecil Saya. Memang tidak memakan waktu sehari penuh, akan tetapi sudah terasa cukup untuk mengenang memori-memori yang menyenangkan. Tidak sebatas menceritakan pengalaman saja, 

Saya pun berharap tidak hanya candi-candi besar saja yang mendapat perhatian wisatawan, tetapi juga candi kecil, seperti Candi Kadisoka, Candi Gebang, Candi Pal Gading, serta candi-candi lain yang juga berada di tengah pemukiman masyarakat. 

Masing-masing tempat memiliki keunikannya tersendiri, dan siapa tau tanpa sadar keunikan tersebut ada di dekat kita. Semoga setelah ini kita semakin aware dengan apa yang ada di dekat kita, sesuatu yang nyata dan bukan tak kasat mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun