Mohon tunggu...
fatimah az zahra
fatimah az zahra Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa aktif prodi ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

i love writing

Selanjutnya

Tutup

Politik

kenaikan ppn menjadi 12% di tahun 2025 : solusi atau beban baru bagi masyarakat?

25 Desember 2024   23:14 Diperbarui: 25 Desember 2024   23:12 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu usaha negara dalam menggali pendapatan untuk membiayai pembangunan yang sumber dananya dari dalam negeri adalah pajak. Pajak tidak  hanya berlaku di negara Indonesia saja, pajak juga berlaku untuk seluruh negara berkembang lainnya. Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro, SH tahun 1990, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Singkatnya, rakyat memberikan uang kepada negara sesuai dengan ketetapan undang-undang dan kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran dan kebutuhan negara, seperti pembangunan, penyediaan layanan publik, dan pengelolaan administrasi negara.

Pengaruh ekonomi, kebutuhan pokok Negara, serta kebutuhan pembangunanlah yang mengharuskan masyarakat untuk bersama sama membangun negara melalui pajak. Namun, Seiring dengan berjalannya waktu, peraturan Perpajakan di Indonesia termasuk mengenai tarif pajak akan terus mengalami perubahan. Berdasarkan data dari website kementerian keuangan, salah satu jenis pajak yang berkontribusi terbesar bagi penerimaan negara yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penerimaan pajak pada Januari 2024 telah mencapai Rp 149,25 triliun atau setara 7,5 persen dari target APBN. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak terbesar berasal dari pajak penghasilan (PPH) non migas sebesar Rp 83,69 triliun atau sebesar 56,1 persen dari total penerimaan, dilanjutkan oleh pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 57,76 triliun, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 810 miliar. Sementara, realisasi penerimaan dari PPH migas mencapai Rp 6,99 triliun atau setara 9,15 persen dari target APBN.PPN dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh konsumen, baik perorangan maupun lembaga, sehingga kenaikan persentase PPN juga akan berpengaruh terhadap harga produk pada umumnya. Kementerian keuangan mengatakan, Kenaikan harga produk yang disebabkan oleh kenaikan persentase PPN memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat daya beli/konsumsi masyarakat. Hal tersebut justru akan memengaruhi cara masyarakat untuk mengalokasikan pendapatannya pada kebutuhan primer sehingga berpotensi mengurangi kesejahteraan mereka.

Dalam Rancangan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada Pasal 7    disebutkan bahwa Tarif   PPN   akan   berubah   dari   10% menjadi 11% per 1 April 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025. hal ini merupakan hasil pembahasan yang dilakukan antara pemerintah dengan DPR pada tahun 2021 yang dituangkan dalam UU No.7 tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Kenaikan PPN ini bertujuan untuk membantu membiayai APBN. Tidak hanya memperhatikan penerimaan negara, rencana kenaikan PPN menjadi 12%  ini juga harus memperhitungkan kondisi riil masyarakat. Naiknya tarif  Pajak Pertambahan Nilai sejatinya bertujuan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Namun, kebijakan tarif PPN juga mendapat penolakan dari sejumlah golongan karena dinilai naik di waktu yang tidak tepat. Meski pandemi sudah berlalu, masih terdapat masyarakat yang pendapatannya belum stabil. Kenaikan tarif PPN menjadi 12% ini yang akhirnya membuat masyarakat resah dan menimbulkan banyak kontroversi terkhususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kebijakan ini adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi negara. Menteri Keuangan juga menekankan bahwa kenaikan tarif PPN ini tidak berlaku untuk kebutuhan dasar masyarakat. Barang pokok dan layanan esensial seperti kesehatan, kebutuhan pokok, layanan transportasi umum dan juga  pendidikan umum tetap dibebaskan dari PPN atau dikenakan tarif lebih rendah. Namun kenaikan tarif PPN ini akan di berlakukan untuk  masyarakat menengah ke atas seperti barang-barang branded, premium dan mewah yang sering di beli oleh masyarakat menengah ke atas. Pada 21 Desember 2024, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan akan membahas kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu. Atas seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan pada tanggal 1 Januari 2025 akan tetap bebas PPN sampai diterbitkannya peraturan terkait. kebijakan PPN 12% akan di implementasikan mulai awal tahun oleh karena itu, pemerintah mempunyai batasan waktu sampai akhir bulan sebelum merilis aturan turunan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Utamanya untuk menentukan naik tidaknya tarif PPN terhadap sejumlah hal seperti jasa pendidikan premium, jasa kesehatan premium juga produk yang menggunakan label premium. Untuk mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh kenaikan tarif PPN, Pemerintah memperluas penerimaan pajak dari sektor lain, seperti pajak karbon serta penerapan sistem Core tax yang merupakan langkah penting untuk meningkatkan penerimaan pajak secara transparan dan lebih efisien. kenaikan tarif PPN 12% mendatang juga bisa menjadi solusi agar memperkuat penerimaan negara dan pemerintah diharapkan mengedepankan asas keadilan Oleh karena itu pemerintah harus cermat memperhitungkan kenaikannya, terutama terkait "isu keadilan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun