Alana adalah wanita muda yang cerdas dan ambisius, pendiri Elysian Glow, sebuah brand skincare yang sedang meroket. Brand ini terkenal karena klaim keajaiban produknya, yang menjanjikan kulit sempurna dalam hitungan minggu. Alana, yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kimia, memulai bisnis ini dengan ide sederhana: membuat produk perawatan kulit yang benar-benar bekerja, tanpa bahan berbahaya. Namun, apa yang dimulai dengan niat baik, segera menyelami dunia yang penuh dengan perhitungan dan kompromi yang lebih gelap.
Pada awal perjalanan, Alana hanya memiliki satu tujuan: memperkenalkan dunia pada keindahan alami, tidak tergantung pada tren kecantikan yang sesaat. Dia bekerja keras bersama tim kecilnya untuk mengembangkan produk berbasis bahan alami dan ramah lingkungan. Namun, seiring berkembangnya bisnis, tekanan datang dari berbagai pihak---investor yang menginginkan profit besar, pesaing yang semakin agresif, dan tentu saja, permintaan konsumen yang tidak pernah puas.
Keputusan Alana untuk bermitra dengan perusahaan distribusi besar memunculkan masalah pertama. Mereka ingin produk skincare Elysian Glow tersedia di seluruh supermarket dan pusat perbelanjaan besar. Namun, ada satu syarat: mereka harus mengubah beberapa bahan agar harga jual dapat lebih bersaing. Alana, yang semula menolak kompromi, akhirnya setuju---terutama setelah mendengar janji keuntungan yang akan membuatnya bisa berkembang lebih cepat.
Keputusan itu merubah arah perusahaan. Produk yang semula berbasis bahan alami kini mulai mengandung bahan kimia sintetis yang lebih murah dan efektif dalam jangka pendek. Meskipun bahan-bahan ini membuat kulit tampak lebih halus dan cerah dalam waktu singkat, dampaknya dalam jangka panjang belum jelas. Namun, angka penjualan melonjak pesat.
Beberapa bulan kemudian, salah satu karyawan lama Alana, Maya, mulai merasakan ada yang aneh dengan produk tersebut. Maya, yang memiliki kulit sensitif, mulai mengalami iritasi dan jerawat parah setelah menggunakan rangkaian produk Elysian Glow. Dia menyelidiki lebih jauh dan menemukan bahwa banyak dari bahan yang digunakan tidak tercatat di label produk.
Di saat yang sama, ada keanehan lain yang terjadi. Penjualan terus meningkat, tetapi beberapa pelanggan mulai melaporkan efek samping, meskipun mereka tidak mengungkapkan identitas asli mereka. Maya semakin terobsesi dengan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi semakin banyak ia menyelidiki, semakin banyak pula pihak yang menekan. Para investor, yang telah melihat potensi besar dalam perusahaan, mulai memberi tekanan agar mereka "membungkam" laporan negatif. Mereka menakut-nakuti Alana dengan konsekuensi hukum jika mereka tidak menjaga citra produk.Â
"Kamu ingin sukses, kan? Sukses bukan tanpa harga," ujar salah satu investor dengan nada mengancam.
Krisis moral pertama datang ketika Alana mengetahui bahwa Maya telah mengumpulkan bukti tentang bahan berbahaya dalam produk mereka. Maya mengancam akan membocorkan informasi ini kepada publik. Alana, yang sudah terjebak dalam permainan besar, merasa tidak punya pilihan. Jika ia mengungkapkan kebenaran, Elysian Glow akan runtuh, dan karirnya akan berakhir. Namun, jika ia menutupinya, dampak buruk bagi konsumen bisa jauh lebih besar.
Dalam kekalutan itu, Alana bertemu dengan Andra, seorang konsultan pemasaran terkenal yang memiliki jaringan luas di media sosial. Andra menawarkan sebuah solusi yang menggoda---menggunakan influencer untuk "mengubah cerita" dan merubah persepsi publik. Mereka bisa menciptakan narasi baru yang mengatakan bahwa efek samping yang dilaporkan hanyalah sebuah "kebetulan" atau "reaksi sementara". Andra bahkan menjanjikan bahwa mereka bisa mengatur citra Elysian Glow sedemikian rupa hingga bisnis ini akan tetap berjalan.
Alana, yang dilanda kebingungan dan tekanan berat, mulai mempertimbangkan opsi tersebut. Di sisi lain, Maya semakin berani mendesak Alana untuk membuat keputusan.Â
"Kamu tidak bisa terus membiarkan orang-orang terluka hanya untuk keuntungan, Alana!" serunya dalam sebuah pertemuan. Namun, Alana semakin tersudut. Jika ia mengikuti nasihat Maya, ia akan kehilangan semua yang telah dibangunnya---dan jika ia mengikuti nasihat Andra, ia bisa menyelamatkan perusahaannya, tapi dengan harga moral yang sangat tinggi.
Di tengah kebingungannya, Alana melakukan hal yang tak terduga. Malam itu, dia membuka pintu ruang kerjanya untuk menemukan surat yang telah ditinggalkan Maya. Di surat itu, Maya mengungkapkan sebuah kenyataan yang lebih mengerikan lagi---selama ini, mereka tidak hanya terlibat dalam perubahan bahan produk, tetapi Alana sendiri sudah terjebak dalam skema manipulasi data yang dilakukan oleh pemasok bahan. Pemasok yang digunakan Elysian Glow ternyata tidak hanya menyediakan bahan murah, tetapi juga terlibat dalam pencucian uang dan sindikat internasional.
Maya menulis, "Kamu tak tahu siapa yang bermain di balik layar, Alana. Mereka sudah merencanakan semuanya. Dan kamu, hanya sebuah pion."
Seketika, dunia Alana runtuh. Apa yang tampak seperti pilihan antara keuntungan dan moral ternyata hanyalah ilusi. Semua yang ia percayai---investor, pemasok, bahkan Andra---telah mengorbankannya dalam permainan yang jauh lebih besar. Sementara itu, Maya menghilang begitu saja, meninggalkan Alana dengan kenyataan bahwa ia telah menjadi bagian dari permainan gelap yang tidak pernah ia duga.
Namun, konflik tak berhenti di situ. Alana memutuskan untuk mengungkapkan semua yang terjadi, dengan risiko kehilangan semuanya. Ia menyusun pengakuan di media, mengungkapkan bahwa Elysian Glow terlibat dalam berbagai manipulasi yang tak termaafkan. Ia tidak hanya menyerahkan kesalahan kepada perusahaan, tetapi juga kepada dirinya sendiri. Namun, ketika pengakuannya dipublikasikan, reaksi publik justru di luar dugaan.
Bukan hanya Elysian Glow yang hancur, tetapi seluruh industri kecantikan mulai terguncang. Semua brand besar lainnya yang pernah bekerja sama dengan pemasok yang sama terjerat dalam skandal yang sama. Industri yang selama ini tampak bersih dan cemerlang ternyata penuh dengan kegelapan. Dan di balik layar, investor besar yang mendanai berbagai brand kecantikan, justru berbalik mengecam Alana, melemparkan tuduhan bahwa ia hanya mencari perhatian untuk melindungi dirinya sendiri.
Alana, yang kini tanpa pekerjaan dan tanpa nama, berdiri di depan cermin besar, memandang wajah yang dulu ia banggakan. Di balik cermin, ia melihat wajah yang tidak lagi mengenalnya, sebuah bayangan yang terluka oleh kebohongan dan pengkhianatan. Dunia kecantikan yang selama ini ia yakini sebagai tempat untuk memberi kebahagiaan, ternyata adalah panggung sandiwara yang tak pernah ia inginkan.
Namun, satu hal yang tak bisa ia lepaskan: keinginan untuk membangun kembali sesuatu yang benar-benar transparan dan bertanggung jawab. Apakah itu mungkin? Hanya waktu yang akan mengungkapkan, karena jalan yang Alana pilih tak hanya penuh dengan luka, tetapi juga penuh dengan pembelajaran pahit yang akan menentukan apakah ia akan kembali bangkit---atau jatuh lebih dalam.
Biodata :Â Seorang penulis dan content creator dalam penulisan kreatif, desain grafis, dan blogging. Dengan latar belakang psikologi, saya menggabungkan wawasan mendalam tentang perilaku manusia dengan kemampuan desain untuk menciptakan konten yang tidak hanya informatif, tetapi juga menarik secara visual. Sebagai seorang content writer dan desainer grafis, saya terus menciptakan karya yang menghubungkan pembaca dengan emosi dan estetika, menjadikannya sosok yang relevan dalam dunia penulisan dan media digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H