"Fred?, Freddd!" kami memanggil. Disusul suara peluit lagi.
Syukurlah. Itu Fred! Pria tua itu sudah berada agak jauh dari lokasi. Ia terduduk di hamparan ilalang dengan peluit menyangkut dimulutnya.
Katanya, Mr. Fred menemukan seekor jenis burung langka yang ia baca di buku Wallace. Ia mencoba mengikuti arah terbang  burung tersebut, hingga tanpa sadar pergi terlalu jauh. Ia sampai terjerembab karena tanah yang licin. Beruntung tidak kenapa-kenapa.
Kini semua sudah berkumpul kembali. Kuterangkan pada mereka untuk bersama selama dua jam kedepan menunggu mobil Firman. Di sini juga aku berusaha membuat kesepakatan soal siapa yang akan berangkat pertama, berhubung sedan Firman hanya bisa mengangkut empat orang. Sisanya bisa menginap di dipondok pak Wahyu untuk kembali besok pagi.
"Berhubung keluarga pak Lukman ada jadwal yang tak bisa ditunda, saya menyarankan pak Lukman dan keluarga lah yang pulang malam ini. Yang lainnya menginap di pondok pak Wahyu. Bagaimana, setuju?"
Semuanya mengangguk.
"Anggi, pak Wahyu akan merawatmu. Jika perlu, Beliau bisa membawamu kekampung terdekat untuk pengobatan".
Anggi setuju-setuju saja. Kanaya otomatis setuju jika Anggi demikian.
Pak Wahyupun tiba dengan sepeda motornya. Ia membawa alat penerangan dan beberapa roti. Kanaya bisa sedikit bernafas lega. Malam semakin gelap. Senter dari ponsel pak Lukman tak lagi banyak membantu.
Diputuskan pak Herr yang akan berangkat ke pondok pak Wahyu. Selain agar Beliau bisa segera beristirahat karena kondisi kesehatannya, juga agar ada yang menjaga Anggi dan Kanaya nantinya saat pak Wahyu pergi menjemput lagi. Sekali bolak balik, membutuhkan waktu setengah jam.
Pak Wahyu telah pergi dengan pak Herr. Kami duduk melingkari api unggun yang dibuat Mr. Fred sambil mengisi perut dengan cemilan-cemilan yang ada. Berhubung cuma dua pak nasi yang tersedia, aku memberikannya pada Pak Lukman dan keluarga. Soalnya mereka akan segera menempuh perjalanan jauh kembali ke kota. Sisanya menunggu makan malam yang kutitipkan pada Firman.