Fred membuat tanda OK dengan tangannya. Diiiringi suara tongkatnya, ia melangkah ke balik hutan sana demi menunaikan hajatnya.
Selanjutnya aku menghubungi Pak Wahyu, Sang penjaga hutan. Kuceritakan padanya masalah dan kondisi kami saat ini. Ia bersedia membantu dan menawarkan rombongan untuk beristirahat di pondoknya. Pak Wahyu akan menuju lokasi kami, katanya. Ia juga akan membawa alat penerangan.
Pak Herr masih sibuk mengotak-atik mobilnya, berharap bisa menemukan cara memperbaiki mesin mobil tuanya. Mimiknya menyiratkan kekesalan sekaligus rasa bersalah.
"Sudah, pak Herr.. istirahat saja dulu. Saya sudah hubungi Firman dan pak Wahyu", ucapku. Aku mengkhawatirkan kondisi kesehatan Beliau.
Pak Herr masih tertunduk dengan perasaan tidak enak. Aku berusaha meyakinkan bahwa ini bukan salahnya, melainkan hanya sedang apes saja. Setelah kuyakinkan beberapa kali, akhirnya beliau ikut beristirahat bersama rombongan.
Aku beralih pada Anggi. "Anggi, bagaimana kakimu?" tanyaku.
Mahasiswi itu terkejut. Ia sedang asik melihat hasil jepretannya. "Lumayan, mas. Tapi masih sakit kalau digerakkan".
"Syukurlah kalau begitu, kalau ada apa-apa, katakan yaa".
Anggi mengangguk.
Aku memerhatikan seluruh rombongan lainnya. Kanaya yang mulai cemas tak mau lepas dari Anggi. Prita sedang menenangkan Kevin. Bocah 8 tahun itu bahkan tak ingin lepas dari ayah dan ibunya. Mereka ada jadwal penerbangan besok pagi untuk menghadiri Kompasianival 2018, kata Pak Lukman padaku sebelumnya.
Tiba-tiba saja terdengar bunyi peluit dari balik hutan sana. Kami semua mendongak ke arah suara tersebut berasal. Aku meminta tolong Lukman untuk menemaniku mencari asal suara tersebut, barangkali itu Fred yang tersesat. Lukman menyetujuinya. Aku menyuruh Herr menjaga rombongan lainnya.