Namun dalam prakteknya, manusia masih diperlukan karena memiliki kepintaran yang berbeda dengan kepintaran robot atau mesin. Manusia lebih adaptif dan dinamis, misalnya dalam hal penyelesaian masalah ketika suatu teknologi mengalami kendala atau kerusakan maka dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, problem solving, dan kemampuan lainnya.
Guru tetap berperan dalam membangun kemampuan literasi media dan berpikir kritis, terutama di era digitalisai pendidikan. Era ini memang menawarkan kebebasan mencari sumber pengetahuan, namun tetap dibutuhkan kemampuan berpikir kritis agar tidak mendapatkan sumber yang salah atau terjerumus dalam dampak negative teknologi.
Pembentukan peserta didik melalui digitalisasi pendidikan dan literasi media kritis lebih diarahkan pada proses pembelajaran yang menciptakan dialog, pemecahan masalah, kebebasan berpikir akademik, dan kesadaran kritis. Di era digitalisasi pendidikan ini, peserta didik diharapkan bisa lebih mengeksplor ilmu pengetahuannya.Â
Lalu guru berperan dalam membantu peserta didik dalam melengkapi dan mengoreksi ilmu pengetahuan yang didapatnya. Guru dan peserta didik diharapkan untuk lebih berdialog atau berdiskusi untuk mencari penyelesaian masalah dan mengasah kesadaran kritis.
Referensi
Arjunaita, A. (2020, April). Pendidikan Di Era Revolusi Industri 5.0. In Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang.
Hermawansyah, H. (2021). Manajemen Lembaga Pendidikan Sekolah Berbasis Digitalisasi Di Era Covid-19. Fitrah: Jurnal Studi Pendidikan, 12(1), 27-46.
Hidayat, R. (2013). Pedagogi Kritis: Sejarah, perkembangan dan pemikiran. Jakarta: Rajawali Pers.
Samsudin, U. (2020). Pendidikan Kritis di Era Pandemi Covid-19 dan Media Sosial. Tarbawi: Jurnal pemikiran dan Pendidikan Islam, 3(2), 150-168.
Simatupang, A. (2020). Digitalisasi dan Internasionalisasi Pendidikan Tinggi dalam Pembentukan Society 5.0 dan Industri 5.0.
