Pemulung juga manusia, mereka punya masa depan, mereka juga punya harapan kehidupan untuk kedepan dan mereka juga sama mempunyai fikiran seperti manusia yang lain, mereka ingin hidup damai dan berkecukupan, gemerlapnya perkotaan sangat berbanding terbalik dengan kehidupan di pinggir perkotaan yaitu para pemulung dan pengemis. Disebuah desa terpencil yang terletak di pinggiran perkotaan tinggallah seorang pemulung tua dan ditemani oleh cucu laki-lakinya bernama Tono, kedua OrangtuaTono pergi meninggalkannya karena keduanya telah bercerai tidak ada yang mau mengurusi Tono, oleh karena itu semua diserahkan pada sang kakek, namun kedua Orangtua Tono sekarang tidak ada kabarnya lagi sampai usia Tono sekarang 8 tahunan. Setiap harinya Tono dan sang kakek mencari sampah plastik di pembuangan sampah belakang pabrik plastik, isana banyak para pemulung yang memulung plastik-plastik di pembuangan sampah tersebut. Terkadang para pemulung mencari sampah-sampah di pembuangan sampah organik tak terkecuali Tono dan kakeknya, keseharian mereka mencari sayur-mayur dan buah-buahan sisa-sisa para penjual yang sudah busuk dan dibuang untuk mereka olah menjadi makanan.
Pagi hari itu sangat mendung Tono dan kakek menyiapkan peralatan untuk memulung “Kek cuaca kok mendung akankah kita kali ini dapat hasil banyak?” tanya Tono kepada sang Kakek, “Entahlah nak kakek hanya berdoa semoga hidup kita lebih baik dari pada hari kemarin, dan hari esok akan lebih baik dari sekarang” karena semangat Kakek yang membara-bara Tono tidak mau kalah dengan semangat kakeknya “Baiklah kek mari kita berangkat” sambil menggeret tangan sang kakek menuju tempat mereka memulung sampah. Belum sampai di tempat tujuan tiba-tiba hujan deras mengguyur seluruh badan dan ladang-ladang, tak terkecuali tempat pembuangan sampah, Tono pun mengajak sang Kakek untuk berteduh terlebih dahulu di bawah jembatan “Kakek kedinginan? Tanya Tono pada sang Kakek yang terlihat menggigil kedinginan karena hujan dan tubuhnya yang sudah tua tanpa ada daging yang tebal melindungi kulitnya “Tidak apa-apa nak memang pagi ini sangat dingin jadi wajar kakek kedinginan” Tono mejawab “Apa kita sebaiknya pulang saja Kek?”, “jangan nak kita nanti makan apa kalau tidak memulung?”, “kakek pulang saja biarkan Tono sendiri saja yang memulung”, “Tidak nak kakek akan tetap ikut, baiklah mari” karena hujan sudah sedikit reda akhirnya Tono dan sang kakek meninggalkan tempat berteduh untuk melanjutkan memulung sampah. Hari itu sangat sepi orang pemulung karena hujan, namun Tono dan ang kakek tidak berhenti untuk tetap mencari sampah, lumayan yang mereka dapatkan, angin berhembus lumayan kencang pagi itu Tono mellihat sang kakek terlihat semakin rentang dan tua dia merasa iba sekali “Kakekk...” triak Tono menjaili kakeknya“iya kenapa nak?” jawab sang kakek “Kakek terlihat masih muda dan tampan dari sini” canda Tono sambil tersenyum kepada sang kakek “hahaha... bisa-bisa saja kamu Tono... Tono “ jawab sang kakek sambil tertawa terbahak-bahak, Tono sangat senang melihat tawa sang kakek yang tidak ada beban.
Hujan sudah reda Tono dan kakeknya pulang kerumah untuk mengolah sayur-mayur yang mereka dapatkan dari hasil memulung pagi ini, badan terasa sangat dingin karena kehujanan, semua basah kuyup Tono langsung menyalakan api di tungku api yang akan dia buat masak, tiba-tiba dia melihat sang kakek menggigil di belakangnya Tono segera menggantikan pakaian sang kakek dan membawanya menuju tungku api untuk menghangatkan badannya di samping tungku api. Sang kakek tertidur pulas beralaskan kardus dan koran bekas disamping tungku api. Setelah semua matang Tono membangunkan sang kakek untuk sarapan pagi “Kek ayo bangun kita sarapan pagi dahulu” badan sang kakek menggigil kedinginan dan sangat panas, Tono bingung sekali tiba-tiba sang kakek bangun menenangkan Tono “Kakek tidak apa-apa Tono” Tono agak lega melihat sang kakek “Kakek panas sekali , ayo nanti kedokter sekarang makan dahulu” Tono menyuapi sang kakek, setelah makan kakek ingin langsung tidur tidak ingin kemana-mana, kakek menyuruh Tono untuk tetap memulung seperti biasanya namun tidak mau dia ingin menemani sang kakek. “Tono kamu pergi mulung saja sana kakek disini sendiri tidak-apa-apa” tegur kakek “tidak kek Tono akan temani kakek jika kakek tidak mau ke dokter” jawab Tono “Kalaupun ke dokter pasti mahal nak, darimana kita dapat uang, sudah mending kamu sekarang pergi kumpulin sampah-sampah plastik yang banyak nanti kalau dapat hasil uang yang banyak kamu bisa bawa kakek ke dokter” karena jawaban sang kakek Tono langsung semangat untuk pergi memulung meski hati masih tidak tega meninggalkan kakek sendirian.
Tono pergi untuk memulung sampah hari ini para pabrik pengolah plastik banyak sekali membuang plastik-plastiknya, ini adalah rezeki Tono dia mampu mengumpulkan 4 karung sampah plastik yang akan dia jual ke rongsogan untuk dijadikan kerajinan, ono senang sekali hari ini dia mampu mengumpulkan uang lumayan banyak nisa untuk berobat sang kakek. Tono pulang dengan bahagia karena hasil memulungnya lumayan banyak “Kakek... kakek... Tono pulang, ayo kita berobat “panggil Tono kepada sang kakek dengan senang, namun kakek tidak menjawab, Tono menghampiri sang kakek di tempat tidurnya tadi pagi, kakek hanya diam tertidur pulas, Tono membangunkan sang kakek dengan menggoyang-goyangkan bahu sang kakek “Kek...kakek bangun kek Tono sudah pulang membawa uang untuk pergi periksa, ayolah kakek bangun” namun sang kakek hanya terdiam saja Tono mengajak berbincang-bincang terus sang kakek “Kek ayolah bangun Tono capek ni bangunnin kakek” kakek tetap terdiam, Tono kemudian menyentuh kening sang kakek “Wah panas kakek sudah reda, sudah dingin kening kakek, yasudah kakek beristirahat dahulu” Tono menyelimuti sang kakek dan meninggalkannya sambil menangis.
Kakek ternyata sudah meninggal namun Tono belum siap menerima semua itu dia tetap memperlakukan sang kakek layaknya manusia yang masih hidup. Menjelang malam Tono tidur disamping sang kakek dia menyelimuti sang kakek dengan sebuah kardus besar supaya hangat,dia mengusap-usap wajah sang kakek sambil meneteskan air mata.
Hari sudah berganti tidak terasa sudah 4 hari kematian kakek namun Tono tetap memperlakukan sang kakek seperti manusia yang masih hidup, dia mengajak sang kakek berbincang-bincang setiap hari setelah Tono terbangun dari tidurnya “Selamat pagi kakek, pagi yang kali ini Tono mau berangkat memulung dahulu kakek di rumah saja istirahat” Tono sambil menangis menahan bau badan kakek yang sudah mulai membusuk, dia kasihan dengan sang kakek namun dia tidak mau jika sang kakek pergi meninggalkannya. Tonopun berangkat memulung di perjalanan bertemu dengan seorang pemulung lainnya “Lo Tono aku lihat akhir-akhir ini kamu tidak pernah memulung bersama kakekmu lagi ada apa” tanya pak Sarwo pemulung yang lain “Kakek lagi sakit dirumah jadi butuh istirahat yang cukup” jawab Tono “Loh sejak kapan kakekmu sakit kog tidak ada kabar?” jawab pak Sarwo lagi, tiba-tiba Tono berlari dari pak Sarwo sambil menangis. Pak Sarwo penasaran seperti ada yang aneh dengan sikap Tono akhir ini, dia memulung dengan mata yang sembab. Tiba-tiba datang pemulung lainnya yaitu pak Ramdani memanggil pak Sarwo”Pak Sarwo...”panggilnya dari kejauhan “Iya ada apa pak Dani ?” jawab pak Sarwo “Lihat Tono tidak?” tanyanya lagi “Iya di lagi memulung pak, ada apa ya bapak mencari dia?” tanya balik pak Sarwo “Gini pak saya mencium bau yang tidak sedap dari gubuk rumah Tono, bau apakah gerangan?”, “Jangan-jangan” pak Dani ingin tahu apa maksud dari pak Sarwo, pak Sarwo tanpa berfikir panjang menyuruh para pemulung lainnya untuk mencari Tono untuk pulang sedangkan pak Sarwo dan pak Dani menghampiri gubuk Tono dan kakeknya tinggal.
Sesampainya di gubuk pak sarwo danpak Ramdani melihat sang kakek terbujur kaku tertutupi oleh kardus yang menyelimutinya, tidak lama kemudian Tono teriak dari kejauhan berlari menuju arah gubuknya “KAAKEEKKK....” air mata Tono yang terus menginang melihat sang kakek sudah dikerumuni warga, dia langsung menerobos para warga dan memeluk sang kakek sambil berkata “Jangan bawa kakekku pergi, aku tidak punya keluarga selain dia” sambil menangis dan salah satu warga mencoba untuk menenangkannya “Tono anak manis, kakek harus di tempatkan ke tempat selayaknya, kakek sudah meninggal apa Tono tidak kasihan kakek kesakitan meminta untuk dimakamkan” akhirnya Tono di bawa para warga untuk menjauh dari sang kakek dan kakek akan di mandikan dan dikuburkan. Tono hanya bisa menangis dan melihat sang kakek dari kejauhan.
Di pemakan sang Kakek Tono menagis tersedu-sedu “Kakek...Tono tidak punya siapa-siapa lagi sekarang, Tono tidak tahu harus tinggal dengan siapa, Tono ingin ikut kakek Tono akan menemani kakek disini” sambil memeluk makam sang kakek. Tiba-tiba ada warga yang memanggil Tono dari belakang “Tono...” Tono menoleh kebelakang dia melihat warga berjalan bersama seorang wanita yang sedang menghampirinya “Tono ini ada seseorang yang mau berbicara denganmu”, “siapa Ibu?” tanya Tono sambil menghapus air matanya, tiba sang wanita itu memeluk Tono”Ini Ibu nak, maafkan Ibu, Ibu sudah menelantarkanmu dan kakek disini, Ibu sakit hati pada bapakmu makannya Ibu tidak pernah kembali kesini, mulai sekarang Ibu akan merawatmu nak, kamu akan tinggal bersama Ibu selamanya” Tono menangis bahagia campur sedih karena dia tidak hidup sendiri lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H