Mohon tunggu...
Fatimah Azzahra
Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Jurusan Sejarah

-

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Sufi Perempuan Pertama: Memahami Pemikiran Rabi'ah Al Adawiyah

24 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 24 Desember 2024   11:37 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: iStock

Rabi’ah binti ismail bin hasan bin zaid bin Ali bin Abi Thalib atau Rabi’ah Al Adawiyah, beliau lahir di Basrah Irak sekitar tahun 713-717 M dari keluarga miskin yang saleh. Ayahnya, ismail sempat kecewa karena Rabiah lahir anak keempat sebagai Perempuan sedangkan Ismail dan istri nya menginginkan anak laki laki yang diharapkan dapat meringankan beban hidup mereka. Namun Ismail mimpi bertemu Rasulullah SAW sehingga mengubah pandangan itu, Rasulullah menyampaikan bahwa Rabiah Al adawiyah akan menjadi Wanita mulia.

Berkat kecintaan nya Rabi’ah kepada Al-Qur’an sehingga pada usia 10 tahun Rabiah sudah mengkhatam hafalan Al-Qur’an nya. Rabiah tumbuh dalam keluarga sederhana, sejak kecil beliau menunjukan kecerdasan dan ketakwaan yang luar biasa, di didik oleh ayah nya untuk menjauhi pengaruh buruk dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia terbiasa memahami kondisi keluarganya dan tidak pernah menuntut apa pun dari orang tua nya, setelah menjadi yatim piatu di usia muda tanpa mewarisi harta benda apa pun, Rabiah dan kaka-kaka nya bekerja keras untuk bertahan hidup.

Dikutip dari buku Rabi'ah Al-adawiyah: Perjalanan & Cinta Wanita Sufi, Azeez Naviel M., (2019). Setelah menjadi yatim piatu, cobaan hidup Rabi’ah semakin berat karena ia harus menjadi budak bagi sebuah keluarga dari kaum Mawali al Atik yang masih berkaitan dengan bani Adwa. Suku al Atik berasal dari Qais, sehingga Rabi’ah juga dikenal sebagai Qaisiyyah atau al-Adawiyah. Majikan rabi’ah sangat keras dan kejam, tetapi rabiah menjalani dengan penuh ketabahan dan kecintaan kepada Allah, tanpa pernah mengeluh.

Dalam situasi yang sulit, Rabiah senantiasa beribadah, dan berdoa di lorong rumah majikannya, bahkan dalam kegelapan malam. Pada suatu ketika, ia bermunajat bahwa jika suatu hari terbebas dari pebudakan, ia akan menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Keajaiban terjadi saat majikan melihat cahaya terang benderang seperti lentera yang menyinari seluruh ruangan muncul di atas kepala Rabiah ketika ia sedang berdoa, dan diyakini sebagai tanda rahmat Allah. Peristiwa tersebut membuat majikan merasa malu atas perlakuannya terhadap Rabiah akhirnya, ia pun membebaskan rabiah dari perbudakan.

PEMIKIRAN RABI’AH AL ADAWIYAH 

Rabiah al-Adawiyah dikenal sebagai tokoh sufi yang memperkenalkan konsep cinta murni (mahabbah) kepada Allah SWT. Berbeda dengan sufi sebelumnya, seperti Hasan al-Bashri yang mendasarkan ibadah pada rasa takut (khauf) akan neraka dan harapan (raja’) akan surga, Rabiah beribadah semata-mata karena cinta tulus kepada Allah, tanpa pamrih atau keinginan balasan apa pun.

Bagi Rabiah, cinta kepada Allah adalah segalanya. Cinta itu menutup ruang bagi segala hal selain Allah, termasuk kebencian terhadap setan atau keterikatan terhadap makhluk. Ia bahkan menolak ketertarikan pada dunia dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya "kekasih" yang memenuhi hatinya. Dalam doa-doa dan syairnya, Rabiah mengungkapkan kerinduan mendalam untuk lebih dekat dengan Allah, semata untuk merasakan keindahan dan kehadiran Nya.

Cinta dalam pandangan Rabiah bukanlah tujuan akhir, melainkan jalan untuk mencapai kedekatan dan makrifat, yaitu pengetahuan hakiki tentang Allah yang diberikan langsung melalui rahmat-Nya. Cinta sejati menurut Rabiah harus bebas dari pamrih dan penuh ketulusan. Pemikiran ini menjadikannya sebagai pelopor tasawuf mahabbah dalam sejarah Islam.

Dengan ajaran cintanya yang tulus, Rabiah mengajarkan bahwa kedekatan dengan Allah hanya bisa diraih melalui cinta yang penuh dengan keikhlasan dan melepaskan diri dari urusan duniawi. Bagi Rabiah, hubungan dengan Allah harus dibangun atas dasar cinta yang tulus, bukan karena takut neraka atau mengharapkan surga. Pandnagan ini menginspirasi banyak sufi setelahnya, bahwa cinta kepada Tuhan adalah jalan tertinggi dalam mendekatkan diri kepada-Nya

RELEVANSI PEMIKIRAN RABI’AH AL-ADAWIYAH DI ERA MODERN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun