Mohon tunggu...
Fatimah Azzahra
Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Ibu rumah tangga yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Remaja Rusak, Korban Sistem Rusak

13 Februari 2024   01:01 Diperbarui: 13 Februari 2024   01:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekularisme Sistem Rusak

Diakui atau tidak, negeri kita yang mayoritas penduduknya muslim ini mengadopsi sistem sekularisme. Sistem yang memisahkan agama dari ranah kehidupan. Sistem yang alergi jika agama dibawa ke ranah pendidikan, hukum, sosial dan lainnya. Hasilnya, banyak pemeluk islam di negeri ini yang tak paham akan agamanya sendiri, yang tak yakin akan kebenaran agamanya, bahkan phobia pada agamanya. Sehingga rusaklah generasi yang ada, amoral, parasit, malas, destruktif, dan lainnya. 

Semua institusi yang ada ikut rusak, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara. Dalam sistem ini, lahir keluarga sekular yang tak paham kewajiban masing-masing. Minimnya pembimbingan keimanan anak oleh orang tua, pola asuh dan pola pikir orangtua yang sekular melahirkan generasi sekular. 

Sekolah yang jadi salah satu jalan keluar pendidikan bagi anak ternyata juga tidak bisa menjamin kesholehan anak. Karena kurikulum yang diterapkan bersifat sekular. Agama hanya dijadikan hafalan, untuk mengisi nilai di buku evaluasi bukan untuk diamalkan. 

Di lapisan kedua ada masyarakat yang kini tengah rusak juga. Masyarakat saat ini sudah individualis, tak peduli pada yang lain. Kalau pun ada yang peduli lebih banyak kepo dan nyinyir daripada yang tulus. Atau ada yang masih berkomentar tapi memakai standar yang tidak benar. Menormalisasi pacaran, hedonism, konsumerisme, permisif hingga liberal. Tren hidup modern katanya. Sudahlah hilang kontrol kebaikan dalam masyarakat ditambah dengan normalisasi kemaksiatan, tambah hancurlah generasi. 

Terakhir, negara sebagai institusi tertinggi yang memiliki kekuasaan mengganti kurikulum dari tahun ke tahun, mengeluarkan hukum dari A sampai Z, tapi tidak juga melahirkan generasi yang cemerlang dan menjauhi kejahatan. Inilah potret penerapan kurikulum sekularisme yang bercita-cita membangun karakter baik bagi generasi tapi menjauhkan agama dari pendidikan. Tidak menanamkan ilmu untuk amal. 

Para penguasanya pun tidak menjadi teladan bagi ilmu dan amal. Ditambah dengan tsunami informasi tak terbendung masuk ke benak generasi. Sungguh baik jika informasi yang masuk adalah yang membawa pada kebaikan. Sayangnya, justru banyak mudharatnya. Pada tahun 2022, Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Indah Suwarni menyampaikan Indonesia telah memasuki keadaan darurat pornografi.

Merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ada 1.573.282 konten negatif yang tersebar di situs internet sepanjang Januari hingga Oktober 2021. Dari keseluruhan itu, Kominfo menemukan konten pornografi paling mendominasi. Ini data 2-3 tahun yang lalu, saat ini semakin bertambah. Bukan hanya informasi pornografi tapi juga kekerasan, bullying, penyimpangan seksual, seks bebas, hingga pembunuhan. 

Belum lagi sanksi hukum yang tidak memberikan efek jera, hukum selalu diperbarui, Lapas remaja pun sudah hadir tapi ternyata hukumannya tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan tidak menjadi preventif kejahatan serupa, malah semakin banyak. Status 'di bawah umur' melindungi para remaja pelaku kejahatan untuk mendapatkan hukumannya. 

Disisi lain, negeri ini masih menghalalkan transaksi minuman keras. Padahal, sudah nyata kerusakannya bukan hanya pada yang mengonsumsi saja. Sebagaimana J yang mabuk tega membantai satu keluarga. Sudah nyata juga bahwa minuman keras adalah induk kejahatan. Tapi, apa dikata, manfaat dan materi jadi standar sistem saat ini. Apalagi dibacking para pengusaha yang juga jadi sponsor para penguasa.

Islam Menyolusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun