Mohon tunggu...
Fatimah Azzahrah
Fatimah Azzahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Gizi S1 Universitas Muhammadiyah Surakarta

It's not always easy but that's life, so be strong :)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Boleh Gak Sih Minum Teh Setelah Makan?

20 Januari 2024   18:02 Diperbarui: 20 Januari 2024   18:04 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kemarin sempat ramai di aplikasi X ada mbak-mbak yang melarang kita minum teh setelah makan bakso yaa.. Nah, padahal kan es teh itu seger banget pas lagi panas-panas gini terus harganya juga murah lagi pokoknya paket combo deh kalo makan terus pesen minumnya es teh. Sebelum kita menyimpulkan boleh atau tidaknya mengkonsumsi teh setelah makan daging, mari kita bahas dulu satu persatu..

Dimulai dari kandungan teh, teh mengandung berbagai senyawa seperti kafein, tanin, flavonoid, antioksidan, asam amino, vitamin dan juga mineral. Nah pada beberapa senyawa tersebut terdapat satu yang menjadi peran utama kenapa tidak dibolehkannya konsumsi teh setelah makan. Senyawa tersebut adalah tanin. Tanin ini merupakan senyawa polifenol yang dapat memberikan rasa pahit pada teh. Tanin dapat berinteraksi dengan protein dan mineral, dan dibeberapa kasus, tanin juga dapat mempengaruhi penyerapan zat besi. Berdasarkan Brune dan Rossander (1989) dalam penelitiannya mengevaluasi dampak berbagai senyawa fenolik termasuk tanin terhadap penyerapan zat besi dari daging dan tanaman. Hasilnya menunjukkan behawa beberapa senyaea fenolik dapat menghambat penyerapan zat besi, terutama pada makanan yang mengandung zat besi heme (zat besi yang berasal dari hewani). Maka dari itu jika teman-teman minum teh satu jam sebelum atau sesudah makan itu memang bisa mengurangi absorpsi atau penyerapan zat besi, dan zat besi ini penting lho untuk tubuh kita.. salah satunya untuk pembetukan darah.

Sekarang mari kita bahas mengenai pembentukan darah

Proses pembentukan darah disebut juga dengan hematoiesis, dimana pembentukan darah terjadi di sumsum tulang (bone marrow) dan merupakan fungsi utama dalam tubuh manusia. Fungsi ini mencakup beberapa aspek penting dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan sistem sirkulasi darah.

Berikut adalah beberapa fungsi utama dari pembentukan darah:

  • Produksi Sel Darah Merah (Eritrosit): Eritrosit adalah sel darah yang mengandung hemoglobin dan berperan dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh serta membawa karbon dioksida kembali ke paru-paru.
  • Produksi Sel Darah Putih (Leukosit): Leukosit adalah sel darah yang memiliki peran dalam sistem kekebalan tubuh, melindungi tubuh dari infeksi dan melibatkan respon imun terhadap patogen (bakteri). 
  • Produksi Trombosit: Trombosit adalag fregmen sel kecil yang memiliki peran dalam pembekuan darah serta membantu mencegah kehilangan darah dengan membentuk bekuan pada area luka atau pembuluh darah yang rusak.
  • Kontrol dan Regulasi: Pembentukan darah diatur oleh berbagai faktor, termasuk hormon dan sinyal-sinyal kimia guna untuk menjaga jumlah dan jenis sel darah yang seimbang sesuai kebutuhan tubuh.
  • Distribusi dan Transportasi Nutrisi: Sel darah terutama eritrosit memiliki peran yaitu membantu mengangkut nutrisi, oksigen dan zat-zat penting lainnya ke seluruh tubuh melalui aliran tubuh .
  • Pemulihan dan Perbaikan Jaringan: Leukosit dan trombosit memiliki peran dalam proses perbaikan jaringan. Leukosit melibatkan diri dalam respon imun untuk melawan berbagai infeksi, sementara trombosit membantu dalam pembekuan darah untuk memulihkan integritas pembuluh darah yang rusak.

Efek pada tubuh yang ditimbulkan akibat gangguan penyerapan zat besi oleh tanin dalam teh, diantaranya:

  • Anemia Defisiensi Zat Besi: Gangguan penyerapan zat besi dapat menyebabkan defisiensi zat besi yang dapat mengarah pada anemia defisiensi zat besi. Arti anemia sendiri adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normalnya pada kelompok populasi yang bersangkutan. Anemia dapat terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh (Mursyidah dkk., 2021).
  • Gangguan Pertumbuhan dan Kembang Anak: Anemia defisiensi zat besi pada anak-anak akan memiliki dampak pada pertumbuhan dan perkembangannya.
  • Penurunan Performa Kognitif dan Konsentrasi: Defisiensi zat besi dapat berhubungan dengan penurunan performa kognitif dan konsentrasi. Makanya, banyak orang yang anemia ditandai dengan 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, lalai).
  • Gangguan pada Kesehatan Lambung: Teh mengandung zat tanin, dimana tanin dapat meningkatkan produksi asam lambung dan memperburuk atau memperparah masalah pada kesehatan lambung.
  • Strategi Manajemen Gangguan Penyerapan Zat Besi: Upaya untuk mengatasi gangguan penyerapan zat besi dapat melibatkan perubahan pola makan, termasuk mengkonsumsi teh pada waktu yang berbeda dengan makanan atau menambahkan sumber vitamin C ke dalam makanan.

Perlu digaris bawahi atau dicatat bahwa sebgaian besar penelitian terkait konsumsi teh adalah bersifat observasional atau melibatkan uji klinis pada kelompok populasi tertentu. Oleh karena itu, hasilnya dapat bervariasi tergantung dengan konteks dan karakteristik induvidu yang di uji. Jika seseorang memiliki kekhawatiran khusus tentang konsumsi teh dan dampak yang ditimbulkan darinya pada penyerapan zat besi pada tubuh kita, sebaiknya berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk saran lebih lanjut,

Nah dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan akibat dari senyawa tanin dalam teh adalah terganggunya proses penyerapan zat besi, yang dimana jika terus menerus akan mengakibatkan anemia defisiensi zat besi. Akan tetapi dibeberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun tanin dapat menghambat penyerapan zat besi, efek jangka panjangnya pada keadaan status zat besi tidak selalu secara klinis signifikan. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek tanin terhadap statu zat besi mungkin dapat diatasi dengan penyesuaian diet atau faktor-faktor lainnya, dan perlu diingat bahwa tiap induvidu mungkin memiliki respon yang berbeda. Oleh karena itu, ketika membahas dampak konsumsi tanin dalam jangka panjang pada status zat besi, konteks dan variasi induvidual harus diperhitungkan. 

Jadi pada tulisan ini bukan bermaksud melarang kita buat minum teh ya.. selama kita tidak berlebihan ya tidak masalah. Tapi memang yang paling direkomendasikan kalau setelah makan ya minum air putih saja atau minum minuman yang mengandung vitamin C, kaya misalkan es jeruk dan jus buah karena itu justru bisa akan meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh kita, sesuai dengan penelitian Lynch dan Cook (1981) yang membahas studi interaksi psotitif antara vitamin c dan zat besi dimana dalam penelitiannya menunjukkan bahwa vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam berbagai kondisi. Maka dari itu, untuk meningkatkan penyerapan zat besi disarankan untuk mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung vitamin C bersamaan dengan sumber zat besi non-heme.

Contoh-contoh makanan atau minuman yang mengandung vitamin C yang dapat dimakan secara bersamaan dengan sumber zat besi non-heme:

  • Jus jeruk. Anda dapat mengkonsumsi jus jeruk bersamaan dengan makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran hijau, kacang-kacangan atau sereal.
  • Buah beri (stoberi, blueberry dan rasberry). Anda dapat mencampurkan buah-buahan ini ke dalam yogurt atau oatmeal yang mengandung zat besi non heme.
  • Brokoli. Sayuran ini mengandung vitamin C dan anda dapat mengkombinasikan dengan makanan sumber zat besi non heme seperti kacang-kacangan atau biji-bijian.

Semoga bermanfaat

REFERENSI

Brune, M., & Rossander, L. (1989). Iron absorption and phenolic compounds: importance of different phenolic structures. European Journal of Clinical Nutrition, 43(8), 547-557.

Hoffbrand, A. V., Moss, P. A., & Pettit, J. E. (2016). Essential Haematology. (7th ed.). Wiley-Blackwell.

Hurrell, R., & Egli, I. (2010). Iron bioavailability and dietary reference values. The American Journal of Clinical Nutrition, 91(5), 1461S-1467S.

Inoue, I., Wakamatsu, H., & Nishikura, K. (2018). Green tea polyphenol controls indomethacin-induced gastric iron absorption in rats. Food and Nutrition Sciences, 9(02), 124.

Lynch, S. R., & Cook, J. D. (1981). Interaction of vitamin C and iron. Annals of the New York Academy of Sciences, 363(1), 267-281.

Murray-Kolb, L. E. (2013). Iron status and neuropsychological consequences in women of reproductive age: what do we know and where are we headed?. The Journal of Nutrition, 143(11), 1974S-1981S.

Zimmermann, M. B., & Hurrell, R. F. (2007). Nutritional iron deficiency. The Lancet, 370(9586), 511-520.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun