Mohon tunggu...
Fatima Hutabarat
Fatima Hutabarat Mohon Tunggu... Guru - Mengajar di sebuah sekolah daerak DKI Jakarta Utara

Jangan takut bermimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dilema

31 Mei 2023   12:49 Diperbarui: 31 Mei 2023   13:33 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi dan perhatian yang lebih dari seorang teman laki-laki belum bisa menjadi bukti bahwa dia benar-benar suka sama kita, itulah yang aku pikirkan saat itu. Aku juga berpikir mungkin aku yang terlalu percaya, terlalu berharap, atau aku yang terlalu berlebihan.

Mulai kejadian itu aku menghapus semua pertemananku di akun sosial media, aku berjanji kepada diriki sendiri tidak mau menjalin komunikasi dengannya, aku gak mau berurusan lagi dengannya, aku gak mau angkat teleponnya, tanpa aku memberikan waktu baginya untuk menjelaskan sesuatu, karena ku pikir tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Rasa-rasanya komunikasi yang telah terjalin setahun lebih tidak ada manfaatnya, aku seperti membuang waktuku untuk bercerita tentang hari-hari yang aku lalui, dan setahun lebih itu juga aku merasa sudah nyaman walau aku belum melihat wajahnya. Aku bahkan tidak tahu mengapa rasa itu ada apakah wajar menyukai seseorang yang belum dikenal batang hidungnya? Tapi rasa nyaman itu mengalahkan semuanya walau belum bertemu aku menyukainya meski sebatas mendengar suara dan melihat fotonya.

Setelah pengalaman berharga ini, aku belajar untuk berdamai dengan diriku sendiri, menata diri, aku mendekatkan diri kepada sutradaku karena aku tahu hanyalah sebagi aktor biasa. Aku menenangkan hatiku bahwa semua yang telah terjadi membuatku belajar untuk tidak terlalu mudah percaya dengan orang yang belum kita tahu wujudnya, aku juga menyadari bahwa orang yang kita kenal sekalipun belum tentu bisa menjadi orang yang dapat kita percaya. Aku menyudahi komunikasi dengannya dan berjanji tidak mau tau lagi dan berjanji tidak mau percaya lagi dengan laki-laki lewat sosial media.  

Setahun tidak ada lagi komunikasi, gak tahu apa yang membuat hatinya tergerak menghubungiku kembali, aku mengangkat telepon karena kebetulan nomornya baru aku berpikir kali aja ada yang penting dan ternyata dia yang dulu membuat aku sakit hati kembali menanyakan kabarku.

“Kamu apa kabar?”

“Ini siapa?” kataku

“Ini aku yang pernah komunikasi denganmu selama satu tahun lebih, kamu udah lupa yah, kamu hapus aku kan dari BBM?”

“Hah, maksudnya? Aku gak tahu kamu siapa, udah yah kalau gak mau ngasitau aku tutup telponnya.”

“Loh kok gitu? Kamu serius udah lupa samaku, aku yang salah kok, aku minta maaf yah udah membuat kamu sakit hati, itu foto yang kamu lihat di BBM, itu temanku, aku ga ada hubungan apa-apa kok sama dia, aku boleh gak komunikasi lagi sama kamu?

“Ooh, gak..aku ngapain marah, aku gak punya hak untuk marah, mungkin aku yang bodoh terlalu berharap sama orang yang tidak mengharapkanku.” Kataku pada saat itu.

Mungkin rasa suka masih membekas di hatiku, aku tetap saja membangun kembali komunikasi dengannya walau aku sudah pernah berjanji tidak mau mengulang kesalahan yang sama, tapi kenapa begitu gampang menerima maaf darinya aku tidak mengerti mau hatiku yang sebenarnya. Apakah ini hanya untuk mengisi kekosongan hatiku atau hanya untuk status ataukah hanya sebagai penghibur entahlah sulit aku merumuskannya. Aku sendiri tidak bisa mendefinisikan maksud dan maunya hatiku apa.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun