Mohon tunggu...
Fatikhatul Janah
Fatikhatul Janah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang tertarik pada dunia kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Love Your Self, Kualitas Hidup Kamu yang Tentukan

22 Juli 2021   18:09 Diperbarui: 22 Juli 2021   18:25 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Love Your Self, Kualitas Hidup Kamu yang Tentukan

Oleh : Fatikhatul Janah

Aku adalah salah satu remaja yang tidak bisa mencintai hidup sendiri. Apa-apa yang aku lakukan selalu terlihat salah dimataku. Aku terkadang tidak habis pikir, kenapa mereka bisa aku tidak bisa,? setiap kali aku mau mencoba suatu hal selalu gagal. Ah payah. Kalimat itulah yang akhirnya selalu muncul.

Aku terlahir dari keluarga yang terbilang kurang dalam ekonomi. Bukan belanja atau barang mewah yang jadi pikiran keluargaku. Tapi sesuap nasi untuk makan sehari hari cukup menjadi problem yang dialami. Melihat orang tuaku yang kesulitan menghadapi ekomomi, itu pun berimbas pada pikiranku. Pikiranku teraa tambah berat. Aku juga termasuk anak yang ambis dalam hal pelajaran. Pikiranku pun berontak bersatu padu saling berkelahi antara memikirkan prestasi dengan mencari cara membantu ekonomi.

Aku makin tersiksa dengan diriku sendiri. Aku semakin merasa lelah. Hingga akhirnya aku jatuh skait karena stress memikirkan diri sendiri. Tak lain karena terlalu banyak pikiran yang aku pendam diam-diam. Tak ada prestasi yang dapat aku raih, dan aku pun tidak dapat bekerja karena belum punya kemampuan untuk bekerja. Sampai akhirnya aku sadar kalau ambisi dan pikiran pikiranku itu tidak baik untuk kesehatanku. Dan inilah yang menyebabkan aku jatuh sakit.

Suatu ketika, Hera temanku datang menjengukku. Ia adalah salah satu siswa aktif disekolahku. Wanita pemegang jajaran tertinggi dalam organisasi. Ya ia adalah seorang wakil ketua osis. Ia lumayan banyak mengenai tentang sifatku. Seorang ambis yang ingin memiliki segalanya dalam hidup.

Ketika menjengkku, ia juga berbicara panjang lebar. Kemampuan bicaranya memang tidak diragukan lagi. Dari penuturannya itu, akhirnya pikiranku terbuka. Apa yang aku lakukan selama ini salah.

“Na, aku tau ambisi kamu. Ambisi itu bagus. Tapi ingat jangan sampai ambisi yang kamu miliki itu menghambat kemanjuan dalam hidupmu..”

“Maksud kamu gimana Her?”

“Kamu belum tau latar belakangku seperti apa dan masa laluku bagaimana ya itu semua karena aku tidak pernah cerita kepada siapapun. Tapi melihat semangat kamu dan ambisi kamu dalam mencetak prestasi dan menghasilkan uang itu mengingatkanku dengan masa laluku dulu,” jelasnya

“Memangnya kamu dulu bagaimana Her? Bukankah kamu anak yang berada dan beruntung dari dulu? Kehidupan selalu memihak padamu”

“Yang kamu lihat sekarang, itu jauh berbeda dengan dulu. Biar aku ceritakan. Dulu aku anak yang sangat ambisi. Sama seperti kamu. Aku juga terlahir dalam keluarga yang kekurangan. Kemudian orang tuaku cerai. Pikiranku hancur berantakan antara mengejar prestasi dan memikirkan nasib mamahku. Belum lagi buat makan sehari hari itu sangat kebingungan. Mamahku memiliki penyakit yang sering kambuh. Namun aku lalai dalam merawat mamah. Pikiranku terbagi dua antara menjaga mamah dengan persiapan lomba yang diadakan dinas pendidikan. Harusnya aku mengetahui prioritas waktu itu. Harusnya ketika itu aku menjaga mamah. Kini aku menyesal.  Sampai pada satu waktu, mamahku jatuh sakit dan tidak ada biaya untuk berobat. Hingga akhirnya mamah meninggal dunia. Aku hidup sebatangkara dirumah reot”

“Aku ngga nyangka dulu hidup kamu seperti itu”

“Ya begitulah adanya. Hingga akhirnya ada seorang yang mau merawatku. Ia membawaku ke rumahnya, dan menyekolahkan ku sekarang”

“Sejak itu aku sadar perlunya untuk membuat prioritas. Mana yang harus lebih didahulukan. Intinya kalau ada du atiga empat masalah yang kamu hadapi, dan tidak mampu dipikir secara bersamaan, pikirkanlah satu bersatu di mulai dengan yang paling prioritas. Nanti In Syaa Allah akan tercapai semuanya. Hanya butuh wkatu dan kesabaran”

“Iya Her, makasih banyak ya.. aku memang terlalu ambis. Namun aku juga tidak menyusun tingkat prioritas. Semuanya aku pikirkan bersamaan hingga semuanya terasa berat dan menguras energi pikiranku. Dan aku jatuh sakit karena beratnya pikiran yang aku pikirkan.”

Sejak obrolanku dengan Hera waktu itu aku segera membuat prioritas dalam hidupku. Pertama prioritasku adalah sembuh dari sakitku dahulu. Aku yang malas makan obat menjadi rajin makan obat. Dengan cepat akhirnya aku pulih kembali dan mulai menjalaknkan prioritasku dalam hidup.

Aku tak memikirkan lomba lomba lagi yang banyak tersebar di instagram pendidikan. Aku berusaha untuk berbisnis kecil kecilan. Aku pun mencoba produksi makanan kecil kecilan dengan modal untung dari usaha dropsipper. Aku berusaha maksimal untuk produkku. Kualitas menjadi prioritasku. Hingga akhirnya bisnisku berjalan dan menerima banyak orderan. Sekarang aku tak lagi ikut produksi makanan. Orang tuaku yang menghandle.

Masalah dalam pikiranku berkurang. Aku mulai bisa fokus mengejar prestasi. Baik prestasi sekolah ataupun prestasi luar sekolah yang diadakan oleh berbagai lembaga pendidikan atau komunitas.

Sifat ambisiku masih terus bergelora hingga sekarang .Bedanya sekarang aku lebih paham mengenai prioritas. Aku terus berusaha untuk mencetak prestasi.

Terima kasih Hera, berkat kamu pikiranku terbuka. Dan kini aku sudah paham mengenai cara mengendalikan ambisiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun