Barcelona berhasil menyudahi perlawanan Real Madrid dalam partai lanjutan Supercopa de Espana, Senin (13/1) dinihari. Bukan cuma soal prestise antara Barca dan Real, kemenangan ini juga soal harga diri seorang Hansi Flick. Flick kini sahih mencatatkan dirinya sebagai kryptonite bagi 2 entitas paling berbahaya di Eropa.
Semua tahu kalau status Real Madrid adalah klub paling sukses seantero Eropa. Pun begitu dengan sang manajer, Carlo Ancelotti. Dua entitas ini adalah rajanya Benua Biru. Berdasarkan statistik, tidak ada yang sanggup menyamai torehan gelar keduanya di level tertinggi Eropa.
Sayang, apa mau dikata. Hansi Flick ternyata lebih tangguh dari sosok dua jagoan yang katanya raksasa ini. Skor 5-2 membungkam Don Carlo dan pasukannya di final yang berlangsung di Arab Saudi. Lalu, bagaimana kisah Hansi Flick menjadi kryptonite buat Madrid dan Ancelotti di musim ini?
Superioritas Dua Jagoan
Selama bertahun-tahun, Real Madrid telah berhasil menancapkan dominasinya di level tertinggi dunia sepakbola. Klub yang satu ini adalah raja, jika berbicara soal gelar juara. Terkhusus Liga Champions, Si Putih terhitung telah mengangkat trofi 15 kali, jumlah yang masih belum bisa disamai, atau bahkan didekati rival-rivalnya yang lain di Benua Biru.
Sebagai sebuah tim tangguh yang gemar mengoleksi gelar juara, Real Madrid tentu juga perlu seorang nahkoda jempolan untuk menukangi mereka. Untuk alasan itulah, Carlo Ancelotti hadir di dunia ini. Don Carlo seakan ditakdirkan berjodoh dengan Madrid, karena setelah melanglang buana ke berbagai negara sepeninggalnya dari Santiago Bernabeu, Ancelotti pulang untuk mempersembahkan sesuatu yang istimewa lagi buat Madrid.
Musim lalu, walau mengalami start yang lamban, Ancelotti berhasil menyulap Madrid menjadi sebuah mesin yang mematikan. Di penghujung musim, Vini Jr dan kolega berhasil menggondol trofi Liga Champions. El Real juga berhasil mengamankan titel La Liga untuk meraih gelar ganda di musim tersebut.
Sah rasanya mengatakan bahwa Ancelotti dan Madrid adalah duet yang tak tergoyahkan. Di saat Madrid punya julukan tim tersukses, nama Ancelotti juga dikenal dengan catatan serupa di dunia manajerial. Sekitar 30 gelar telah dimenangkan Don Carlo sepanjang karirnya sebagai manajer. Raihan lima gelar dari enam final Liga Champions milik Ancelotti juga berhasil membawa namanya duduk di urutan teratas daftar manajer peraih trofi terbanyak kompetisi ini.
Bayangkan sebuah klub terbaik yang dilatih oleh manajer terbaik. Begitulah rasanya menjadi Real Madrid. Tim asal ibukota ini terasa makin inferior. Apalagi setelah mereka menggalakkan kembali proyek Galactico, dengan mendatangkan sejumlah pemain berbakat, termasuk Kylian Mbappe. Para fans Madrid makin optimis, karena hadirnya Mbappe diharap bisa membuat Madrid yang notabene sudah sulit ditaklukkan, menjadi lebih tangguh dam tak mudah bertekuk lutut.
The Barcelona Changer
Di saat rivalnya makin mengganas, Barcelona akhirnya menjalankan sebuah langkah berani pada musim panas 2024/2025. Pemecatan Xavi Hernandez menjadi akar permasalahan awal buat Barca. Hingga pada akhirnya, Hansi Flick tiba-tiba merapat ke Catalan untuk menggantikan peran entrenador yang juga merupakan legenda Barcelona itu.
Yang menarik, sosok Hansi Flick adalah sosok yang kurang familiar buat para fans Barcelona. Tapi siapa sangka, ide baru yang dibawa Flick justru mampu menjadi ide segar buat Barca. Tim yang dulu lekat dengan filosofi tiki-taka dan ball posession, sekarang dipaksa main direct dengan tujuan mencetak gol sebanyak-banyaknya.