Kilas balik ke tahun 2020, Arsenal kala itu masih punya Pierre-Emerick Aubameyang dan Alexandre Lacazette. Dua finisher andal inilah yang menjadi kunci utama kesuksesan Meriam London meraih satu trofi mayor. Sayangnya, sepeninggal dua sosok tersebut, Arsenal tidak lagi mempunyai striker bertipikal goal getter.
Semua hal pasti ada sisi baik dan sisi baiknya, termasuk dalam hal ketiadaan seorang goal getter dalam tubuh Arsenal. Dampak dari masalah ini, kontribusi gol skuad Arsenal justru menjadi lebih merata. Tidak ada pemain yang lebih menonjol daripada yang lain, karena satu sama lain saling bahu membahu untuk kreasikan gol.
Sayangnya, terlepas dari itu, Arsenal masih menghadapi sebuah problema. Lini depan mereka perlahan mulai kehilangan ketajamannya. Memang, tumpulnya lini depan ini bisa agak ditutupi oleh permainan kolektif tim. Tapi, untuk sebuah klub yang sebelumnya punya dua penyerang jempolan, ini jelas merupakan downgrade yang signifikan.
Newcastle Ekspos Sisi Lemah Arsenal
Mikel Arteta sempat mengatakan bahwa timnya seringkali kesulitan menghadapi tim-tim yang bermain physical. Apalagi dalam posisi bahwa mereka tidak punya seorang goal getter yang bisa memecah kebuntuan. Hasilnya, bisa dilihat bagaimana Arsenal mati kutu melawan Newcastle.
Bermain di hadapan publik sendiri membuat Arsenal beringas dalam hal menyerang. Tapi, beringas-beringas begini, Arsenal justru terlihat seperti seekor Harimau ompong. 23 tembakan yang dilesakkan sama sekali tidak berbuah satupun gol. Begitupun dengan 11 corner kick, mencerminkan betul bahwa tim ini sejatinya kesulitan dalam hal menembus pertahanan lawan, apalagi yang mengandalkan pshysical seperti Newcastle.
Bisa dikatakan, Gabriel Jesus belakangan mulai unjuk gigi kalau dirinya layak diplot sebagai outlet serangan. Pun begitu dengan Kai Havertz yang sama-sama sering mendapat kepercayaan untuk turun sebagai striker, walau faktanya, posisi alami Havertz bukan seorang striker tengah.
Sayangnya, tidak ada jaminan kalau dua pemain ini bakal tetap bersinar terus-terusan. Dibutuhkan backup yang memadai untuk menggantikan Gabriel dan Havertz apabila salah satu dari mereka absen. Karena tanpa kedalaman yang bagus, sebuah tim akan kesulitan bersaing dalam sepakbola modern.
Bahkan dengan Havertz atau Jesus di dalam skuad sekalipun, Arsenal nyatanya tidak bisa bermain optimal. Eks pemain mereka, Theo Walcott bahkan menyatakan kalau Arsenal sekarang lebih sering berharap pada gol-gol dari set-piece, alih-alih memeragakan permainan yang menurut Walcott adalah fast flowing football seperti era ketika Walcott masih aktif.
Striker Baru Adalah Keharusan
Banyak orang mengkritik keputusan Mikel Arteta yang kabarnya ogah-ogahan mendatangkan penyerang baru. Bisa dipahami bahwa Arteta begitu percaya pemainnya bisa menuntaskan segala masalah yang ada. Ada pula yang mengatakan bahwa Arteta sejatinya menginginkan striker baru. Hanya saja, kondisi manajemen dan pasar pemain tampak sedang tidak bersahabat buat Arsenal.
Apapun itu, fokus Arsenal saat ini harusnya satu, dapatkan striker goal getter baru, entah bagaimana caranya. Arteta bisa memilih merekrut pemain anyar, atau menggembleng pemainnya yang ada saat ini supaya bisa lebih klinis dalam menyelesaikan peluang.
Di Premier League musim 2024/2025, statistik menunjukkan ada sesuatu yang salah dengan Arsenal. Total, ada 40 big chances yang sudah mereka lewatkan. Catatan ini bahkan melampaui catatan 37 big chances missed oleh Manchester United, tim yang sempat menduduki posisi tiga teratas tim dengan big chances missed terbanyak.