Pertandingan antara Indonesia vs Filipina di ajang Piala AFF 2024 memang sudah berlalu. Namun, perbincangan seputar kegagalan Indonesia di ajang ini masih mengalir di berbagai lini masa. Publik kini terbelah menjadi dua kubu. Ada yang menilai kekalahan ini terjadi akibat kesalahan Shin Tae-yong. Kubu yang lain menilai bahwa kekalahan ini bukan kesalahan sang pelatih.
Sudah tuntas debat pro naturalisasi dan kontra naturalisasi, debat kini kembali mengalir antara dua kubu yang katanya pro STYOut, serta kontra STYOut. Namun, pernahkah terpikir kalau di tengah debat, akan selalu ada pihak netral? Alih-alih memilih antara hitam dan putih, apakah sebaiknya kita mengambil pihak abu-abu, di mana ketika ada sesuatu yang salah harus dikritik, dan ketika ada sebuah prestasi harus dipuji?
Kegagalan Indonesia lolos semifinal Piala AFF 2024 sendiri bukan semata karena kesalahan Shin Tae-yong dan PSSI. Masing-masing punya andil dalam salah satu momen terburuk ini. Untuk itu, mari sedikit menghilangkan bias hitam-putih dan benar-salah terkait kegagalan Indonesia ini!
Akar Permasalahan
Kalau boleh jujur, aroma kegagalan Indonesia di Piala AFF 2024 sudah tercium semenjak PSSI dan Shin Tae-yong bersepakat memainkan para pemain junior, atau lebih tepatnya pemain U-22 untuk turnamen ini. Alasannya, PSSI ingin mempersiapkan tim ini untuk berlaga di SEA GAmes 2025 yang memang menggunakan pemain U-23, bukan tim senior.
Selain itu, menurut pernyataan Erick Thohir yang dikutip via Bolasport pada bulan Juni lalu, ketua umum PSSI itu menginginkan adanya regenerasi. Ia ingin timnas Indonesia punya skuad yang matang untuk beberapa tahun ke depan. Berangkat dari fakta tersebut, PSSI tampaknya memang menyarankan Indonesia menurunkan skuad muda, bukan skuad senior.
Keinginan regenerasi PSSI disambut baik oleh pelatih Shin Tae-yong yang pada akhirnya menurunkan skuad dengan rataan umur bahkan tidak menyentuh 21 tahun. Beberapa nama yang mendapat panggilan adalah nama-nama yang juga pernah memperkuat timnas di berbagai kelompok umur. Antara lain Ronaldo Kwateh, Daffa Fasya, bahkan Marselino Ferdinan, Muhamad Ferarri, Pratama Arhan dan Asnawi Mangkualam.
Strategi menurunkan pemain-pemain muda di Piala AFF 2024 sempat dipandang aneh oleh banyak pihak. Beberapa media luar, termasuk dari Vietnam bahkan menyebut bahwa Indonesia agak meremehkan. Strategi semacam ini tentu beresiko, karena pemain-pemain muda ini masih minim pengalaman di level internasional.
Salahkah strategi PSSI memanggil pemain-pemain muda ke AFF 2024? Tentu saja tidak. Sebagai catatan, Indonesia saat ini punya fokus lain, yakni mengejar mimpi masuk ke Piala Dunia 2026. Selain itu, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, tidak ada target spesifik dari PSSI, terkecuali untuk memberi pengalaman untuk para pemain yang memang akan dipersiapkan untuk SEA Games 2025.
Publik Perlu Turunkan Ekspektasi
Sedari awal, publik sepakbola Indonesia harusnya menyadari bahwa dengan skuad yang mayoritas berisikan pemain muda, ekspektasi untuk timnas harusnya tidak muluk-muluk. Melalui manajer Sumardji pada sebuah wawancara bersama Detik, 29 November 2024, PSSI disebut tidak memberi target muluk-muluk untuk Indonesia. Sekali lagi, turnamen ini hanya dipandang sebagai sarana memberi pengalaman buat para pemain.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kemenangan 1-0 melawan Myanmar di matchday pertama babak grup agaknya menambah hegemoni masyarakat Indonesia menyambut AFF 2024. Bahkan ada yang bilang kalau timnas harus juara karena level kita sudah meningkat, bukan lagi di kancah ASEAN, melainkan di kancah Asia, bahkan dunia.
Barulah pada laga melawan Laos, hingga akhirnya melawan Vietnam dan Filipina, publik sepakbola tanah air sudah kadung larut dalam stigma bahwa Indonesia harus juara. Mereka sejenak lupa kalau Indonesia cuma mencari pengalaman untuk para pemain mudanya di ajang ini. Tidak ada target muluk-muluk, bahkan dari PSSI sendiri.
Akhirnya, bermula dari kekalahan melawan Vietnam, lalu berlanjut dengan kekalahan melawan Filipina, kekecewaan publik membuncah. Dualisme pecah di tengah-tengah kita. Memang ada banyak kubu. Tetapi, dua yang paling dominan adalah mereka yang menyalahkan pelatih Shin Tae-yong, lalu mereka yang menyalahkan para pemain.
Publik seakan dibuat lupa kalau turnamen Piala AFF cuma dijadikan semacam 'turnamen penggembira.' Bukan bermaksud merendahkan citra turnamen, tetapi Indonesia memang sudah punya urgensi yang lebih besar, berjuang di Kualifikasi Piala Dunia. Rasanya, jika ini yang tertanam dalam benak publik, maka kekecewaan atas kegagalan timnas di Piala AFF 2024 rasanya tidak akan sebesar sekarang.
Salah Pemain Atau Salah Pelatih?
Pada akhirnya, kita sampai pada pembahasan soal siapa yang salah dalam kegagalan Indonesia lolos ke semifinal Piala AFF 2024. Sudah disebutkan bahwa ada dua kubu paling dominan menyikapi kegagalan ini. Satu kubu adalah mereka-mereka yang menyalahkan pelatih. Sementara kubu lain adalah mereka-mereka yang menyalahkan pemain. Lalu siapa yang salah?
Mari analisa kinerja Shin Tae-yong terlebih dahulu. Secara pemilihan pemain, seharusnya, komposisi pemain yang dibawa STY ke Piala AFF 2024 adalah yang terbaik. Katakanlah pemain-pemain ini bukan yang terbaik. STY juga tidak punya banyak pilihan, karena para pemain andalannya banyak yang tidak mendapat restu klub mengingat Piala AFF sendiri memang tidak masuk agenda FIFA.
Lantas, jika pemilihan pemain sudah tepat, apa taktiknya yang salah? Rasanya tidak juga. Perlu diketahui, game model dan taktik yang dimainkan STY untuk Piala AFF ini masih sama dengan yang dia mainkan di Kualifikasi Piala Dunia. Jadi, tidak ada alasan taktik Shin Tae-yong yang salah, karena di Kualifikasi Piala Dunia, taktik ini terbukti berhasil.
Kalau kegagalan ini bukan salah STY, lalu, apakah ini salah pemain? Secara teknis, tidak bisa juga kita menyalahkan pemain atas kegagalan timnas. Kembali lagi ke poin seleksi tadi, pemain yang dipakai timnas Indonesia ini umurnya rata-rata masih di bawah 21 tahun. Jadi, secara pengalaman dan kedewasaan, mereka masih belum cukup matang.
Di sisi lain, untuk membentuk sebuah tim dengan chemistry dan pemahaman taktik yang pas dengan pelatih, diperlukan jam terbang. Sementara banyak dari pemain kita yang tampil di Piala AFF 2024 adalah pemain-pemain debutan. Katakanlah ada beberapa yang sudah pernah main di timnas. Tapi, pemain-pemain ini menghadapi kondisi yang sudah berbeda, baik dari segi pelatih, rekan setim, atau bahkan atmosfer dari turnamen Piala AFF itu sendiri.
Apakah Salah PSSI?
Jika pelatih dan pemain tidak bisa disalahkan, maka, apakah PSSI sebagai induk utama sepakbola Indonesia patut dipersalahkan? Sayangnya tidak juga. Erick Thohir dari awal sudah meminta Shin Tae-yong dan pasukannya tampil maksimal. Kendati demikian, sekadar catatan juga, PSSI juga pernah mengatakan bahwa tidak ada target spesifik untuk tim besutan Shin Tae-yong ini.
Dalam sebuah wawancara, manajer timnas Sumardji mengungkapkan bahwa tidak ada target spesifik yang diberikan PSSI untuk timnas Indonesia di Piala AFF 2024. Erick Thohir selaku ketua umum hanya meminta STY dan pasukannya memberikan penampilan terbaiknya di ajang ini. "Kalau bisa menang, kenapa tidak," Kira-kira demikian pernyataan sang ketua umum.
Pernyataan Erick Thohir ini mungkin sudah disalah artikan oleh para pemain timnas, atau bahkan mungkin Shin Tae-yong sendiri. Erick mengeluarkan pernyataan demikian, kemungkinan agar timnas bisa bermain tanpa beban di turnamen nanti. Bukan benar-benar mempersilahkan STY dan pasukannya bermain dan sekadar numpang lewat di Piala AFF 2024.
Erick Thohir memang mengatakan kalau target utamanya di Piala AFF ini adalah untuk membentuk skuad masa depan Indonesia. Tapi perlu dicatat, statementnya soal target ini barangkali sudah menjadi bumerang. Indonesia memang tampil tanpa beban. Tapi, Indonesia justru bermain terlalu lepas karena mungkin mengartikan pernyataan Erick Thohir sebagai 'tidak ada target.'
Alhasil, para pemain Indonesia ini akhirnya terlalu nyaman karena tidak ada urgensi apapun di Piala AFF 2024. Pun begitu dengan Shin Tae-yong. Karena tidak ada tekanan untuk juara, maka ia bisa bebas bereksperimen menjajal semua amunisi mudanya. Sayangnya, apa yang dilakukan Shin Tae-yong dan anak asuhnya justru berbuah kegagalan, sesuatu yang bahkan di luar perhitungan Erick Thohir sendiri.
Kesimpulan
Setelah membahas beberapa poin tadi, mungkin ini saatnya mengambil kesimpulan dan menghapus bias dan blok-blokan yang tercipta di antara publik sepakbola tanah air. Kegagalan timnas Indonesia di Piala AFF 2024 ini salah siapa? Salah Shin Tae-yong kah? Salah pemain kah? Atau salah PSSI?
Jawabannya tentu salah kita semua. Semua orang ikut terlibat membuat kesalahan dalam kegagalan Indonesia ini. Shin Tae-yong membuat kesalahan, demikian juga para pemainnya. Di sisi lain, PSSI juga membuat kesalahan yang berakibat pada performa tim yang tidak sesuai harapan. Pun begitu dengan publik yang juga ikut andil atas kekalahan ini.
Pertama, Shin Tae-yong kelihatan beberapa kali melakukan bongkar pasang pemain. Padahal dia tahu, urgensi turnamen Piala AFF ini begitu besar, mengingat Indonesia belum pernah juara. Beberapa pergantian yang ia lakukan di tengah laga juga terkesan tidak berguna, sehingga pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa selain kebugaran pemain yang menurun,
Kedua, pemain juga ikut bersalah. Mereka harusnya tahu kalau publik menaruh ekspektasi besar. Tapi, beberapa pemain masih terlihat belum matang secara mental, maupun permainan. Kita ambil contoh Muhammad Ferarri. Gestur yang ia perlihatkan di laga kontra Filipina jelas tidak mencerminkan kedewasaan. Selain Ferarri, beberapa pemain juga belum menunjukkan mentalitas yang bagus. Dibuktikan dari kesalahan-kesalahan passing, tackle-tackle tidak perlu, serta kedisiplinan menjaga posisi masing-masing.
Ketiga, PSSI pun ikut bersalah dalam kegagalan timnas ini. Jika memang menurut kalkulasi, Indonesia bisa lolos fase grup, maka Erick Thohir seharusnya lebih terbuka mengatakan bahwa paling tidak, kita harus lolos fase grup. Mungkin, sudah ada pembicaraan demikian di balik layar. Tapi penampilan yang tercermin di lapangan seolah menunjukkan bahwa Shin Tae-yong dan pemainnya memang tidak punya arah yang jelas selain sekadar main di turnamen ini.
Akhir kata, kita sebagai fans layak menjadi pihak yang patut dipersalahkan. Dari awal, kita sudah tahu kalau Piala AFF 2024 bukan target utama, karena menurut kita, fokus Indonesia sekarang di kancah Asia. Dengan fakta tersebut, seharusnya kita bisa lebih menerima kekalahan yang memang layak didapatkan timnas pada turnamen Piala AFF 2024 ini.
Tanpa bermaksud membela pihak manapun, dengan perkembangan sepakbola Indonesia yang makin bagus, alangkah baiknya kita sebagai fans juga ikut meningkatkan mentalitas. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai ekspektasi, mari mencari solusi paling rasional untuk sesuatu itu.
Jika memang ada yang perlu dikritik dari performa tim, maka sampaikanlah kritik yang rasional dan masuk akal sembari memberi data fakta sebagai penguat argumen. Jadi, bagaimana menurut anda sendiri? Anda di pihak Shin Tae-yong, pemain, atau PSSI? Atau mungkin, ada di pihak netral yang menganggap semua ikut andil bersalah dalam kegagalan ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H