Mohon tunggu...
Fatiha Tiara
Fatiha Tiara Mohon Tunggu... Makeup Artist - active

halo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemindahan Ibu Kota Baru sebagai Upaya Pemerataan dan Pembangunan Ekonomi

25 Juni 2022   18:11 Diperbarui: 25 Juni 2022   18:14 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang

Pada bulan agustus 2019, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menyatakan pemindahan Ibu kota Republik Indonesia serta meminta izin kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Rencana pemindahan ibu kota tersebut telah melalui kajian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas RI). Ibu kota baru nantinya tidak hanya menjadi simbol identitas bangsa, namun menggambarkan kemajuan bangsa. Letak pembangunan ibu kota baru yang berada di luar Pulau Jawa juga diharapkan menjadi titik awal pemerataan dan keadilan ekonomi serta pembangunan di seluruh Indonesia.

Presiden telah memutuskan pembangunan ibu kota ini di daerah Kalimantan Timur lebih tepatnya di sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara. Namun, jika pemindahan ibu kota ini benar terlaksanakan akan ada banyak dampak dari berbagai aspek akibat pembangunan ibu kota ini seperti dampak sosial, ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai upaya pemerintah dalam wacana pemindahan ibu kota baru sebagai upaya pemerataan dan pembangunan ekonomi.

Konsep Tata Ruang Pemindahan Ibu Kota Baru

Urgensi pemindahan ibu kota negara dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah pertumbuhan urbanisasi yang tinggi yang menyebabkan kemacetan dan kualitas udara menjadi tidak sehat. Indeks kemacetan di Ibu Kota Jakarta berada di peringkat ke-7 dari 403 kota yang disurvei di 56 Negara (Tomtom, 2018). Karena sebagian besar penduduk ibu kota melakukan mobilitas dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk di dunia berdasarkan survei oleh AirVisual.

Selain itu, daya dukung lingkungan yang semakin melemah di lingkungan Jakarta. Adanya ancaman banjir, gempa bumi, dan tanah turun juga membahayakan keberlangsungan aktivitas terkait urusan negara. Sekitar 50% wilayah Jakarta memiliki tingkat keamanan banjir dibawah 10 tahunan. Selain itu, wilayah Jakarta sendiri dekat dengan aktivitas gunung api di Krakatau dan Gn. Gede dan berpotensi gempa-tsunami. Tanah turun di Jakarta juga mencapai 35-50cm dalam kurun waktu tahun 2007-2017.

Indonesia mempunyai visi dan misi untuk membentuk ibu kota ideal dengan menegakkan pilar pembangunan Indonesia 2045, mencakup perkembangan manusia dan penguasaan IPTEK, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan di Indonesia, dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Untuk memenuhi dan mewujudkan visi tersebut diperlukan pengembangan ibu kota negara yang aman dan terjangkau, desain sesuai dengan kondisi alam, mudah diakses dan terhubung dengan kota lain, sirkuler dan tangguh, juga rendah emisi karbon.

Konsep tata ruang dan pembangunan ibu kota baru melibatkan dua kota sebagai penggerak ekonomi. Samarinda sebagai pusat sejarah Kalimantan Timur dengan sektor energi yang diremajakan. Lalu kawasan inti pusat Ibu Kota Negara sebagai inti pemerintahan dan pusat inovasi hijau, dan Balikpapan sebagai aspek dalam sektor migas dan bantuan logistik di Kalimantan Timur. Zonasi Ibu Kota Negara juga dibagi menjadi tiga kawasan yaitu Kawasan Barat Ibu Kota Negara yang terdiri dari pusat perkantoran, kawasan bisnis, pusat pengembangan, dan perguruan tinggi. Lalu, kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP) yang terdiri dari pusat pemerintahan nasional dan smart government. Yang terakhir kawasan timur yang digunakan untuk pengembangan hotel bisnis.

Ibu Kota Negara akan menjadi katalis untuk wilayah Kalimantan Timur dengan memanfaatkan keunggulan kota Balikpapan dan Samarinda. 75% dari kawasan IKN ini akan direncanakan menjadi ruang terbuka hijau dimana 65% menjadi area yang dilindungi dan 10% untuk produksi pangan. Selain itu pembentukan K-IKN yang terdiri dari berbagai zona mixed-use dan neighborhood yang mendukung konsep konektivitas sosial. K-IKN merupakan konsep kota di dalam kawasan hutan yang mendukung  gaya hidup yang aktif dan sehat.

Upaya Peningkatan Ekonomi Pemerintah Lewat Gagasan Pemindahan Ibu Kota Baru

Salah satu tujuan penyelenggaraan pemerintahan adalah untuk menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Negara harus hadir untuk memenuhi kebutuhan semua warga negara, tanpa memandang latar belakang mereka (Wibowo, 2008) dalam konteks regional. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi harus terjadi di seluruh Indonesia. Ini menciptakan keseimbangan dan keadilan pembangunan yang pada akhirnya dihadapi semua elemen masyarakat.

Di Indonesia, kondisi empiris pembangunan seimbang belum terwujud (Firdaus, 2013), dan masalah seperti wilayah Indonesia yang luas yang terdiri dari ribuan pulau sedang dirasionalisasi. Terbatasnya kemampuan pemerintah untuk mendistribusikan pembangunan secara serentak, hingga politik hukum penguasa lebih menitikberatkan pada pembangunan daerah-daerah tertentu.

Makna dari permasalahan tersebut adalah adanya pembangunan yang pesat di Pulau Jawa. Pembangunan di luar Jawa terasa lambat. Untuk memahami konsep pembangunan, dimana Jawa merupakan pusat pembangunan nasional.

Perkembangan pesat di Jawa tidak hanya memfasilitasi perluasan kota. Akibatnya, bahkan saat ini, sekitar 150,4 juta dari 266,91 juta penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa. Pertumbuhan ekonomi Jawa masih sangat perlu diperhatikan, dengan sekitar 59,03% pertumbuhan ekonomi negara berasal dari pulau Jawa (Badan Pusat Statistik, 2013) .

Ketidaksetaraan yang dibahas di atas berkaitan dengan perencanaan transfer modal. Oleh karena itu, ini berfungsi sebagai peluang untuk mengubah model pembangunan. Konsep yang dijalankan pemerintah adalah pembangunan yang didistribusikan ke ranah-ranah di luar Jawa secara berimbang.

Pembenaran ini tidak bisa salah, mengingat heuristik wilayah di luar Jawa memerlukan kebijakan percepatan pembangunan yang diharapkan sesuai dengan pembangunan yang ada di Pulau Jawa. Tidak ada kaitannya dengan tujuan pemindahan ibu kota ke luar Jawa. Menurut penulis, ini tergantung pada sejumlah alasan.

Pertama, kesenjangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa tidak didukung oleh kajian bahwa letak ibu kota Jawa berkontribusi terhadap kesenjangan pembangunan. Tak satu pun dari mereka mengatakan dalam peraturan perundang-undangan bahwa prioritas pembangunan hanya difokuskan pada daerah yang terletak di ibu kota Jakarta atau di pulau Jawa.

Tren baru ini lebih bergantung pada kemauan politik penguasa dan negara daripada aktif mensosialisasikan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di luar Jawa. Alasan pemindahan ibu kota secara langsung terletak pada aspirasi untuk mencapai pemerataan pembangunan dan membuktikan kegagalan negara untuk menjadikan Jakarta sebagai ibu kota yang mampu membuat kebijakan yang adil dalam konteks pembangunan.

Kedua, kebijakan pemerataan pembangunan harus dipahami sebagai tujuan nasional mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh warga negara di seluruh Indonesia.

Kebijakan pembangunan tidak perlu bersinergi melalui kerangka realokasi modal. Hal ini akan menimbulkan pemahaman bahwa pemerataan pembangunan tidak akan terjadi selama ibu kota berada di pulau Jawa. Pemerataan pembangunan harus dipahami sebagai bagian dari aparatur nasional yang terstruktur dan berkelanjutan yang tidak bergantung pada dimensi ruang dan waktu yang tepat. Agar pemerintah memiliki keinginan untuk pemerataan pembangunan, hal itu harus dipraktikkan untuk masa depan yang berkelanjutan mulai dari sekarang.

Oleh karena itu, untuk pemerataan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, alasan-alasan tersebut bersifat positif dan negatif, yang mana adalah kewajiban pemerintah untuk memindahkan ibu kotanya, sebuah komitmen untuk pembangunan yang dilakukan terutama di pulau itu. Java dapat digunakan di luar Jawa. Keinginan untuk merelokasi ibu kota untuk mewujudkan keadilan pembangunan guna menciptakan keadilan dan gotong royong untuk pembangunan negara menunjukkan bahwa perangkat kebijakan pembangunan pemerintah selama ini belum optimal untuk menciptakan pemerataan pembangunan.

Dampak Sosial Akibat Pemindahan Ibu Kota Baru

Pemerintah keberatan dengan perlunya pemindahan ibu kota sebagai berikut: Pertama, Jakarta tidak memiliki kapasitas berlebihan dalam hal kepadatan penduduk, polusi, ketersediaan air, transportasi, dan lainnya) tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi ibu kota. Kota-kota yang lebih aman dan rentan terhadap bencana alam (gempa bumi, banjir, dan lainnya). Kemudian, Jawa dan dalam kerangka pembangunan egaliter di luar Jawa, saat ini juga sedang dibahas sebagai model pembangunan yang berpusat di Indonesia.

Namun, tidak semua argumen ini cukup kuat. Untuk pertama kalinya, tampaknya pemerintah berusaha menghindari upaya mengatasi tantangan yang dihadapi Jakarta. Dan tidak jelas apakah masalah Jakarta akan selesai sampai mereka pindah. Kedua, apakah pemerataan pembangunan adalah alasannya. Memang, sejak tahun 2001, pemerintah telah menerapkan kebijakan dan perangkat seperti otonomi desentralisasi dan desentralisasi keuangan melalui Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, yang bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan di luar Jawa dan Jawa.

Selain itu, metode pembangunan yang berpusat di Indonesia bukan sekadar retorika yang mudah diterjemahkan. Hanya dengan memindahkan ibu kota, Indonesia sebagai pusat seharusnya menjadi konsep pembuat kebijakan membuat semua kebijakan dan rencana pembangunan untuk mencapai keadilan sosial terkait rencana pengembangan wilayah yang relevan.

Dampak sosial dari tren migrasi akibat perilaku migrasi pekerja yang tinggal di Jawa Barat dan bekerja di DKI Jakarta akan terus berlanjut. Meski beberapa pekerja di posisi pejabat pemerintah pusat pindah ke ibu kota baru. Mengingat jumlahnya lebih banyak, komuter bekerja lebih banyak di sektor swasta daripada di sektor swasta.

Perjalanan panjang di tempat kerja membuat para komuter tidak punya banyak waktu untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar mereka. Rendahnya kohesi sosial masyarakat pinggiran Jakarta terlihat dari ketidakpedulian anggota masyarakat terhadap warga lain di lingkungan sekitarnya.

Efek terburuk dari kohesi komunitas tingkat rendah dapat dimanfaatkan oleh individu yang tidak bertanggung jawab seperti teroris untuk melakukan rencana aksi selama penyelesaian komunitas di Bekasi dan Depok.

Dari segi ekonomi, migrasi berdampak positif bagi daerah tujuan dan berdampak negatif bagi daerah tertinggal. Perpindahan sejumlah pejabat pusat di Jawa Barat secara tidak langsung berdampak pada kegiatan ekonomi terkait kegiatan perjalanan wisata, termasuk penurunan permintaan transportasi. Penyedia layanan makanan dan minuman (restoran di sekitar kantor) dan tempat tinggal di wilayah sasaran.

Janji pemindahan ibu kota ke Indonesia bagian timur ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan Indonesia dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan, serta menciptakan ibu kota baru yang sesuai dengan identitas negara. Secara khusus, lokasi utama yang ditetapkan oleh IKN baru terletak di dua kabupaten administratif: Penajem Paser Utara (PPU) dan Kutai Kertanegara (KuKar), dan ibu kota baru memiliki lima visi yang melambangkan identitas nasional. Ini adalah kota yang cerdas, hijau, indah dan berkelanjutan. Modern dan memenuhi standar internasional Tata kelola yang efisien dan efektif dan kekuatan pendorong untuk kesetaraan ekonomi di Timur.

Alasan pemindahan ibu kota untuk pembangunan mempersempit tujuan pemindahan ibu kota. Hal ini hanya terbatas pada pencapaian pemerataan pembangunan, dan pemerintah dituntut untuk melakukan pemerataan pembangunan dalam konteks desentralisasi saat ini antara pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini menjadikannya peluang ideal untuk menciptakan perangkat kebijakan yang mendukung pemerataan pembangunan melalui desentralisasi dan otonomi daerah, tanpa menunggu transfer modal.

Dari pemahaman tersebut, pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam rencana pemindahan ibu kota. Sehingga pemindahan ibu kota yang kompleks dan sistematis tidak terbatas pada pemindahan pemerintah federal sesuai dengan pedoman perencanaan pembangunan masa depan. Namun juga membawa semangat perubahan dan tekad untuk mewujudkan birokrasi administrasi yang profesional sesuai dengan prinsip-prinsip good governance untuk meningkatkan segala aspek operasionalnya.

Penilaian kondisi sosial dan budaya di ibu kota baru nanti terkait keanekaragaman budaya meningkat tidak hanya secara etnis, tetapi juga secara ekonomi dan pendidikan. Ini mengarah pada ekspansi perkotaan dan munculnya kota-kota besar. Adanya suku bangsa dan simbol nasional di ibukota serta keutuhan budaya lokal, terbukanya peluang usaha dan lapangan kerja yang dapat menimbulkan konflik sosial antar pelaku usaha.

Kesimpulan

Konsep pemindahan Ibu Kota Baru ke Kalimantan Timur patut dipertimbangkan karena berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya terpusat di satu wilayah saja. Pertumbuhan ekonomi juga diharapkan berkembang pesat dan dapat meningkatkan pertumbuhan Indonesia dari berbagai sektor. Namun, dampak pembangunan juga harus diperhatikan mengingat pembangunan yang dilakukan berada di sekitar Kawasan hijau. Masyarakat dan pemerintah juga harus bersinergi untuk mewujudkan pembangunan yang adil secara berkelanjutan.

Referensi :

Bappenas RI. (2021). Buku Saku Pemindahan Ibu Kota Negara.

Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Firdaus, M. (2013). Ketimpangan Pembangunan antar Wilayah di Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wibowo, E. (2008). Perencanaan dan Strategi Pembangunan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan, 8(1), 16--24.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun