Mohon tunggu...
Fatich Mustofa
Fatich Mustofa Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Nama asli sodikin

Semoga tak terlupakan olehmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kucing pada Malam Itu

29 Juni 2019   18:27 Diperbarui: 29 Juni 2019   18:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berlari kepinggiran derita tak ku jumpai asa bahagia, hanya sisa dari derita-derita orang lain yang ku temukan.

Sesampainya ku mengitari sudut yang beraroma bahagia, ternyata tangis masih menemaniku di setiap kermaian yang melingkupiku, apalagi ketika senja sore mulai muncul, rasa gundah mulai dan mengitari keberadaan sisa semangat untuk bahagia yang sudah mulai mengering airnya.

Tak ku pungkiri semua yang ku sediakan untuk jalanku bahagia tiada lah arti ketika kebahagiaan yang di beri tak ku nikmati. Semua hanya mewujudkan rasa kurang berterima kasih akan senyum tipis, juga gelak tawa yang katamu itu adalah tanda bahagia. 

Sampai ku berfikir bagaimana caraku untuk menghilangkan rasa kurang terima kasihku atas semua pemberian, sekalipun itu adalah pengetahuan rasanya masih saja tertutup oleh keangkuhan yang hanya mendorong pada kehebatan tentang pengetahuan, dan menganggap mereka yang sudah bahagia adalah yang salah.

Kebalikannya adalah ketika rasa jumawa menguasai, yang terjadi hanyalah kurangnya kesadaran bahwa yang lain juga sudah punya pengetahuannya sendiri dan tak patut pengetahuan yang ku dapat kemudian ku gunakan untuk menyalahkan pengetahuan hidup seseorang juga berkomentar dan menggiring opini agar manusia menjadi suporter untukku meraih pengakuan, dan rasa hormat mereka pada setiap langkah yang kataku ku dasari dengan pengetahuan.

Sesampai hatiku tiada isi juga langkahku mulai tertatih-tatih dengan ketidak terimaanku terhadap nikmat hidup yang telah ku terima, ku jumpai seekor kucing yang sedang diam di pojokan warung penjual es juga kopi di malam itu aku sedang bercengkrama dengan sebayaku, membicarakan atau mencoba mencari hiburan dengan menertawai kehidupan mereka, kemudian kucing itu mulai mendekat dan mulai menjilati tanganku, dengan sadarku si kucing itu ingin meminta sedikit daro gorengan yang sedang ku makan, ku ambilkan kucing itu sedikit demi sedikit gorengan yang ku pegang, setelah itu dia(kucing)  menolak untuk kuberi makan lagi, dan prasangkaku mulai menuntunku untuk memberinya es yang ada di depanku, ku ambilkan dia es tersebut dan kutaruhlah di depannya.

Sedikit demi sedikit kucing itu menjulurkan lidahnya, seraya meminum es dengan lidah kecilnya. Dan dalam hati dangkalku berkata; lihatlah dia(kucing) bukankah dia juga mahluk yang di beri kehidupan sepertimu?? Bukankah lebih bodoh kamu yang di beri segudang pengetahuan dan dengan kurang terimamu akan nikmat itu, selalu kau tidak pernah berterima kasih atas kehidupanmu?? Coba engkau bayangkan, apakah kamu terima ataupun bisa menerima seperti kucing itu yang selalu mencukupkan dirinya sesuai kebutuhannya? Tak usah kau bingungkan lagi, pasti tuhan juga memberi cinta yang sama pada setiap makhluk ciptaannya..

Kemudian ku termenung dengan sedihku yang dengan pengetahuan yang di beri, rasa kurang berterima kasihku semakin berkurang, ego yang semakin menguasai diri, dan emosi yang seiring menuntunku ke derajat yang lebih rendah dari seekor hewan.

Setelah itu pikiran dan hatiku saling tanya jawab dengan apa yang sudah di beritahu, ego sang pikiran dan rendahnya sang hati yang selalu  mendewasakan, sampai itu berlangsung lana sampai terwujud satu kesimpulan" bagaimanapun rizqi mahluk memang sudah sesuai takaran, dan pengetahuan yang di beri, gunanya hanya ubtuk melengkapi diri agar rencana awal tuhan menjadikan manusia sebagai pemimpin segala mahluk memang benar-benar terlaksana".

Dan dari itu kesadaran tentang semua pemberian ternyata hanya untuk kita semakin semangat mengabdi, tanpa harus menanyakan sesuatu upah saat kita selesai menjalankan perintahnya dan menjalankan niat tuhan menjadikan manusia sebagai pemimpin dari segala mahluk.

Setelah itu kucing yang sebelumnya di sampingku, kemudian pergi tanpa pamit, mungkin kalau dia bisa bicara kemungkinan dia akan menertawakan kebodohanku. Dan tak ku sadari yang di tinggalkan hanya foto kucing itu dan lewatnya aku di beri tahu tentang hidup sebenarnya tanpa harus capek- capek mengumpulkan dalil-dalil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun