Mohon tunggu...
Fatia Salma
Fatia Salma Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Penyuka matcha dan sego sambel tumpang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tren Ziarah Sunan Ampel: Ketika Kesakralan Makam Wali Ternodai

23 Februari 2024   06:00 Diperbarui: 23 Februari 2024   06:02 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, ramai di media sosial bersliweran memajang postingan ziarah di Sunan Ampel yang memang tercatat sebagai tempat religi yang tak pernah sepi pengunjung. Parahnya, kini menjadi tren bagi pasangan muda-mudi 'non-halal' berziarah di makam Sunan Ampel, yang mana tujuan paling utama mereka adalah berfoto di depan pintu gerbang masuk makam, demi mengikuti tren dewasa ini.

Tidak hanya itu, meski bukan bersama pasangan haram mereka, mendegradasi makna ziarah juga dilakukan bersama teman-teman mereka. Jujur saja, mayoritas dari muda-mudi yang berkunjung ke makam Sunan Ampel sebetulnya niat dominan tidak untuk berdoa, tapi justru demi 'konten'. Sungguh miris sekali.

Ziarah Demi Konten

"Melu tren ziarah Sunan Ampel mung moco al-Fatihah pisan, fotone atus-atusan" (Ikut tren ziarah Sunan Ampel hanya membaca surah al-Fatihah satu kali, ambil foto beratus kali), ungkap caption dari salah satu netizen TikTok menanggapi fenomena tren ziarah Sunan Ampel yang terlihat banyak orang mengantri ambil foto di depan pintu gerbang masuk makam Sunan Ampel. Demi apa, sih? Apa lagi kalau enggak buat konten. Ya, meski beberapa dari mereka mendokumentasikan untuk menyimpan kenangan bahwa pernah berkunjung ziarah ke sana.

Kalimat sarkas dalam caption di atas secara tersirat dapat kita pahami bahwa ziarah makam hanya berdoa sebentar, sisanya lebih banyak digunakan mengambil foto. Ada lagi, beberapa konten video TikTok menunjukkan caption pov dirinya sendiri, menuliskan "Kapan ziarah sareng njenengan, Mas?"  (Kapan ziarah bersama kamu, Mas?) dan sejumlah kalimat lain serupa. Agaknya, seolah-olah kegiatan ziarah menjadi kawasan kunjungan religi bersama pasangan, bukan sebagai media memohon doa kepada Tuhan berwasilah para wali. Duh, miris sekali kinasak!

Sudah tidak menjadi rahasia umum, melaporkan diri di media sosial seolah menjadi kewajiban bagi penggunanya. Ini sebagai bukti bahwa media sosial memang begitu nyata menuntut seseorang untuk terus-menerus menampilkan dirinya untuk membinarkan mata orang-orang yang melihatnya. Lama-lama, dunia semakin parah dengan penduduknya yang berusaha tampil baik dan elok di depan orang-orang, bukan di hadapan Tuhan.

Kesakralan Makam Wali Ternodai

Makam wali merupakan tempat sakral, di mana orang-orang bersimpuh dan berdoa dengan berwasilah kepada para wali yang telah meninggal. Bahkan juga tidak jarang dari peziarah memiliki hajat yang amat diharapkan. Sebab, berwasilah kepada wali yang tidak diragukan lagi kealiman dan keshalihannya, doa yang dilangitkan konon akan mudah tersampaikan, jika Tuhan berkehendak.

Melihat fenomena tren ziarah wali, sungguh disayangkan, jika tindakan mereka di lokasi makam banyak digunakan untuk berfoto dan mengambil video. Bahkan lebih miris lagi, kegiatan ziarah mereka dilakukan bersama dengan pasangan non-halal.

"Yang penting kan enggak check-in, ini kan pacaran versi halal." Ujar mereka membela diri. Ah, rasanya agak sulit kalau dihadapkan perkara asmara anak muda. Ini bukan masalah ziarahnya, tapi ikhtilat-nya. Berduaan beda gender tanpa berstatus halal meskipun dalam kegiatan positif, tetap saja dilarang dalam agama.

Tindakan ini amat memalukan. Kasarannya, bukankah wali gedeg-gedeg melihat tindakan mereka? Kegiatan ziarah dengan berdoa yang bernuansa sakral, ternodai dengan tindakan-tindakan menyeleweng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun