Mohon tunggu...
Fatia A Umma
Fatia A Umma Mohon Tunggu... -

hidup ini indah

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Zat Psikoaktif

18 November 2014   17:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:31 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal berkaitan dengan zat psikoaktif terdapat dua gangguan diantaranya adalah gangguan penyalahgunan zat dan gangguan yang diakibatkan oleh zat. Dua hal tersebut berbeda walaupun semuanya berawal dari zat psikoaktif yang menyababkan gangguan pada diri manusia ataupun karakter kepribadian yang dimiliki.

Menurut DSM gangguan penyalahgunan zat (substance abuse disorder) melibatkan pola penggunaan zat secara terus-menerus yang menyebabkan konsekuensi yang merusak. Ganggan ketergantungan zat melibatkan hendaya pada kontrol terhadap penggunaan zat dan sering kali termasuk dar ciri ketergantungan fisiologis pada zat, dimanifestasikan oleh perkembangan toleransi atau sindrom abstinesi. Gangguan penyalahgunaan zat dapat dicirikan dengan dua hal, yang pertama adalah penyalahgunaan zat itu sendiri yang merupakan pola perilaku penggunaan zat yang menyebabkan konsekuensi negatif, seperti berulanga tidak masuk kerja atapun membesar-besarkan masalah fisik yang mendasarinya. Ciri Kedua dari penyalahgunaan zat adalah gangguan ketergantungan zat, yang merupakan bentuk gangguan penggunaan zat yang lebih parah, terkait dengan ketergantungan fisiologis atau penggunaan zat secara kompulsif.

Gangguan penyalahgunaan zat dapat terjadi karena beberapa faktor yang memicu terjadinya interaksi dengan zat-zat tersebut, diantaranya adalah: Faktor biologis, faktor psikososial, faktor genetis, faktor sosiokultural.

Penyalahgunaan zat dapat berlangsung untuk priode waktu yang panjang atau meningkat menjadi ketergantungan zat (substance dependence). Ketergantunngan zat dapat didefinisikansebagai pola penggunaan maladaptif yang menyebabkan kerusakan yang signifikan atau distres. Diadaptasi dari DSM-VI-TR (APA,2000) terdapat karakteristik diagnosis ketergantungan zat diantaranya adalah: toleransi pada zat, simtom-simtom putus zat, penggunakan dosis zat yang lebih besar/ untuk periode yang lebih lama, keinginan yang terus ada untuk menggunakan/ mengendalikan penggunaan zat atau kurang berhasil saat mencoba melakukan self-control, menghabiskan banyak waktu untuk aktivitas memperoleh zat dan mengonsumsi zat serta memulihkan diri dari pengguna zat, individu telah mengurangi atau menghindari aktivitas sosial karena penggunan zat, penggunaan zat tetap berlangsung mesti terdapat bukti-bukti adanya masalah psikologis atau fisik yang persisten atau berulang.

Perspektif teoretis utama dalam memandang penyebab penyalahgunaan dan ketergantungan zat, dalam perspektif biologis berfokus untuk mengungkap jejak biologis yang dapat menjelaskan mekanisme ketergantungan fisiologis. Persepektif biologis menggunakan model penyakit, yang memiliki hipotesis bahwa alkoholisme dan bentuk lain ketergantungan zat merupakan proses penyakit. Perspektif belajar memandang gangguan penyalahgunaan zat sebagai pola perilaku yang dipelajari, dengan peran dari classical conditioning dan operant cinditional dan belajar observasional. Persepektif kognitif berfokus pada peran sikap, keyakinan dan harapan dalam mencari penyebab penggunaan dan penyalahgunaan zat. Perspektif sosiokultural menekankan faktor budaya, kelompok dan sosial yang mendasari pola penggunaan obat, termasuk peran tekanan taman sebaya dalam penggunaan obat pada remaja. Teoretikus psikodinamika memandang masalah penyalahgunaan zat seperti minum berlebihan dan kebiasaan merokok, sebgai tanda dari fiksasi oral.

Gangguan yang diakibatkan zat merupakan gangguan fisiologis atau psikologisyang disebabkan olehzat psikoaktif. Beberapa angguan yang diakibatkan oleh zat dapat dicirikan dengan terjadinya gangguan pada psikologis dan fisiologis yang diantaranya dalah intoksikasi, sindrom putus zat, gangguan mood, delirium, demensia,amnesia, gangguan psikotik.

Zat atau obat-obatan yang disalahgunakan dinataranya: Depresan (depressant), obat ini merupakan obat yang menjadi penyebab penurun atau pengurangan aktivitas saraf. Termasuk alkohol, sedatif dan obat penenang minor, serta opioid. Dapat memberi efek diantaranya intoksiasi, gangguan kordinasi, bicara kacau, dan fungsi intelegtual yang terganggu. Penyalahgunaan alkohol kronis dihubungkan dengan gangguanamnestik yang disebabkan alkohol (sindrom korsakoff), sirosis hati, sndrom alkohol fetal, dan masalah fisik lainnya. Barbuturat adalah depresan atau sedatif yang telah digunakan secara medis untuk membebaskan kecemasan dan insomnia jangka pendek, diantaranya penggunaan lainnya. Opioid seperti seperti morfin dan heroin berasal dari tanaman opium sedangkan yang lain adalah sistensis, yang digunakan secara medis untuk menghilangkan rasa sakit, obat-obatan tersebut sangat adaptif. Stimulan merupakan aktivitas sistem saraf. Amfetamin dan kokain adalah stimulan yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter diotak, menyebabkan peningkatan kondisi keterangsangan dan perasaan senang. Dosis tinggi dapat menghasilkan reaksi psikotik yang menyerupai ciri skizofrenia paranoid. Pengunaan kokain habitual dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, dan overdosis dapat menyababkan kematian mendadak. Penggunaan berulang dari nikotin, stimulan ringan yang ditemukan pada rokok menyebabkan keergantungan fisiologis. Halusinogen merupakan obat yang mengubah persepsi sensori dan dapat menyebabkan halusinasi. Termasuk didalam LSD, psilocybin, dan meskalin. Obat-obatan lain yang memiliki efek yang sama adalah kanabis (mariyuana) dan phencyclidine (PCP). Haya ada sedikit bukti bahwa obat-obatan ini menyebabkan ketergantungan fisiologis meski ketergantungan psikologis dapat terjadi.

Pendekatan penanganan yang intensif dan multikomponen yang dapat dilakukan untuk menangani gangguan ketergantungan dan penyalahgunaan zat diantaranya adalah pendekatan secara biologis, pendekatan behavioral, pendekatan psikodinamika serta dapat juga digunakan pendekatan secara penenganan residensial dan kelompok pendukung nonprofesional, serta pelatihan pencegahan kambuh.

Referensi: Nevid, Jeffrey S. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta; penerbit ERLANGGA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun