Mohon tunggu...
Fathurrachman Zuhdi
Fathurrachman Zuhdi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi || Media Enthusiast

Senang berdiskusi dan berbicara tentang media dan dunia kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyikapi "Tutup Kuping" KPI dan Kebijakannya

28 Juni 2021   02:07 Diperbarui: 2 November 2021   23:07 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kenapa sih KPI? Apa-apa disensor. Gak jelas banget."

"KPI harusnya urusin program TV yang gak jelas kayak sinetron tuh, isinya suka ngajarin yang gak bener."

Seperti yang kita ketahui, penyiaran di negara Indonesia diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau yang lebih kita kenal dengan sebutan KPI. Kegiatan penyiaran di Indonesia sendiri diatur dalam undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 yang mengatur tentang penyiaran.

Sebagaimana tugasnya, KPI memiliki wewenang untuk mengawasi dan menyusun berbagai peraturan terkait dengan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat. Dalam melakukannya, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga lainnya karena jangkauan pengawasan dan pengaturan yang saling berkaitan.

Dalam mengawasi jalannya penyiaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran, KPI berhubungan dengan masyarakat untuk menampung saran yang nantinya dapat dijadikan sebagai perbaikan bagi sistem pengaturan penyiaran dalam bentuk kebijakan.

Namun, ironinya malah banyak masyarakat yang mempertanyakan kebijakan yang telah dibuat oleh KPI terhadap berbagai macam hal dalam penyiaran di Indonesia. Mulai dari kebijakan dilarangnya 42 lagu Barat diputar di radio sebelum jam 10 malam, hingga program televisi yang dianggap menyalahi regulasi ataupun tidak lulus sensor.

  • KPI Melarang 42 Lagu Barat Diputar di Radio

Baru-baru ini, kita dihebohkan dengan kebijakan baru yang dilontarkan oleh KPI bahwa terdapat 42 lagu Barat yang tidak boleh diputar sebelum pukul 10 malam.

Sebagai informasi, sebelumnya regulasi terkait pelarangan pemutaran lagu Barat ini sudah dimulai sejak 2018 lalu. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat mengeluarkan kebijakan tentang pelarangan terhadap beberapa lagu berbahasa Inggris.

Kepala KPID Jawa Barat, Dedeh Fardiah, ketika itu menjelaskan bahwa berdasarkan aduan dari masyarakat, terdapat 86 lagu yang melanggar peraturan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan KPI No.02/P/KPI/03/2012 terkait Standar Program Siaran, 17 lagu diantaranya mengandung unsur seks di dalam liriknya.

Perlu diketahui juga bahwa pada tahun 2016, KPID Jabar turut melakukan hal serupa, tetapi pada lagu berbahasa Indonesia dan bergenre dangdut. Alasan yang sama, yaitu adanya unsur seks di dalam lirik lagu menjadi faktor mengapa kebijakan tersebut diambil.

Pada tahun 2021, kasus ini ramai kembali di media sosial dimana KPI melarang diputarnya 42 lagu Barat sebelum pukul 10 malam.

Mendengar penjelasan KPI terkait kebijakan yang diambil tersebut, salah satunya ialah berdasarkan aduan dari sebagian masyarakat terkait lirik di dalam 42 lagu tersebut. KPI dirasa perlu mengadakan survei lebih mendalam dan tidak hanya bergantung pada aduan sebagian masyarakat tanpa melihat masyarakat di sisi yang lain, karena melihat banyaknya protes dan ramainya kebijakan ini di masyarakat. Jika benar ini berasal dari aduan masyarakat (setidaknya mayoritas masyarakat), seharusnya kebijakan pelarangan ini menjadi tidak dipermasalahkan oleh banyak orang di media sosial. Masyarakat ramai di media sosial karena KPI dianggap telah mengekang kebebasan berekspresi dalam menyikapi beberapa karya seni berbentuk lagu.

Dalam hal ini, selaku penulis, saya berpendapat bahwa butuh adanya revisi terkait regulasi dan kebijakan yang dibuat oleh KPI karena menilai sebuah karya seni lalu menganggapnya memiliki unsur tertentu adalah hal yang subjektif. Terlebih lagi, jika memang benar sebuah lagu mengandung unsur seksual, saya rasa unsur tersebut tidak dapat membuat orang yang mendengarkannya menjadi terangsang atau terdorong untuk melakukan hal yang tidak diinginkan.

Kita semua pasti mendengarkan lagu karena suka dan mengapresiasi musik atau lirik di dalamnya. Namun, dengan sukanya kita terhadap sebuah lagu, rasanya sangat tidak mungkin seseorang bisa terangsang untuk melakukan sesuatu karena isi muatan dari lagu tersebut yang mengandung unsur seks di liriknya.

Banyak dari kita juga yang hanya menikmati lagu dari musiknya saja tanpa peduli dengan liriknya, apalagi lagu tersebut liriknya berbahasa yang tidak kita mengerti atau harus diartikan terlebih dahulu. Di samping itu, tidak semua orang memiliki aplikasi streaming lagu seperti Spotify sehingga mereka menggunakan radio sebagai media untuk mendengarkan lagu kesayangan mereka.

Dengan pelarangan lagu-lagu Barat tersebut, KPI secara tidak langsung membatasi kesempatan para penikmat lagu yang hanya bisa mendengarkan lagu secara gratis melalui radio.

  • Program Televisi Saat Ini dan Sikap KPI Terhadapnya

Sejak dulu, ada berbagai aduan dari masyarakat terkait program televisi yang tidak mendidik para penontonnya. KPI pasti menerima laporan-laporan tersebut dan menjadikannya bahan dalam pembentukan regulasi baru dalam penyiaran di Indonesia.

Namun, hingga saat ini tampaknya warganet masih saja ramai membicarakan konteks yang sama dari apa yang dibicarakan pada tahun-tahun sebelumnya, seolah-olah tidak adanya perubahan yang jelas yang dilakukan oleh KPI terhadap aduan masyarakat di media sosial.

Bahkan, jika kita semua berkunjung ke akun Instagram milik KPI, ketika kita melihat komentar di setiap postingannya, banyak sekali komentar yang berisi tentang aduan, kritik, dan saran terkait penyiaran di Indonesia, khususnya kualitas tayangan yang disuguhkan di dalam televisi.

Mayoritas masyarakat disana mengadukan tentang program televisi yang tidak bermutu, seperti beberapa acara sinetron yang isinya dinilai tidak mendidik dan acara gosip para artis yang menayangkan kehidupan pribadi di ruang publik yang dinilai merupakan pelanggaran terhadap perlindungan privasi dan kepentingan publik.

KPI tidak lama ini, mengunggah di laman media sosialnya terkait pelaksanaan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang bekerjasama dengan 12 perguruan tinggi di Indonesia. Namun, rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap sikap KPI, dinilai sebagai bentuk tindakan "menutup kuping" karena KPI sebagai wadah tidak dapat memfasilitasi dan merespons dengan baik aduan dari masyarakat akan ketidakpuasan itu.

Sebagai masyarakat awam, kita pastinya menginginkan adanya diskusi terbuka dengan pengurus KPI Pusat terkait hal-hal yang banyak diadukan di media sosial. Keterbukaan terhadap publik adalah yang masyarakat inginkan dari dulu.

  • Sikap Kita sebagai Masyarakat

Jika segala macam aduan, kritik, dan saran kepada KPI sudah diajukan, sebagai masyarakat yang bijak, cara terbaik kita selanjutnya adalah hanya tidak perlu mengonsumsi program siaran yang menurut kita tidak baik. Alangkah tidak masuk akalnya ketika kita masih tetap menonton program siaran yang kita sendiri tidak menyukainya.

Ketika kita tidak mengonsumsinya, maka program siaran yang tidak kita tonton tadi kehilangan penontonnya. Rating atau nilai dalam sebuah program dapat berkurang jika mereka kehilangan penontonnya. Ketika itu terjadi, pemasukan seperti iklan dan sejenisnya akan berkurang, yang pada akhirnya akan mengurangi biaya produksi mereka.

Karena itulah, cara terbaik untuk menghilangkan sebuah program televisi ialah dengan tidak menontonnya. Selagi sebuah program memiliki banyak penonton, dapat dipastikan umur dari program tersebut masih panjang.

Masih banyak tayangan di televisi dan program di radio yang menarik. Ditambah pula dengan berkembangnya media baru, seperti Youtube, Instagram, dan Tiktok, yang menyajikan kepada kita tontonan yang lebih beragam dan menarik. Pun, di dalamnya, kita juga bisa menjadi produser yang memproduksi program-program baru dan menarik di media baru tersebut sehingga kita tidak hanya berperan sebagai pengkritik KPI, melainkan juga menjadi produser yang dapat menunjukkan kepada KPI bahwa tontonan yang baik dan menarik menurut kita itu yang seperti apa.

Semoga KPI dapat semakin "membuka kuping"-nya dan membuka forum diskusi terbuka dengan masyarakat terkait aduan-aduan di media sosial, dan kita semua dapat menjadi masyarakat yang bijak dalam menyikapi setiap program siaran yang kita konsumsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun