Mohon tunggu...
Fathurrachman Zuhdi
Fathurrachman Zuhdi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi || Media Enthusiast

Senang berdiskusi dan berbicara tentang media dan dunia kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Penyebab Orang Lain Bisa Salah Mengartikan Perkataan Kita

21 Juni 2021   14:04 Diperbarui: 22 Juni 2021   15:51 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari, kita sebagai makhluk sosial dapat berkomunikasi dengan cara yang bermacam-macam, seperti berdiskusi, bernyanyi, berkomedi, hingga melakukan aksi tanpa verbal seperti memberikan kode ke gebetan. Bahkan, hampir setiap saat kita pun berkomunikasi dengan diri kita, seperti ketika ingin memilih satu dari dua pilihan, pasti kita ada proses negosiasi dan berunding dalam diri untuk menentukannya.

Komunikasi merupakan hal yang sangat melekat pada makhluk hidup. Berkomunikasi merupakan cara makhluk hidup untuk dapat mengerti dan dimengerti oleh makhluk hidup lainnya. Prof. Deddy Mulyana, Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, menuliskan dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, bahwa Bernard Berelson dan Gary A. Steiner mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah tindakan atau proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan semacamnya. Adapun hal yang ditransmisikan dapat berupa kata-kata, simbol, gambar, grafik, figur, dan semacamnya.

Proses transmisi atau pemberian pesan tersebut dapat dikatakan berhasil jika makna pesan yang dimaksud oleh pengirim sama dengan makna yang diartikan oleh penerima pesan. Dalam artian, komunikasi dapat dikatakan berhasil jika terjadi kesamaan makna antara pemberi dan penerima pesan. Orang yang mendengarkan harus bisa memaknai dengan tepat perkataan yang dilontarkan orang yang berbicara dengannya.

Sebagai contoh: Seorang pembicara seminar memberikan ilmunya melalui paparan presentasi. Pembicara seminar dapat dikatakan berhasil dalam memberikan ilmunya apabila para peserta seminar dapat memahami paparan presentasi yang diberikan olehnya.

Namun, terkadang proses komunikasi dalam penyampaian pesan ini kerap terjadi ketidaksesuaian dengan apa yang direncanakan oleh si pengirim pesan. Pesan yang diberikan sering kali salah penafsiran dan terjadi miskonsepsi antara pengirim dan penerima pesan. Seharusnya pesan yang dikirim memiliki arti A, tetapi penerima pesan memahaminya sebagai B.

Jika kita menggunakan contoh yang sama seperti kasus pembicara seminar tadi, maka dapat dicontohkan seperti ini:

Ketika pembicara seminar memaparkan presentasi dan di dalamnya ia mengatakan “rata-rata orang sukses itu memiliki jam tidur yang sedikit”. Lalu, sebagian peserta ada yang mengartikan bahwa pembicara seminar itu menganjurkan para peserta untuk memotong jam tidur mereka. Penafsiran ini jika dipikirkan kembali, belum tentu seperti apa yang diartikan. Perlu adanya penjelasan lebih lanjut dari si pembicara seminar tadi. Apakah benar peserta harus memotong jam tidur mereka? Atau sebenarnya itu hanya contoh data yang ingin disampaikan saja?

Kasus semacam di atas mungkin sering kita rasakan. Contoh kasus yang mungkin bisa dikatakan sangat relevan pada zaman sekarang ini yaitu ketika kita memuji seseorang dan memang berniat memuji karena penampilannya sedang bagus kala itu, tetapi justru seseorang yang kita puji membalasnya dengan “Pasti ada maunya ya?”.

Pastinya ini terasa sangat aneh dan mungkin menyebalkan ya, karena niat awal kita yang baik tadi justru malah dimaknai sebagai sesuatu yang dilandaskan karena ingin mendapatkan imbalan semata. Dan kita yang memuji biasanya langsung dicap tidak ikhlas dalam memberikan pujian tersebut.

Faktor utama dalam permasalahan ini adalah perbedaan persepsi. Apa itu persepsi?

Menurut Prof. Deddy Mulyana, persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rancangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan inti dalam komunikasi. Jika persepsi tersebut tidak akurat, proses komunikasi yang terjadi bisa kita katakan kurang efektif.

Dalam hal ini, sangat menyebalkan memang jika kita berada di posisi sebagai pemberi pesan atau komunikator. Namun, kita juga tidak dapat langsung menyalahkan si penerima pesan atau lawan bicara kita, karena salah penafsiran itu bisa saja bukan sebuah andaan, melainkan penafsiran yang serius dari apa yang penerima pesan itu pikirkan.

Lalu mengapa hal itu bisa terjadi? Kenapa si penerima pesan bisa salah mengartikan pesan yang kita kasih?

  • Perbedaan Pengalaman, Lingkungan, dan Budaya

Setiap manusia memiliki kehidupannya masing-masing. Sudah pasti tidak semua manusia memiliki pengalaman dan lingkungan yang sama dalam menjalani hidup sehari-hari. Walaupun ada kesamaan pengalaman dan lingkungan, setiap manusia pasti ada perbedaan respon atau efek terhadap pengalaman dan lingkungan yang dipunyai tersebut.

Adapun ketika kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar kebudayaan yang berbeda, maka ada beberapa unsur yang memengaruhi proses penafsiran pesan atau persepsi tersebut, seperti kepercayaan, orientasi kegiatan, hingga organisasi sosial.

Sebagai contoh, ada seorang bernama Mawar. Ia biasa tinggal di lingkungan yang sepi dan serba serius dalam menanggapi sesuatu. Suatu hari Mawar pindah ke tempat yang ternyata warganya suka mengadakan pesta seni mingguan. Pentas seni yang dilaksanakan rutin per-minggunya itu telah membuat warga di tempat itu mempunyai kepribadian yang “ramai” dan suka bersenda gurau satu sama lain.

Pada suatu hari, ada pengumuman terkait pesta seni mingguan tersebut. Salah satu warga setempat mengunjungi rumah Mawar untuk mengundangnya ke pentas seni tersebut. Warga setempat tersebut mengajaknya dengan kalimat-kalimat yang biasanya diterima dengan baik dan dianggap ramah oleh mereka. Namun, Mawar yang terbiasa tinggal di lingkungan yang sepi dan merupakan pribadi yang serius dalam menanggapi suatu hal merasa dilecehkan, dan menafsirkan tindakan ajakan warga tersebut menjadi tindakan perundungan terhadap warga yang baru pindah.

Hal tersebut membuat warga setempat yang berkunjung merasa aneh dan terkejut dengan respon Mawar. Niat baik mereka ternyata diartikan berbeda 180 derajat oleh Mawar, padahal sebelumnya tidak pernah ada warga yang mengartikan ajakan tersebut seperti itu.

Dalam contoh kasus ini, kita sebenarnya tidak bisa menyalahkan salah satunya. Mawar dan warga setempat mempunyai perbedaan pengalaman dan lingkungan. Keduanya juga bisa dikatakan sama-sama salah, karena menyamaratakan perlakuan kepada orang yang baru dikenal.

Hal tersebut disebabkan dari banyak hal, seperti kekurangan informasi, culture shock, hingga berprasangka buruk yaitu dengan cara menstrereotipkan berdasarkan persepsi yang dihasilkan.

  • Adanya Gangguan

Sebagai makhluk hidup yang menjalani kehidupan di dunia ini pasti akan ada gangguan di setiap aspek kehidupannya. Salah satunya ketika kita berkomunikasi. Dalam model komunikasi yang dipopulerkan oleh Shannon dan Weaver, terdapat beberapa unsur seperti information source/sumber informasi, transmitter/alat, channel/saluran, reciever/penerima, dan destination/sasaran. Adapun terdapat unsur di luarnya yang dinamai dengan istilah noise atau gangguan. Noise ini adalah segala macam bentuk gangguan yang dapat memengaruhi pengiriman pesan.

Model Komunikasi Shannon and Weaver (Sumber: researchgate.net)
Model Komunikasi Shannon and Weaver (Sumber: researchgate.net)

Sebagai contoh, sumber adalah diri kita sendiri, transmitter atau alat yaitu mulut kita, saluran adalah udara, penerima adalah lawan bicara, dan sasaran adalah pemahaman lawan bicara.

Ketika kita sedang memerhatikan guru atau dosen yang sedang mengajar, terkadang muncul beberapa faktor dimana kita sulit memahami apa yang guru atau dosen ajarkan. Noise atau gangguan ini bisa saja berupa tubuh kita yang mengantuk, banyak nyamuk di kelas, atau notifikasi pesan dari handphone kita. Gangguan tersebut menjadi penyebab ilmu yang diajarkan oleh dosen atau guru di kelas tidak sampai pada sasaran yaitu pemahaman kita.

…..

Kedua penyebab di atas pastinya bisa kita atasi. Apabila kita menjadi pengirim pesan atau komunikator, maka kita harus memastikan apakah lawan bicara kita mengerti maksud perkataan kita. Tanyakan kembali kepada lawan bicara kita, pastikan pemahaman mereka selaras dengan maksud pesan yang kita kirimkan.

Apabila kita menjadi penerima pesan dan merasa ragu dengan pemahaman kita terhadap pesan atau kalimat yang diberikan si pengirim pesan, maka ada baiknya kita menanyakan ulang maksud dari pesan yang disampaikannya. Dengan begitu, selain dapat membantu terjadinya kesepahaman makna pesan, kita sebagai penerima pesan juga semakin paham dengan pesan yang diberikan.

Terakhir, untuk mengatasi ketidaksamaan makna dalam komunikasi, sebagai manusia yang diberikan akal semestinya kita dapat mempelajari dan mencari informasi-informasi terkait budaya maupun pengalaman keseharian orang-orang agar kita jadi lebih tahu berbagai macam sudut pandang yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial ketika berkomunikasi sehingga kita dapat lebih bisa memperlakukan lawan bicara kita dengan baik.

Penyebab dan solusi di atas ditulis berdasarkan pengetahuan saya selaku penulis artikel. Jika ada hal yang tertinggal atau keliru, pembaca sekalian dapat menambahkan sekaligus mengoreksinya di kolom komentar di bawah. 

Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik dan bijak dalam menerima dan menyampaikan informasi sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun