Seiring dengan perkembangan teknologi yang rapid, dan penyebaran informasi yang semakin mudah, segala hal dapat dilakukan dengan cara yang tentunya lebih mudah efektif dan efisien.Â
Akan tetapi, justru dengan berkembangnya hal-hal  tersebut, dapat menjadi malapetaka dalam beberapa bidang. Kasus terbaru yang menjadikan manusia seakan terisolasi, menjauh akan interaksi satu sama lain, yakni penyebaran virus Korona hingga di tetapkan sebagai pandemi oleh Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku kepala WHO pada senin (9/3/2020).Â
Penyebaran virus yang sangat cepat meluas salah satunya di sebabkan oleh perkembangan transportasi yang semakin modern. Akses penerbagan antara satu Negara tempat virus tersebar ke Negara lain yang belum terinfeksi oleh virus masih di buka. Sehingga semula kasus yang berawal dari Wuhan bisa cepat menyebar ke Italia dengan predikat kasus terbanyak kedua setelah China.Â
Iran dengan angka 13.000 lebih kasus menjadikan nya Negara dengan kasus Korona terbanyak ketiga di dunia. Jika dilihat dari sudut geografis antara tiga Negara tersebut, masing-masing memiliki jarak yang sangat amat jauh apabila kita komparasikan dengan jarak Cina dan Korea Selatan (8.000 lebih kasus) dan jarak antara Iran dan Turkey (yang hanya memiliki 18 kasus).Â
Dari data di atas, bisa di simpulkan bahwa jarak geografis antar Negara tidak menentukan faktor penyebaran virus korona melainkan akses transportasi antar Negara tersebut.
Selain akses transportasi, antisipasi pemerintah juga menjadi kunci penyebaran virus korona di berbagai belahan dunia. Italia dengan kasus yang meluap hanya dalam 18 hari, kasus yang sebelumya hanya 4 meruap menjadi 9 ribuan lebih kasus juga dapat di karenakan lambatnya antisipasi dari pihak pemerintah Italia menjadikan kasus lebih cepat menyebar dibandingkan dengan Negara yang mengantisipasi virus dengan cepat. Turkey bisa disebut sebagai salah satu Negara dengan gerak cepat dalam melindungi warganya dari infeksi virus.Â
Walaupun hanya terdapat 18 kasus yang baru di konfirmasi (dilansir dari data worldometers.info), tetapi pemerintah turki telah mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan untuk menutup akses bagi warganya untuk keluar dari rumah.Â
Diantara kebijakan-kebijakan tersebut adalah :Â
1. semua pelajar di beberapa sekolah di liburkan selama satu pekan kedepan dan akan di buka kembali dengan kelas online. Sedangkan mahasiswa diliburkan selama tiga pekan, mulai dari 16 maret 2020 sampai 5 April 2020. Hal tersebut dipicu mungkin karena banyaknya mahasiswa internasional yang melanjutkan studi di Turki dan ditakutkan ada yang terinfeksi virus.
2. Para pendatang dari luar negeri juga harus masuk ke karantina bandara selama 14 hari sampai dinyatakan negatif dari Korona. Mau itu warga lokal ataupun turis pendatang.Â
3. Setiap sudut stasiun metrobus juga di sediakan sanitizer (disinfektan) untuk menetralisir tangan dari bakteri yang "mungkin" bisa mengandung unsur virus korona.Â
Jadi, siapapun yang baru keluar dari bus, dapat men-sanitize tangan nya setelah mungkin memegang peralatan-peralatan umum. Dengan begitu, virus-virus yang terdapat di tangan warga mati dan tidak menyebar ke warga lainnya.
Antisipasi yang cepat dari pemerintah Turki menyebabkan pertumbuhan virus tidak secepat penyebaran virus di Negara-negara yang telah banyak terinfeksi.Â
Langkah-langkah berikut mungkin dapat di praktekan oleh pemerintah Indoesia guna menghambat penyebaran virus korona terhadap masyarakat.Â
Mungkin ini beberapa info yang mungkin bisa menjadi bahan bacaan bagi teman-teman untuk virus korona di Turki, di tulisan selanjutkan saya akan mengulas pengalaman mahasiswa menghadapi virus korona di Turki. See you on top.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H