Februari 2011, waktu yang menjadi sejarah masyarakat Mesir dalam mengahadapi rezim yang telah memerintah tanah pyramid itu selama puluhan tahun. Hosni Mubarak, presiden yang telah memerintah Mesir selama 3 dasawarsa (1981-2011) berhasil longsor dari jabatan karena tuntutan rakyat seperti halnya peristiwa reformasi 1998 yang terjadi di Indonesia.
Jatuhnya rezim Hosni Mubarak, menjadi angin segar bagi rakyat Mesir untuk memilih pemimpin negara mereka secara demokratis untuk pertama kalinya. setelah sekian kurun waktu, pemimpin dipilih dengan hanya "men-cover-kan" demokasi dalam pemilihan.
30 Juni 2012, menjadi awal kekuatan baru bagi umat islam masyarakat Mesir. Pasalnya, Muhammad Mursi resmi dilantik menjadi presiden Mesir yang pertama, yang terpilih dari suara rakyat mereka sendiri. Sosok yang pernah menjabat sebagai General secretary di Non-aligned movement (NAM) ini merupakan sosok yang menjadi tipikal pemimpin ideal dan di cintai rakyat Mesir, terlebih bagi para Muslim.
Beliau telah menjaga hafalan nya selama lebih dari 40 tahun dan gencar menyerukan pembukaan blokade Israel terhadap Palestina dengan tujuan suplai bantuan dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia bisa masuk ke tanah Palestina.
Keteguhan hati beliau dalam merelasikan ilmu dunia dan ilmu Qur'an yang telah di hafal, menjadikan kebijakan-kebijakan yang di keluarkan membuahkan hasil positif bagi perkembangan umat Muslim dunia, dan tentunya menjadi ancaman tersendiri bagi pihak oposisi.
kekuasaan Mesir kala itu tidak di pegang penuh di bawah presiden, melainkan terbagi kepada PM yang pada masa itu di jabat oleh Abdel Fattah El-sisi. El-sisi dengan kekuatan militer yang dimiliki dan gerakan anti-Mursi mencoba melakukan kudeta terhadap presiden kelima Mesir tersebut yang akhirnya pada tanggal 3Juli 2013, kekuasaan yang baru di emban selama kurang lebih satu tahun satu bulan tersebut berhasil tumbang secara paksa oleh pasukan arahan El-sisi. Pengkudetaan di lakukan dengan hasil penangkapan dan isolasi terhadap Muhammad Mursi.
Beliau akan di biarkan bebas "jika" mengakui kekuasaan yang di miliki oleh El-sisi dan tentu saja syarat tersebut di tolak mentah-mentah oleh Mursi, karena beliau tidak akan pernah setuju dengan berdirinya rezim dzalim yang jauh dari islam memimpin negara tempat lahirnya ilmu-ilmu pengatahuan.
03 Juli 2013, kurang lebih satu tahun masa pemerintahan berjalan, kudeta terjadi, dan menjadikan kondisi politik Mesir memanas dengan konflik yang terjadi di penjuru negara. Kemenangan memihak kepada pihak dzalim oposisi, El-sisi. Muhammad Mursi ditahan dan diisolasi di dalam sel yang lebih layak di sebut sebagai sel siksa.
Beliau hanya tidur dengan beralaskan 2 selimut, menahan rasa sakit yang datang menghampiri, tidak diberi makanan yang layak dan tidak di perkenankan menyentuh pedoman hidup beliau yaitu mushaf Al-Qur'an. Beliau hanya menginginkan menyentuh apa yang telah menyinari hati dan fikiran nya selama ini, hanya ingin menyentuh, tidak lebih.
Dengan kata lain, kepemerintahan El-sisi telah melakukan pelanggaran HAM atas Muhammad Mursi. Jika di liput dari TURKID, Pelanggaran HAM terhadap Mursi juga meliputi: lebih dari 60.000 tahan politik yang di penjara oleh rezim pengkudeta, lebih dari 2532 orang di berikan hukuman gantung dan 165-nya telah di eksekusi, lenih dari 10.000 sipil hilang yang kemungkinan mereka di bunuh, hingga terjadi tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan oleh pihak rezim.