Mohon tunggu...
Fathur Rachim
Fathur Rachim Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Abad 21

Pengamat Pendidikan, Narasumber Nasional terkait Asesmen dan Bank Soal, Teknologi Pendidikan, STEAM, Computational Thinking, E-learning dan Kebijakan Pendidikan. Aktif di HIPPER Indonesia (hipper.or.id), Google Certified, INTEL Education Visionaries Ambassador. Pengalaman benchmarking dalam bidang pendidikan ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Amerika, Korea Selatan dan India. (www.fathur.web.id)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemda Bisa Menjadi "Tersangka Genosida" Jika Memaksakan PTM Terbatas?

3 September 2021   12:29 Diperbarui: 3 September 2021   17:30 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal tersebut sangat wajar sekali mengingat sebagian besar mereka memang tidak pernah memperoleh pendidikan di LPTK untuk penguasaan kompetensi pedagogis, profesional, sosial dan spiritual, mereka tidak memiliki kemampuan bagaimana memotivasi, mendampingi bahkan mengajarkan konten mata pelajaran kepada putra-putrinya.

Negara harus hadir, dalam hal ini kemendikbud pastinya sudah memiliki data mengenai kelemahan-kelemahan PJJ, mestinya data-data tersebut ditindaklanjuti  dengan kebijakan-kebijakan untuk menekan bahkan memperbaikinya baik disisi sarana prasarana, kompetensi guru dan SDM pendidikan, menyiapkan platform dan kontennya, sampai dengan membentuk budaya si pembelajar-nya.

Sama halnya dengan pelaksanaan AN kedepan, kita sebenarnya sudah punya banyak data mengenai kekurangan pendidikan kita yang selama ini dilaksanakan dan selalu dinilai melalui internal kemendikbud (UN, PMP, AKSI, Dapodik dst) dan oleh pihak eksternal seperti PISA dan TIMSS serta World Bank yang menyatakan bahwa tingkat literasi peserta didik kita itu sangat rendah, masuk 10 besar terbawah dan hasilnya tidak berbeda jauh dari tahun ketahun. 

Bukannya memperbaiki kebijakan pendidikan dan proses pembelajarannya berdasarkan hasil/data yang sudah ada, malah kemendikbud kembali mengadakan AN (ujian/tes) untuk memperoleh data yang baru. Jika siswa terus diuji, kapan waktunya untuk memperbaiki?

Kemendikbud tidak pernah memiliki master plan yang utuh/holistik menghadapi kondisi semacam ini yang bisa saja terus berulang di tahun-tahun mendatang. Bisa saja akan ada Coronavirus-2022, Influenzavirus-2023, Rhinovirus-2024, Syncytialvirus-2025, atau Badai/cuaca ekstrim-2026 yang mengharuskan orang tetap berada dirumah serta berbagai jenis bencana lainnya. 

Seharusnya belajar dari pandemi covid-19 yang sudah lebih dari setahun ini, mestinya telah ada cetak biru pendidikan yang didalamnya memuat mengenai penanganan permasalahan atau kondisi semacam ini. Sehingga ketika ada kondisi serupa, sekolah dengan guru tinggal Flip saja.

Saatnya memperbaiki pendidikan kita dengan memanfaatkan data dan informasi yang sudah dimiliki oleh kemendikbud, termasuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas PJJ untuk kepentingan peserta didik kita, terlebih jika PJJ terus berlanjut kedepannya. 

Lonjakan Covid-19 Di Amerika Pada Anak-Anak

Sementara itu kantor berita Reuters merilis informasi mengenai lonjakan jumlah anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 di Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi lebih dari 1.902 pada Sabtu, 14 Agustus 2021, ketika rumah sakit di seluruh Selatan diperluas untuk menangani wabah yang disebabkan oleh varian Delta yang sangat menular. 

Varian Delta, yang menyebar dengan cepat di antara sebagian besar populasi warga AS yang tidak divaksinasi, telah menyebabkan lonjakan rawat inap dalam beberapa pekan terakhir, menurut data dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS.

Anak-anak saat ini merupakan sekitar 2,4% dari rawat inap COVID-19 di negara itu. Anak-anak di bawah 12 tahun tidak memenuhi syarat untuk menerima vaksin, membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi dari varian baru yang sangat menular.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun