Istilah Computational Thinking saat ini sedang naik daun, terlebih ketika Mata Pelajaran Informatika resmi masuk kedalam struktur kurikulum 2013 melalui Permendikbud Nomor 35, 36 dan 37 tahun 2018.Â
Dalam lampiran permendikbud 37 tentang Kompetensi Inti / Kompetensi Dasar (KI/KD) Informatika, Computational Thinking (Berpikir Komputational) menjadi lingkup materi tersendiri, bahkan dipandang menjadi CORE dari mata pelajaran Informatika dan pembeda yang "signifikan" dengan mata pelajaran pendahulunya TIK, yang merupakan bagian dari Informatika.
Berpikir Komputational adalah teknik pemecahan masalah (problem solving) yang sangat luas wilayah penerapannya. Tidak mengherankan bahwa memiliki kemampuan tersebut adalah sebuah keharusan bagi seseorang yang hidup pada abad ke dua puluh satu ini. Seperti juga bermain musik dan belajar bahasa asing, Computational Thinking melatih otak untuk terbiasa berfikir secara logis, terstruktur dan kreatif.
Computational Thinking (CT) adalah sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran. CT memang memiliki peran penting dalam pengembangan aplikasi komputer, namun CT juga dapat digunakan untuk mendukung pemecahan masalah disemua disiplin ilmu, termasuk humaniora, matematika dan ilmu pengetahuan.Â
Siswa yang belajar dimana CT diterapkan dalam kurikulum (proses pembelajaran) dapat mulai melihat hubungan antara mata pelajaran, serta antara kehidupan di dalam dengan di luar kelas.
Penulis mengenal lebih intensif mengenai Computational Thinking ini saat Google Asia-Pasipic (APAC) meluncurkan program pelatihan Computational Thinking  untuk Leader Google Educator Group (GEG) di seluruh Asia Pacipic pada pertengahan Juli tahun 2015.Â
Selanjutnya AGTIFINDO.OR.ID dimana banyak para Leader GEG di Indonesia saat ini tergabung (GEG East Jakarta, GEG Kalimantan Timur, GEG Surabaya, GEG Makassar, GEG Bogor, dan beberapa GEG lainnya) mengadakan pelatihan Computational Thinking ini secara tatap muka (onsite) dengan disupport oleh Google APAC serta Google Indonesia baik dalam bentuk sistem pelatihannya hingga konsumsi dan sovenir kegiatannya dibeberapa daerah di Indonesia.
Pelatihan Computational Thinking meskipun menggunakan teknologi daring, namun telah didesign Google untuk bisa mentransfer pengetahuan tersebut kepada peserta pelatihan karena juga menerapkan metode Blended Learning.
Saat itu, pelatihan ini hanya bisa diikuti dalam kalangan terbatas dan terdaftar di keanggotaan GEG. Namun beberapa waktu berselang, konten dan pelatihan ini sudah bisa diakses secara umum dan terbuka untuk seluruh guru dalam meningkatkan kemampuan dan pemahaman mereka mengenai Computational Thinking. Pelatihan ini bisa diikuti melalui link Kursus Online CT.
1. Menurunkan KD menjadi Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
2. Membuat Indikator Soal
3. Bentuk Pengukuran dan Pengujiannya berbasis Performance Test yang lebih cocok pada Penilaian Proses, sehingga akan mengalami kendala ketika harus diujikan dalam Penilaian Akhir Semester (PAS) dan Penilaian Akhir Tahun (PAT) yang dilapangan hanya dominan menguji KI 3 (Pengetahuan).
Berpikir Komputasional dan Praktik Lintas Bidang merupakan PENDEKATAN dan METODOLOGI guru sekaligus syarat dalam membelajarkan dan pembudayaan Informatika. Akan cukup SULIT sekali untuk menguji metodologi guru dalam sebuah pembelajaran karena Target pembelajaran adalah siswa, terlebih jika yang diuji adalah pengetahuan.
Berfikir Komputasional (CT) dan Praktik Lintas Bidang (STEMA) jika diterapkan di Mata Pelajaran lain sekalipun seperti MATEMATIKA misalnya, pasti akan memiliki kendala yang sama. Kendalanya yakni jika harus diujikan secara teoritis/pengetahuan.
Berfikir Komputational merupakan CORE Informatika Bahkan Basic Skill yang ke-4 setelah MEMBACA, MENULIS dan BERHITUNG. Bagaimana cara menguji kemampuan siswa dalam MENULIS ? atau MEMBACA misalnya ? terlebih jika harus diuji secara Pengetahuan ? Ini merupakan PR tersendiri yang harus dicarikan solusinya.
Di negara India, Korea dan beberapa negara bagian di Amerika, Computational Thinking tidak secara langsung diajarkan dalam bentuk kompetensi (KD) akan tetapi dalam bentuk budaya dengan pembiasaan Coding Skill. Menurut mereka Coding Skill (pemrograman) bukan untuk mencetak siswa menjadi jagoan-jagoan atau programmer handal, akan tetapi untuk menjadikan siswa "terbiasa berfikir komputational".
Di India, siswa sejak grade 1 hingga grade 10 mendapatkan materi Informatics dan Computer Science (WAJIB), pada grade 11 -- 12 ( SMA kelas 11 -- 12), Informatics dan Computer Science merupakan mata pelajaran PILIHAN pada jurusan yang dipilih. Informatics untuk siswa yang berada dijuruan Sosial dan sejenisnya (IPS/Bahasa), sedangkan Computer Science untuk jurusan Exact/Science Murni (MIPA).
India seperti kita ketahui merupakan negara pencetak programer, bahkan banyak orang India atau keturunan India yang sukses menjadi CEO dan masuk dijajaran pimpinan-pimpinan perusahaan teknologi raksasa dunia di Amerika. Kurikulum nasional India membagi TIK kedalam dua mata pelajaran saat dikelas 11-12 yakni Informatics dan Computer Science.
Tertuang juga di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H