Pada dasarnya, penyensoran akan dilakukan berdasarkan kesepakatan rating usia yang diinginkan pihak rumah produksi dan keputusan akhir dari LSF.Â
Adegan-adegan seperti pornografi, kekerasan, sadisme hingga penggunaan narkotika bisa saja lolos untuk kategori usia 21 tahun keatas, namun adegan-adegan tersebut tentunya akan dipenggal habis-haisan jika disesuaikan untuk kategori rating usia 13 tahun ke atas. Adegan-adegan yang memancing penyensoran tetap saja dilarang untuk disajikan secara ekplisit.Â
Menurut aturan kategori rating usia LSF, untuk kategori 17 tahun keatas, muatan film yang sensitif dituntut untuk disajikan secara proporsional dan edukatif, sedangkan untuk kategori 21 tahun keatas, muatan film yang sensitif disajikan secara tidak berlebihan.Â
Maka pada akhirnya, para pembuat film lokal dengan visi yang liar dan gemar bermain dengan unsur sensitif tetap tidak memiliki porsi yang utuh dalam berekspresi dan berkreasi lewat media film.
Di era media baru seperti sekarang, masyarakat semakin mudah dalam mengakses berbagai konten digital yang tersedia. Salah satunya adalah film yang kini bisa diakses dimana saja dan kapan saja lewat platform OTT (Over-the-top).Â
Film-film yang tersedia di layanan OTT tersebut tidak melewati proses penyensoran oleh KPI maupun LSF, sehingga semua jenis film dengan muatan konten apapun bisa dengan mudah diakses oleh masyarakat yang berlangganan OTT.Â
Menyikapi hal tersebut, LSF membuat kampanye Sensor Mandiri yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat untuk pintar dalam memilah dan memilih film yang sesuai dengan kategori usia.Â
Kampanye tersebut tentunya sebagai upaya realisasi dari tupoksi LSF dalam menjaga tontonan yang akan dikonsumsi masyarakat secara bebas. Terlebih lagi, film selain sebagai karya seni juga merupakan suatu produk budaya yang dapat mempenetrasikan muatannya kepada penonton.
Tentu penonton harus bijak dan open-minded dalam memilih tontonan yang akan mereka konsumsi, sehingga semua muatan budaya asing ataupun muatan sensitif tidak akan mempengaruhi pemikiran serta memicu perbuatan buruk.
Gerakan sensor mandiri ini tentunya bisa dibilang positif dan memberi kebebasan kepada penonton, tanpa harus adanya pemenggalan adegan di sana-sini, pembatasan konten yang 'layak' atau 'tidak layak' hingga pembatasan kebebasan para sineas dalam menyampaikan gagasannya lewat film. Nah, itu berlaku untuk film-film yang beredar di OTT,Â
sedangkan di bioskop? apakah film-film bioskop juga bisa menerapkan hal serupa? Film beredar tanpa pemenggalan, menerapkan sensor mandiri dan memberi kebebasan kepada penonton untuk memilih tontonan mereka? Sayangnya tidak.Â