Mohon tunggu...
Fathur Fdj
Fathur Fdj Mohon Tunggu... Pewarta Lokal -

Pewarta Lokal

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Unik Kehidupan Rumah Lanting Rawa Sungai Buluh

24 Juli 2016   12:36 Diperbarui: 26 Juli 2016   16:56 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Rumah Lanting (Doc. Antara Kalsel)

Komunitas warga yang mendiami rumah lanting di Hulu Sungai Tengah. Propinsi Kalimantan Selatan  terdapat di Awang LandasDesa Sungai Buluh dan Mantaas Kecamatan Labuan Amas Utara sekitar 35kilometer dari Barabai Ibu Kota Kabupaten, rumah lanting di AwangLandas Sungai Buluh berjumlah 27  buah yang dihuni 27 Kepala Keluarga.

Warga Awang Landas Jantra menjelaskan  untuk menuju komunitas rumahlanting Awang landas tidak bisa menggunakan jalur darat hanya dapatditempuh dengan menggunakan jukung atau kelotok dengan perjalanan 15menit hingga 30 menit dari Sungai Buluh, dengan memintakan jasa ojekkelotok.

Rumah lanting dibangun, kata dia dari potongan ratusan "haur" ataubambu besar yang disusun sebagai dasar, lantai dan dindingnya dari kayu sementara atapnya dari daun rumbia ukuran lebarnya bervariasitergantung jumlah keluarga  rata-rata  kurang lebih 3 x 5 meter.

Untuk menjaga agar rumah lanting tidak larut, kata dia di dasartanah dibuat "Kalung-Kalung" atau penahan dari kayu berfungsi sebagaiporos dan diikatkan dengan tali besar ke rumah lanting hingga rumahlanting tidak larut oleh arus air.

"Bagi yang tidak biasa tinggal di rumah lanting, bisa agak pusingkarena rumah lanting bergerak berputar  namun tetap  berada diporosnya,sekali-kali juga bergoyang-goyang terkena gelombang mirip berada didalam Kapal" kata dia.

Jumlah Warga Awang Landas, kata dia berkisar 300 jiwa sebagianmenempati rumah lanting dan sisanya  telah membangun rumah lebih layakdengan tongkat kayu setinggi 3 meter sehingga lebih aman dari angin dangelombak ombak yang datang tiba-tiba.

Angin dan Gelombak yang besar, kata dia bahkan beberapa waktu lalumerobohkan beberapa rumah lanting di lingkungannya, warga dapatmenyelematkan diri sementara peralatan rumah tangga berhamburan dansebagian pecah.

Beberapa warga memilih pindah tempat, kata dia dikarenakan kondisirawa masih rawan dan sering diterpa angin dan gelombang besar bahkandiantaranya  warga  rumah lanting pindah ke daerah Babirik, Hulu SungaiUtara kawasan terdekat dengan kampung mereka.

Kerbau Rawa pun ikut pindah, kata dia disebabkan menipisnya rumputmakanan yang tersedia di rawa awang landas padahal sebelumnya terdapatbanyak kandang, dulunya pemandangan kerbau rawa terlihat setiap hari,berenang merumput di lingkungan sekitar karena menipisnya bahan makananmaka mereka dipindah ke desa Sungai Buluh oleh para Pemilik.

Menurut informasi warga, kata dia di lingkungan rawa yang merekatinggali sekali-kali juga ditemui buaya liar, keberadaan buaya inidiketahui warga setelah ada beberapa warga yang menggunakan jukungmenabrak badan buaya yang berenang, sepanjang sepengetahuan wargabuaya-buaya ini tidak membahayakan.

Sementara Tokoh Masyarakat Jamhari menjelaskan mereka telah turunmenurun bertempat tinggal di daerah rawa dan rumah lanting, sangatsulit meninggalkan pola hidup yang terbentuk lama dan hidup menjadinelayan di perairan Hulu Sungai Tengah.

Untuk kehidupan sehari-hari, kata dia sebagian warga yang mampumenggunakan alat transfort tunggal yaitu jukung bermesin buatan TapusAmuntai, Rantau Bujur atau pun dari Mantaas yang dibeli dengan hargaRp. 3.700.000,- hingga Rp. 5.300.000,- sementara warga lainnyamenggunakan jukung tradisional.

"Hidup di tengah rawa tak bedanya hidup di lautan sepanjang matamemandang terdapat hamparan air, kalau tak punya jukung atau kelotoktidak bisa kemana-mana, mati pikir jadinya"katanya.

Bahkan untuk penerangan, kata dia karena di awang landas daerahperairan  yang dikeliling rawa tanpa daratan sehingga PLN tidak bisaberoperasi, di malam hari warga secara umum menggunakan penerangan darilampu minyak tanah, bagi yang mampu menggunakan genset itu pun hanyauntuk satu atau dua jam saja.

Ada Bantuan Alat Listrik Tenaga Surya, kata dia dulu dariPemerintah namun karena tidak semua Kepala Keluarga mendapatkan sertaaki kecil dan ada yang ditembak petir sehingga warga kembalimenggunakan lampu dari minyak tanah.

Penghasilan utama dari perikanan, kata dia dari tahun ke tahun mengalami penurunanpenghasilan dengan menggunakan perangkap ikan tradisional sepertiLunta, Ringgi dan Lalangit dalam sehari Nelayan mendapatkan Rp.20.000,- hingga Rp. 25.000,-  bahkan kadang belum balik modal untuk BBMdan Konsumsi.

Salah satu Kepala Keluarga Penghuni Rumah Lanting Kusran,menjelaskan dirinya tetap memilih tinggal di rumah lanting karenakondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk dapat berpindah tempattinggal, bersama istrinya Salasiah dan dua anaknya menghabiskanaktifitas sehari-harinya di rumah lanting yang sudah puluhan tahunditempati.

"Pertanian di daerah ini hampir tidak bisa dilakukan, karena saatkemarau tanah kering kerontang, warga tetap mencari ikan untuk matapencarian utama di lahan-lahan yang telah surut" kata dia.

Hampir tak ada pilihan, kata dia demi menghidupi keluarganya bergantung dariketerampilan menangkap ikan menggunakan ringgi dan lunta untukmenjaring lampam dan baung, kadang sehari mendapatkan 5 kilo dijualRp.5.000,-/kilo hampir pas-pas an untuk biaya hidup dan keperluananak-anaknya.

Bila air pasang dan ombak tinggi, kata dia tingginya dua meterlebih bahkan sampai ke ranjang dan satu kali pernah menghempaskan rumahlantingnya hingga hancur, untungnya seluruh anggota keluargaterselamatkan dengan menggunakan jukung yang ada di muka rumah, setelahmusibah itu rumah lanting dibangun lagi sebagian tetap menggunakanpuing- puing bangunan lama.

Tersedia Air bersih untuk keperluan keluarga, kata dia untukdiminum dipompa dari Pompa Tangan di Mesjid Nurul Huda sekitar 300meter dari rumahnya  sementara untuk mandi, cuci dan Kakus dari Airrawa.

Pendidikan Anak tetap diutamakan, kata dia di Awang Landasterdapat SDN 3 Sungai Buluh meski anaknya tidak dapat belajar tiap harikarena bila air pasang dan langit mendung sekolah diliburkan begitupunpara pengajar untuk dapat mengajar harus dijemput dari Sungai Buluh,kondisi ini tidak menyurutkan semangat belajar anak didik menuntut ilmu.

Untuk kelanjutan pendidikan , kata dia mayoritas warga Awang landasmenyekolahkan anaknya di SMPN Labuan Amas Utara atau pun di PondokPesantren Ibnul Amin Pemangkih dan mesti memiliki jukung atau kelotoksendiri.

Harapan untuk Perbaikan kehidupan warga, kata dia sangat diharapkanPemerintah Kabupaten HST dapat melakukan pengerukan sungai sehingga airdapat tertampung dalam satu alur dan gelombang ombak dapat terkendalitidak menghantam rumah warga.

Begitupun untuk menunjang pendidikan, kata dia perlu dibuatkandibuatkan titian dari kayu dari Sungai Buluh hingga Awang Landas,menghubungkan Sekolah dengan lingkungan rumah warga  sehingga anak-anakagar dapat bersekolah dengan aman dan nyaman.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun