Mohon tunggu...
Fathur Fdj
Fathur Fdj Mohon Tunggu... Pewarta Lokal -

Pewarta Lokal

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Unik Kehidupan Rumah Lanting Rawa Sungai Buluh

24 Juli 2016   12:36 Diperbarui: 26 Juli 2016   16:56 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Rumah Lanting (Doc. Antara Kalsel)

Untuk kehidupan sehari-hari, kata dia sebagian warga yang mampumenggunakan alat transfort tunggal yaitu jukung bermesin buatan TapusAmuntai, Rantau Bujur atau pun dari Mantaas yang dibeli dengan hargaRp. 3.700.000,- hingga Rp. 5.300.000,- sementara warga lainnyamenggunakan jukung tradisional.

"Hidup di tengah rawa tak bedanya hidup di lautan sepanjang matamemandang terdapat hamparan air, kalau tak punya jukung atau kelotoktidak bisa kemana-mana, mati pikir jadinya"katanya.

Bahkan untuk penerangan, kata dia karena di awang landas daerahperairan  yang dikeliling rawa tanpa daratan sehingga PLN tidak bisaberoperasi, di malam hari warga secara umum menggunakan penerangan darilampu minyak tanah, bagi yang mampu menggunakan genset itu pun hanyauntuk satu atau dua jam saja.

Ada Bantuan Alat Listrik Tenaga Surya, kata dia dulu dariPemerintah namun karena tidak semua Kepala Keluarga mendapatkan sertaaki kecil dan ada yang ditembak petir sehingga warga kembalimenggunakan lampu dari minyak tanah.

Penghasilan utama dari perikanan, kata dia dari tahun ke tahun mengalami penurunanpenghasilan dengan menggunakan perangkap ikan tradisional sepertiLunta, Ringgi dan Lalangit dalam sehari Nelayan mendapatkan Rp.20.000,- hingga Rp. 25.000,-  bahkan kadang belum balik modal untuk BBMdan Konsumsi.

Salah satu Kepala Keluarga Penghuni Rumah Lanting Kusran,menjelaskan dirinya tetap memilih tinggal di rumah lanting karenakondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk dapat berpindah tempattinggal, bersama istrinya Salasiah dan dua anaknya menghabiskanaktifitas sehari-harinya di rumah lanting yang sudah puluhan tahunditempati.

"Pertanian di daerah ini hampir tidak bisa dilakukan, karena saatkemarau tanah kering kerontang, warga tetap mencari ikan untuk matapencarian utama di lahan-lahan yang telah surut" kata dia.

Hampir tak ada pilihan, kata dia demi menghidupi keluarganya bergantung dariketerampilan menangkap ikan menggunakan ringgi dan lunta untukmenjaring lampam dan baung, kadang sehari mendapatkan 5 kilo dijualRp.5.000,-/kilo hampir pas-pas an untuk biaya hidup dan keperluananak-anaknya.

Bila air pasang dan ombak tinggi, kata dia tingginya dua meterlebih bahkan sampai ke ranjang dan satu kali pernah menghempaskan rumahlantingnya hingga hancur, untungnya seluruh anggota keluargaterselamatkan dengan menggunakan jukung yang ada di muka rumah, setelahmusibah itu rumah lanting dibangun lagi sebagian tetap menggunakanpuing- puing bangunan lama.

Tersedia Air bersih untuk keperluan keluarga, kata dia untukdiminum dipompa dari Pompa Tangan di Mesjid Nurul Huda sekitar 300meter dari rumahnya  sementara untuk mandi, cuci dan Kakus dari Airrawa.

Pendidikan Anak tetap diutamakan, kata dia di Awang Landasterdapat SDN 3 Sungai Buluh meski anaknya tidak dapat belajar tiap harikarena bila air pasang dan langit mendung sekolah diliburkan begitupunpara pengajar untuk dapat mengajar harus dijemput dari Sungai Buluh,kondisi ini tidak menyurutkan semangat belajar anak didik menuntut ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun