Fathul Bari
Perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO), telah menjadi tantangan global yang mendesak. Salah satu sumber utama emisi CO adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara. Pada konteks ini, Macc-Tree (Microalgae Based CO Temperature Tree) menawarkan inovasi menarik untuk mitigasi emisi CO, dengan memanfaatkan potensi mikroalga sebagai agen penangkap karbon yang efektif.
Konsep Macc-Tree
Macc-Tree adalah sistem yang mengintegrasikan mikroalga dengan teknologi photovoltaik (PV) untuk meningkatkan efisiensi penyerapan CO di sekitar PLTU batubara. Mikroalga memiliki kemampuan fotosintesis yang tinggi, di mana mereka dapat mengubah CO menjadi biomassa dengan cara yang efisien. Sistem ini dirancang untuk memanfaatkan limbah gas buang dari PLTU, yang mengandung konsentrasi CO tinggi, sehingga mikroalga dapat tumbuh dengan optimal. Selain itu, penggunaan energi terbarukan dari panel surya dalam sistem ini dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil.
MaCC-Tree merupakan inovasi carbon capture menggunakan mikroalga yang dibudidayakan dalam fotobioeraktor berbasis energi terbarukan dengan menggunakan solar photovoltaic. Teknologi ini terinspirasi dari fisiologis tumbuhan pada umumnya yang dapat melakukan fotosistesis berupa penangkapan cahaya matahari oleh sola OV pada bagian daun untuk kemudian disimpan di dalam baterai sebagai sumber energi, ranting-ranting MaCC-Tree menggunakan Tracking System perangkat yang dapat mengikuti arah sinar matahari sehingga penyerapan energi oleh solar PV dapat berjalan secara optimal, lampu taman LED sebagai imitasi buah, dan bagian batang untuk respirasi penangkapan emisi CO2 dengan fotobioeraktor. MaCC-Tree juga akan dilengkapi dengan charging station, Wifi Accse, dan bangku tanaman sehingga dapat digunakan sebgai meeting point masyarakat (Naftalina, 2021).
Prinsip kerja MaCC-Tree adalah memanfaatkan kemampuan fotosistetik dari mikroalga untuk menyerap CO2. Udara atau flue gas yang mengandung karbon dioksida akan dumpankan masuk ke dalam fotobioeraktor oleh compressor untuk selanjutnya digunakan oleh mikroalga dalam proses fotosintesis yang dibantu cahaya matahari. Saat mikroalga bertumbuh dan berkembang dalam sistem FBR untuk membentuk buomassa yang lebih besar volume dan bobotnya, maka terdapat kesetaraan dengan jumlah karbondioksida yang diserapnya (Naftalina, 2021).
Keunggulan Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme yang sangat adaptif dan memiliki beberapa keunggulan dalam proses penangkapan karbon. Mereka dapat tumbuh dengan cepat dan menghasilkan biomassa dalam jumlah besar, yang dapat digunakan sebagai bahan baku biofuel, pakan ternak, atau bahkan produk farmasi. Selain itu, mikroalga mampu menyerap nutrisi dari limbah, sehingga dapat mengurangi pencemaran yang dihasilkan oleh PLTU.
Proyek penyediaan tenaga listrik di Indonesia masih didominasi oleh pembangkit listrik baturabara hingga 2026 yang merupakan penyumbang emisi CO2 disektor energi. Pembangkit tersebut masih didominasi PLTU Batubara 55,6%. Pembangkit listrik tenaga uap masih akan mendominasi energi listrik di Indonesia hingga 2026 yaitu sebesar 50,4% (ESDM, 2017). Sejalan dengan hal tersebut guna mencehah dan mengurangi emisi gas CO2 di atmosfer, pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi dan kebijakan, salah satunya dengan diterbitkannya Kyoto Protocol oleh PBB, sebagai upaya penurunan gas rumah kaca. Pemerintah Indonesia juga merespon upaya penurunan emisi gas rumah kaca dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang pengesahan Kyoto Protocol (Naftalina, 2021).
Mikroalga merupakan mikroorganisme yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam penyerapan emisi CO2, teknologi ini mengandalkan proses fotosintesis oleh sel-sel mikroalga yang menggunakan gas CO2 sebagai subsrat untuk pembentukan senyawa karbojidrat yang akan dikonversi menjadi biomassa. Secare teoritis mikroalga dapat memfiksasi skitar 513 Ton CO2 yang menghasilkan 280 ton biomassa per ha dalam setahun. Mikroalga memiliki tingkat efisiensi untuk memfiksasi CO2 10-50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan darat. Dalam gagasan ini, mikroalga akan dipadukan dengan konsep fisiologis eumbuhan dan di intergrasikan dengan pemanfaatan sola PV sebgai carbon capture di Kawasan sekitar PLTU batubara. Gagasan yang ditawarkan Bernama MaCC-Tree "Microalgae Based CO2 Capture Tree" (Naftalina, 2021).