Fathul Bari
Pada era modern yang semakin terfokus pada keberlanjutan dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil, biodiesel menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan. Salah satu sumber yang menarik perhatian adalah biji malapari (Pongamia pinnata). Tanaman ini tidak hanya dikenal karena kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan yang kurang subur, tetapi juga karena potensi minyaknya yang dapat diolah menjadi biodiesel yang ramah lingkungan.
Biji malapari mengandung sekitar 30-40% minyak yang kaya akan asam lemak tak jenuh. Proses ekstraksi minyak dari biji ini relatif sederhana dan dapat dilakukan dengan metode mekanis atau pelarut. Minyak yang diperoleh kemudian dapat dimetilesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel, yang memiliki karakteristik mirip dengan diesel konvensional, sehingga dapat digunakan pada mesin diesel tanpa perlu modifikasi yang signifikan.
Pemerintah menargetkan pada tahun 2025, Penggunaan EBT mencapai 23 % dari total kebutuhan energi nasional. Namun, pengembangan dan penggunaan EBT hingga sati ini masih jauh dari target yang ditentukan. Berdasarkan data yang dirilis Compare the Market, Indonesia berada pada posisi ke-16 dari 21 negara, di bawah Afrika Selatan yang tingkat penggunaan EBT sebesar 2,25 persen (Maristya, 2021).
Emisi partikel, SO2 dan NOx adalah bahan polutan yang memiliki dampak langsung terhadap kesehatan manusia. Emisi CO2 merupakan sumber terbesar yang bertanggung jawa terhadap terjadinya pemanasan ketidakseimbangan ekologi pada proses pengolahannya. Pertambangan minyak bumi dapat merusak ekosistem dari sautu wilayah tertentu dan mengurangi kelestarian sumberdaya alam sehingga hilangnya fungsi lingkungan sebagai penyeimbang alam. Solusi yang terpat dan bijaksana dalam mengatasi krisis energi yakni dengan meningkatkan produksi biodiesel. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi antara minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung trigliserida dengan alkohol seperti metanol seperti metanol dan etanol. Beberapa tanaman yang mengandung rantai trigliserida tinggi dan dapat dijadikan bahan bakar biodiesel diantaranya sawit, jarak, nyamplung kelapa, ubi kayu, jagung, kedelai dan tanaman bunga matahari. Potensi produksi tanaman malapari pada musim akhir buah dapat dikumpulkan sebanyak 28 kg dari 1 pohon. Dalam satu pohon malapari dihasilkan 9-90 kg biji/tahun, sehingga jika karapatan tanamannya 100 pohon/ha, maka potensi panennya adalah 900-9.000 kg biji/ha/tahun. Apabila rendemen 25% maka dihasilkan 225-2.250 kg/ha/tahun minyak lemak (Maristya, 2021).
Salah satu keunggulan penggunaan biji malapari sebagai sumber biodiesel adalah kemampuannya untuk tumbuh di lahan marginal dan memiliki toleransi terhadap salinitas tinggi. Ini menjadikan tanaman ini sebagai solusi untuk mengoptimalkan lahan yang tidak dapat ditanami oleh tanaman pangan. Pemanfaatan lahan marginal dengan cara memproduksi biodiesel dari biji malapari dapat membantu mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian yang selama ini digunakan untuk produksi pangan. Cara yang demikian, pemanfaatan biji malapari untuk biodiesel tidak hanya memberikan alternatif bahan bakar tetapi juga mendukung ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan lahan untuk tanaman pangan.
Biodiesel dari biji malapari juga memiliki keuntungan lingkungan yang signifikan. Proses pembakaran biodiesel menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, tanaman malapari juga berperan dalam penyerapan karbon dioksida selama pertumbuhannya, sehingga berkontribusi pada pengurangan jejak karbon. Hal ini menjadikan biji malapari sebagai pilihan yang tepat dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim.
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai nabati atau lemak hewani. Malapari adalah tanaman perdu atau pohon dari familia Leguminosae yang memilki percabangan tersebar, tumbuhan dengan cepat dengan tinggi tanaman antara 15 sampai 25 meter. Di Indonesia tanaman ini ditemukan tersebar luas dari Pulau Sumatera bagian timur (TN Berbak, Teluk Berikat-Pulau Bangka), pantai di sekitar Tanjung Lesung (Banten), Pantai Batu Karas (Ciamis), Ujung Blambangan (TN Alas Purwo), Pantai Lovina (Bali Utara), Pantai Sembelia (Lombok Timur), dan Pantai barat Pulau Seram (Maluku). Malapari memiliki kemampuan tumbuh di lahan dengan kandung garam 200 mM dan di lahan yang tergenang, sehingga Malapari cocok dugunakan sebagai rehabilitasi lahan. Yang kemudian pengembangannya sebagai bahan baku biodiesel tidak akan berkompetisi dengan tanaman-tanaman pertanian di lahan subur (Maristya, 2021).
Minyak malapari sebagai bahan bakar biodiesel dilakuakn dengan tahapan sebagai berikut :
- Pengeringan dan pengupasan untuk mempermudah proses pengupasan kulit.
- Deguming 1 menggunakan penambahan larutan H3PO4 dengan konsentrasi 0,25% yang dilanjutkan dengan proses degumming II menggunakan campuran bentonite dan zeolite (0,5%:0,5%) b/v).
- Transenterifikasi merupakan pembuatan biodiesel yang dilakukan dengan mencampurkan lemak atau minyak lemak yang diperoleh dengan metanol atau etanol dalam keadaan katalis dan dipanaskan pada suhu 25 -80oC (Maristya, 2021).
Dikaji dari sisi ekonomi, pengembangan industri biodiesel berbasis biji malapari dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan mendukung ekonomi lokal. Proses pengolahan biji malapari menjadi biodiesel dapat melibatkan masyarakat setempat, memberikan peluang bagi petani dan pengusaha kecil. Selain itu, dengan meningkatnya permintaan biodiesel di pasar global, pengembangan industri ini dapat memberikan potensi pasar yang menguntungkan.