Fathul Bari
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang kaya akan sumber daya laut, memiliki potensi besar dalam pemanfaatan rumput laut sebagai salah satu alternatif energi terbarukan. Terdapat lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai yang panjang di Indonesia yang menawarkan lingkungan ideal untuk pertumbuhan berbagai jenis rumput laut. Potensi ini tidak hanya memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi juga dapat berkontribusi signifikan terhadap keberlanjutan energi nasional.
Setiap tahunnya kebutuhan energi nasional diprediksi akan mengalami peningkatan sebesar 7%, hal ini didukung oleh pernyataan PT Pertamina bahwa 2025 diperkirakan kebutuhan energi akan naik menjadi 2,41 Miliar SBM (Setara Barel Minyak) atau meningkat 60% dari total kebutuhan energi naisonal 2018 yang mencapi 1,5 miliar SBM (Outlook Energi Indonesia, 2020). Selama ini penggunaan bahan bakar fosil telah menimbulkan berbagai masalah diantaranya :
- Pulusi udara akibat meningkatknya kadar karbon dioksida (CO2) dan sulfur dioksida (SO2) yang dapat menyebabkan efek rumah kaca, menipisnya lapisan ozon, dan hujan asam.
- Harga bahan bakar yang tidak stabil karna sangat dipengaruhi oleh kebijakan OPEC.
- Pertambangan batu bara dapat merusak wilayah dan keseimbangan ekologi serta sangat berbahaya bagi pekerja tambang (Wahyudi, 2021).
Terdapat beberapa jenis tumbuhan yang mengangung selulosa tinggi dan dapat dijadikan sebagai sumber bioethanol seperti sawit, jarak, singkong, sorgum, kelapa dan jagung. Apabila melihat potensi negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki luas lautan sekitar 2/3 dari keseluruhan luas wilayahnya maka alternatif tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk bioethanol adalah rumput laut. Indonesia mempunyai sekitar 555 jenis dari 8.462 spesies rumput laut yang terdapat di dunia dengan luas habitat rumput laut sekitar 1,2 ha (Wahyudi, 2021).
Rumput laut, khususnya jenis-jenis seperti Eucheuma dan Sargassum, telah terbukti memiliki potensi dalam produksi bioenergi. Proses konversi rumput laut menjadi energi dapat dilakukan melalui beberapa metode, termasuk fermentasi anaerobik untuk menghasilkan biogas, serta pemrosesan menjadi bioetanol dan biodiesel. Bioenergi dari rumput laut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sumber energi fosil, di antaranya adalah emisi gas rumah kaca yang lebih rendah, keberlanjutan dan potensi untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Salah satu keuntungan utama dari penggunaan rumput laut sebagai sumber energi terbarukan adalah kemampuannya untuk tumbuh dengan cepat tanpa memerlukan lahan pertanian yang luas. Hal ini sangat penting, mengingat tekanan terhadap lahan pertanian yang terus meningkat akibat pertumbuhan populasi dan urbanisasi. Memanfaatkan lahan laut yakni rumput laut dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan dan energi tanpa mengorbankan sumber daya tanah yang ada.
Salah satu jenis bahan bakar nabati atau biofuel yang dapat dikembangkan untuk menggantikan bahan bakar fosil adalah bioethanol. Bioethanol dibuat dari bagian tanaman yang mengandung kandungan gula, pati atau selulosa yang tinggi melalui proses biologi (enzimantik dan fermentasi) yang kemudian didapatkan etanol murni untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Negara Brazil telah berhasil menggunakan ethanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dengan total penggunaan 40 % secara nasional dan USA yang telah berhasil memasarkan bahan bakar E85 dengan kandungan ethanol 85%. Keseluruhan wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan dengan panjang pantai sekitar 81.000 km memberikan prospek cerah untuk meningkatkan budidaya rumput laut sebagai sumber energi terbarukan (Wahyudi, 2021).
Selain itu, budidaya rumput laut juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru di sektor perikanan dan kelautan. Ini sangat relevan mengingat banyaknya komunitas pesisir di Indonesia yang bergantung pada sektor perikanan. Melalui pengembangan budidaya rumput laut, masyarakat lokal dapat meningkatkan pendapatan mereka sekaligus berkontribusi pada upaya pengurangan emisi karbon.
Namun, untuk memaksimalkan potensi rumput laut sebagai sumber energi terbarukan, diperlukan dukungan dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan rumput laut menjadi energi perlu diperkuat. Program pelatihan dan penyuluhan bagi petani rumput laut juga harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, serta penerapan praktik budidaya yang ramah lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya pengembangan energi terbarukan dalam mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan ketahanan energi. Maka di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), rumput laut diidentifikasi sebagai salah satu sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, kerjasama dengan negara-negara lain yang telah maju dalam teknologi pengolahan rumput laut dapat membuka peluang bagi Indonesia untuk belajar dan mengadopsi praktik terbaik dalam budidaya dan pengolahan rumput laut.