Fathul Bari, M.Pd
Â
PENDAHULUANÂ
Meningkatnya suhu bumi diakibatkan adanya pemanasan global yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK). Â Gas yang berpotensi menyebabkan terjadinya pemanasan global adalah CO2 dengan persentase 50% dari total GRK. Emisi jejak karbon secara umum yang dihasilkan menyebabkan terjadinya perubahan iklim serta penipisan lapisan ozon sehingga terjadi perubahan iklim ekstrim.Â
Terjadinya perubahan iklim akibat bertambahnya emisi jejak karbon menjadikan adanya pengenaan pungutan atas karbon atau pajak jejak karbon sesuai Undang-Undang No 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim).
Jumlah besaran emisi jejajk karbon bisa dihitung dengan cara menganalisis potensinya melalui perhitugan emisi Gas Rumah Kaca. Emisi gas rumah kaca CO2 adalah kompenen utama gas rumah kaca. Emisi CO2 terbesar dari sektor energi yaitu penggunaan energi listrik yang berasal dari aktivitas dalam gedung.Â
Penggunaan alat elektronik sangat berkaitan dengan konsumsu energi listrik dan akan menghasilkan emisi karbon dioksida CO2, maka semakin banyak energi yang digunakan semakin besar pula carbon footprint atau jejak karbon. Pengurangan emisi jejak karbon sulit dilakuakn jika tidak diketahui jumlah dan sumber emisi gas rumah kaca tersebut. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah meluncurkan apliksi Carbon Footprint Calculator dan Offsetting guna mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
Program Carbon Footprint Calculator (CFPC) yang diluncurkan ini sebagai bentuk upaya dari Kemenparekraf dalam melakukan pengimbangan nilai emisi yang telah dihasilkan, dengan menyerap jejak karbon demi membantu mencegah dampak buruknya pada iklim. Pada penerapannya pemerintah menerapkan dengan cara berkolaborasi dengan tujuan menampilkan prototyping Carbon Footprint Calculator (CFPC) dalam rangka penguatan reputasi pariwisata menjelang Presidensi G20, kolaborasi platform aplikasi CFPC, sinergi inisiatif pelaku pariwisata di destinasi dalam rangka penerapan CFPC. Hal ini menang perlu dilakukan karena ariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi suatu negara.
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan realisasi devisa dari sektor pariwisata tahun 2019 mencapai Rp 280 triliun. Sektor Ekonomi bidang pariwisata berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 5,5 %. dengan penyerapan angkatan kerja sekira 13 juta orang. Pengembangan ini dilakukan untuk mewujudkan desa yang mandiri sehingga desa dapat menggali potensi yang dapat dikembangkan khususnya dibidang pariwisata yang bisa memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan datang. Oleh karena itu dalam program pemerintah ini perlu dibahas lebih dalam dan penting diketahui guna mewujufkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.
CARBON FOOTPRINT CALCULATOR AND OFFSETTINGÂ
Carbon Footprint merupakan jejak karbon sedangkan Carbon emissions atau emisi karbon adalah proses karbon dioksida ke atmosfer yang terjadi secara alamiah dan diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti deforestasi, konsumsi listrik dan kegiatan industri manufaktur. Emisi karbon yang terus mengalami peningkatan dapat memperbesar resiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi masal penghuni bumi. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil.
Program Carbon Footprint Calculator (CFPC) adalah program yang diluncurkan oleh pemerintah serta merupakan upaya Kemenparekraf dalam mengimbangi nilai emisi yang telah dihasilkan. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyerap jejak karbon demi membantu mencegah dampak buruknya pada iklim.Â
Melalui penghitungan jejak karbon maka dapat membantu seseorang serta kelompok untuk memahami besarnya produksi emisi karbon yang dihasilkan pada satu waktu periode tertentu. Implementasi perhitungan tersebut diperlukan alat bantu seperti kalkulator Jejak Karbon. Artinya carbon offset adalah tindakan menghilangkan emisi CO2 yang dihasilkan di satu tempat dengan tindakan pengurangan emisi di tempat lain. Tidak banyak yang dapat dijelaskan terkait program ini dikarenakan kurangnya refrensi terkait program tersebut.
KALKULATOR JEJAK KARBON
Sebaran Jejak Karbon adalah pengukuran dampak dari hasil aktivitas manusia terhadap lingkungan dan perubahan iklim tertentu. Penyebab adanya jejak karbon karena adanya peningkatan jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil untuk listrik. Jejak karbon merupakan jumlah total dari hasil emisi karbondioksida secara langsung maupun tidak langsung dari akumulasi penggunaan produk dalam kehidupan sehari-hari.Â
Adapun satuan yang menunjukkan nilai jejak karbon adalah ton setara CO2 (tCO2e) atau setara kg CO2 (kgCO2e). Emisi jejak karbon perlu diketahui jumlah dan potensinya agar dapat diminalisir melalui perhitungan karbon.
Menurut Ismail (2020) memasuki era digitalisasi fasilitasi pembelajaran mengalami penyesuaian berupa penggunaan media dan alat belajar yang sebagian besar adalah alat elekronik, seperti, laptop, proyektor, komputer, LCD dan AC. Pada saat Pandemic Covid pemakaian alat elektronik semakin meningkat dikareanakan manusia dipaksa memanfaatkan teknoogi dalam aktivitasnya.Â
Hal tersebut menimbulkan peningkatan kebutuhan energi di setiap satuan pendidikan salah satunya adalah Perguruan Tinggi (PT). Selain itu proses perpindahan manusia dalam hal ini Dosen, Mahasiswa hingga tenaga kependidikan dan kariyawan dari rumah ke kampus juga kini menggunakan kendaraan bermotor yang tentunya juga menggunakan bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energinya.
Tabel 1
Potensi total emisi jejak karbon dari penggunaan listrik
25,27
Presipitasi
- Dewatering
- Pemotongan
- Penepungan
- Total
- 188,27
Sumber : (Zuhria dan Azmi, 2023).
MENGIMBANGI JEJAK KARBON
mengimbangi jejak karbon salah satunya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan penyerapan karbon melalui hutan mangrove. Hal ini karena seperempat dari total ekosistem mangrove dunia terdapat di Indonesia yang menyimpan potensi cadangan karbon sebesar 3.14 PgC dan dikenal dengan ekosistem yang paling rentan terhadap intervensi manusia. Indonesia mempunyai 30,000 km2 padang lamun atau 5% dari total ini memainkan peranan penting dalam siklus karbon global yang menyimpan 2% dari total blue carbon dunia atau setara dengan 368.5 TgC Â (Wardojo & Novita, 2019).
      Hal yang dapat kita lakukan di dalam mengurangi emisi karbon yakni salah satunya penanaman pohon. Tanamlah pohon sebanyak-banyaknya maka penyerapan karbon dioksidanya akan maksimal setelah puluhan tahun. Selain itu menggunakan pagar dari tanaman dapat menambah keindahan dan bermanfaat bagi lingkungan. Menurut Prayudha & Naim (2019) perlu membiasakan diri dalam hal ini dalam transportasi dengan caraberjalan kaki atau dengan bersepeda untuk jarak dekat.Â
Apabila bersama-sama lebih asyik jika anda menerapkan car poling agar dapat bergantian diantara anda dan tetangga untuk penggunaan kendaraannya. Selain hemat bensin, juga jejak karbonnya lebih kecil. Sepanjang jalan juga bisa ngobrol, berbagi semangat tentang perubahan iklim. Khusus jarak jauh dan anda hanya sendiri, lebih hemat naik kendaraan umum. Selain hemat uang juga jejak karbonnya lebih kecil.
Menurut Justianto dkk (2019) di dalam memitigasi perubahan iklim solusinya terletak pada beberapa upaya diantaranya menurunkan jumlah emisi yang dilepas ke atmosfer dan mengurangi konsentrasi karbon dioksida (CO2) dengan meningkatkan penyerapan atau pembenaman (sink) (misal, memperluas penutupan lahan). Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) adalah alat untuk menghitung jumlah ganti rugi karbon yang harus dibayar maskapai penerbangan internasional.Â
Skema dan mekasnisme implementasi CORSIA meliputi: metodologi perhitungan offsetting, eligible unit criteria, sistem MRV (monitoring, reporting, dan verification) dan registry. Sedangkan  Mekanisme Kredit Karbon atau Skema Karbon Nusantara memiliki dua kategori yakni Crediting adalah mekanisme berbasis proyek dengan menghitung selisih emisi sebelum proyek dan dan setelah proyek (before dan after project). Trading memperdagangkan selisih kuota emisi yang diberikan dengan emisi aktual yang dilepaskan.
Menurut Sugardiman dkk (2019) di bawah REDD+, sebagaimana keputusan 1/CP.16 Paragraf 70, negara berkembang seperti Indonesia didorong untuk berkontribusi dalam aksi-aksi mitigasi perbuhana iklim di sektor kekhutanan sesuai dengan kemampuan dan kondisi nasional masing-masing negara. Aksi-aksi tersebut mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Mengurangi emisi dan deforestasi,
- Mengurangi emisi dari degradasi hutan,
- Konservasi cadangan karbon hutan,
- Pengelolaan hutan berkelanjutan, dan
- Peningkatan cadangan karbon hutan
Penurunan emisi Gas Rumah Kaca dilakukan melalui metode dekarbonisasi yang merupakan upaya yang memperhatikan rujuan pembangunan berkelanjutan. Pendapat Dewi & Siagian (2019) mengatakan bahwa dekarbonisasi adalah upaya-upaya di berbagai sektor kegiatan untuk menurunkan emisi GRK secara signifikan dengan tidak mengorbankan tujuan pembangunan.Â
Pada sektor energi pendekatan umum yang dapat ditempuh untuk penurunan emisi adalah peningkatan efisiensi energi dan substitusi bahan bakar fosil dengan energi rendah karbon. Merupakan skenario perkembangan energi Indonesia yang ditempuh dengan berbagai upaya mitigasi agar mencegah peningkatan tempratur 2oC pada 2050. Secara rinci lintasan deep dekarbonization Indonesia terdiri atas kombinasi langkah berikut :
- Tindakan efisiensi energi di sektor bangunan (komersial dan rumah tangga), transportasi, industri, dan pembangkit listrik.
- Pergantian bahan bakar kea rah bahan bakar yang lebih rendah karbon (dari batubara ke gas atau dari minyak ke gas atau biofuel) dan elektrifiksi dari sisi pengguna akhir dengan mengganti peralatan tenaga listrik yang telah didekarbonisasi.
- Dekarbonisasi pembangkkit listrik melalui pengembangan besar-besaran pembangkit listrik yang tidak mengemisikan GRK (Pembangkit Listrik Tenaga Surya [PLTS], panas bumi, tenaga air, biodiesel, nuklir) atau tingkat emisi GRKnya relatif rendah.
Pengedalian karbon juga dilakukan dengan metode pendekatan berbasis pasar domestik diantaranya pasar karbon domestik, penerapan nilai atau harga karbon, pajak karbon, serta emission trading scheme (Soejachmoen, 2019). Indonesia perlu menerapkan pendekatan pasar dan penerapan kebijakan dan mekanisme fiskal lain di dalam negeri. Penerapan keduanya akan sangat membantu pencapaian NDC. Hal ini dapat terjadi melalui :
- Pasar karbon yang memungkinkan terjadinya aliran reduksi emisi dari pihak yang over-performend dalam menurunkan emisi ke pihak yang under-performed dan harus memiliki target kewajiban penurun emisinya.
- Pasar karbon memungkingkan terjadinya aliran dana antar para pihak maupun antara para pihak dan Pemerintah tergantung pada jenis dan mekanisme yang diterapkan.
- Penerapan kebijakan fiskal yang dapat dimulai dengan adanya internalisasi biaya eksternalitas dari berbagai komoditas yang diatur
- Penerapan pajak dengan cara earmaking sehingga dana yang terkumpul dari pajak ini dapat dialokasikan untuk mendanani kegiatan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.
Guna memastikan penurunan emisi dapat tercapai dibutuhkan yang mengikat berupa batasan emisi GRK yagn dikenal sebagai cap. Tanpa adanya cap tidak akan tercipta permintaan dan penyediaan reduksi emisi GRK sebagai basis dari terjadinya pasar karbon.
 Hal ini juga akan menjadi basis dalam penerapan kebijakan fiskal yang tepat (Soejachmoen, 2019). Skema perdagangan emisi atau Emission Trading Scheme (ETS) adalah satu upaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang diatur dengan perjanjian internasional sebagaimana tertuang dalam Protokol Kyoto (Hindardo & Suriandiredja, 2019).
Mekanisme berbasis pasar untuk pengurangan emisi karbon yang saat ini berkembang di dunia berdasarkan transaksinya digolongkan sebagai berikut:
- Crediting atau Carbon Crediting adalah jenis transaksi pasar berdasarkan atas hasil penurunan emisi yang telah disertifikasi dalam bentuk kredit karbon, satu unit kredit karbon biasanya setara dengan penurunan emisi satu ton karbon dioksida.
- Cap and Trade atau biasa disebut trading adalah pembatasan emisi Gas Rumah Kaca pada satu entitas tertentu, bisa di tingkat instalasi ataupun organisasi.
- Carbon Tax atau pajak karbon adalah model implementation mekanisme berbasis pasar yang biasanya diimplementasikan di dalam suatu wilayah hukum yang ditentukan, bisa negara, wilayah atau sektor tertentu (Hindardo & Suriandiredja, 2019).
Hindardo & Suriandiredja (2019) mengatakan bahwa Skema Karbon Nusantara (SKN) adalah mekanisme berbasis pasar yang sedianya ditujukan untuk melakukan fasilitasi pengembangan kegiatan sertifikasi pengurangan emisi dan pasar karbon secara domestik di Indonesia. Sedangkan penurunan emisi digolongkan menjadi dua yakni Penurunan emisi dengan biaya sedang dan Penurunan emisi dengan biaya tinggi.
- Penurunan emisi dengan biaya sedang, terutama target 29% penurunan emisi unconditional atau denga biaya sendiri maka penurunan emisi jenis ini dapat dipertimbangkan kebijakan berikut:
- Implementasi pajak karbon, terutama pada sektor-sektor tertentu yang sudah cukup siap seperti transportasi mobil dan kendaraan pribadi.
- Implementasi perdagangan karbon domestik, baik berupa trading maupun crediting sehingga diharapkan akan memberikan insentif dan subsidi silang antara aktor yang terlibat.
- Penurunan emisi dengan biaya tinggi, yang digolongkan dalam conditional target, akan bagus apabila Indonesia bisa memanfaatkan beberapa peluang sebagai berikut.
- Implementasi teknologi tinggi atau kegiatan berbiaya tinggi untuk menurunkan emisi dengan memanfaatkan bantuan internasional berupa dana hibah dengan skema non pasar.
- Implementasi teknologi tinggi atau kegiatan berbiaya tinggi untuk menurunkan emisi dengan memanfaatkan skema perdagangan karbon international atau transfer intertasional hasil mitigasi (ITMO/Intertational Transfer Mitigasi Outcome)
Menurut Brojonegoro & Rudiyanto (2019) intervensi kebijakan yang dapat dilakukan dalam kerangka pembangunan rendah karbon adalah pertama, meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Kedua, meningkatkan produktivitas pertanian, intensifikasi pertanian dan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam. Ketiga, meningkatkan kontribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) pada bauran energi; efisiensi energi; konservasi energi; biofuel untuk transport; dan penghapusan subsidi BBM.Â
Keempat, memastikan upaya reforestasi, pencegahan deforestasi, restorasi lahan dan gambut, implementasi RTRW, memoratorium kelapa sawit dan hutan primer dapat berhasil dan berkelanjutan. Murdiyarso & Adiwibowo (2019) mengatakan cara paling efektif mengendalikan emisi adalah meningkatkan produktivitas dan memperbaiki sistem hidrologi lahan gambut yang sudah terlanjur dikeringkan, melalui pembasahan ulang. Menerapkan cara ini dapat menurunkan tingkat kerentanan kebakaran serta penurunan emisi gas rumah kaca.
PARIWISATA BERKUALITAS DAN BERKELANJUTAN
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali dari prinsipnya diantaranya partisipasi, keikutsertaan stakeholder, kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi (Pratiwi dan Ruspianda, 2023). Berdasarkan jurnal (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012) yang berpedoman pada UNWTO mengemukakan bahwa dalam Pembangunan Berkelanjutan terdapat pedoman yaitu :Â
- Sumberdaya lingkungan merupakan kunci dalam pembangunan kepariwisataan yang optimal, menjaga ekologi serta membantu mengkonservasikan keanekaragaman hayati.
- Menghormati keragaman budaya dan komunitas tuan rumah, melestarikan pusaka buatan dan kehidupan budaya masa kini, nilai nilai tradisional, dan berkontribusi terhadap pemahaman antar budaya dan toleransi;
- Memastikan keberlangsungan jangka panjang, yang bermanfaat pada sosio ekonomi kepada stakeholder yang terdistribusi secara berkeadilan, termasuk lapangan kerja dan peluang komunitas tuan rumah serta pelayanan sosial dan berkontribusi terhadap penghapusan kemiskinan.
Terwujudnya pariwisata berkelanjutan dan berkualitas adalah proses yang berkesinambungan sehingga diperlukan pemantauan, mengenalkan tindakan pencegahan dan tindakan korektif. Pariwisata berkelanjutan harus menjaga tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi serta mampu menjamin pengalaman yang penuh makna bagi wisatawan, menumbuhkan kesadaran tentang isu-isu keberlanjutan dan mempromosikan praktek-praktek pariwisata berkelanjutan.Â
Konsep ini sangat ideal untuk negara berkembang serta dapat digunakan untuk menghadapi tantangan era globalisasi ke depan yang memperhatikan aspek sosial, buda, ekonomi, politik. Pembangunan pariwisata berkelanjutan perlu didukung dengan aturan terkait kebijakan pengembangan pariwisata yang partisipatif dengan melibatkan masyarakat (Musaddad dkk, 2019).
Berdasarkan konsepnya pengembangan pariwisata berkelanjutan dan berkualitas dantaranya adalah :Â
- Mengupayakan kelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup serta melindungi dari hal-hal yang dapat mengancam keberadaannya.
- Memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kepariwisataan kepada masyarakat lokal dan melibatkan pada proses perencanaan, pengembangan, pelestarian, serta penilaian terhadap pengembangan pariwisata.
- Membatasi kunjungan wisatawan sesuai dengan kapasitas yang dapat ditampung oleh atraksi wisata tersebut sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.
- Memberikan informasi dan pendidikan kepada wisatawan dan juga masyarakat lokal mengenai pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya.
- Melakukan penelitian secara berkala untuk mengetahui perkembangan dan penyimpangan yang terjadi.
Wisata desa atau yang dikenal dengan wisata rural menjadi semakin populer seiring banyaknya pembangunan di kota sehingga manusia menjadi jenuh dengan pemandagan gedung sehingga memilih untuk menikmati wisata berbasis desa. Kemenparekraf menargetkan ada 244 desa wisata bersertifikasi menjadi desa wisata mandiri hingga tahun 2024, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga meminta para Bupati untuk melakukan scalling up dari desa rintisan menjadi desa mandiri untuk mendukung program pemerintah tersebut.Â
Desa wisata dijadikan sebagai program unggulan karena termasuk dalam pariwisata berkualitas dan berkelanjutan dengan harapan memberi pengaruh baik pada pemulihan sektor ekonomi, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembelajaran digitalisasi untuk menghasilkan produk pariwisata berbasis teknologi digital yang sesuai dengan zaman sekarang juga diperlukan untuk mencapai tujuan di atas (Nadra, 2021).Â
KESIMPULANÂ
Menghadapi perubahan iklim diperlukan keteguhan komitmen politik dan konsistensi, ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi untuk dekarbonisasi, kebijakan ekonomi dan finansial, hingga tindakan kolektif untuk mengubah gaya hidup mulai di tingkat individu, komunitas, masyarakat, bangsa, hingga seluruh umat manusia di bumi. Hal penting dalam mitigasi emisi karbon yakni sektor kehutanan, penggunaan lahan, pertanian, energi dan transportasi harus brkontribusi terhadap penurunan emisi Gas Rumah Kaca.Â
Sektor tersebut perlu melakukan pengendalian perubahan ikim melalui jalur mitigasi terhadap kesehatan. Pengurangan emisi karbon harus bisa ditempuh melalui pendanaan perubahan iklim, pendekatan pasar dan pendekatan non-pasar. Menekan illegal logging, menetapkan izin pemanfaatan dan perubahan penggunaan lahan serta penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan merupakan langkah-langkah signifikan untuk pengurangan emisi karbon.
Pariwisata berkelanjutan mengacu pada prinsip yang memperhitungkan aspek dan dampak ekonomi, sosial budaya dan lingkungan saat ini dan masa depan, serta diaplikasikan kepada wisata yang bertujuan memaksimalkan dampak positif danmengurangi dampak negatif agar menjamin keberlanjutan.Â
Analisis skala makro pada perencanaan desa wisata dapat digunakan untuk mempelajari perilaku dan hubungan pada tingkat yang berbeda, fokusnya adalah pada faktor politik, ekonomi, sosial dan lebih banyak lagi yang berdampak pada masyarakat dan individu.Â
Pembangunan Pariwisata berkelanjutan di Indonesia menerapkan pola Community Based Tourism (CBT) dan 3 model Pendekatan yaitu Pendekatan Pengembangan Local Wisdom Tourism, Pendekatan Pengembangan Desa Wisata dan Pendekatan Pengembangan Sociopreneurship tetapi dalam pelaksanaannya sosialisasi dari pemerintah atau instansi terkait masih minim sehingga pengetahuan dari masyarakat  masih rendah dalam hal pengelolaan pariwisata.
SARAN
Perlu mengadakan pembinaan secara berkelanjutan untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan sehingga mampu memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Meningkatkan dukungan lintas sektoral dalam pengembangan program pemberdayaan masyarakat secara ekonomi, tata kelola, pelestarian budaya dan pelestarian lingkungan. Melakukan pendampingan secara berkelanjutan baik oleh Pemerintah maupun akademisi sehingga masyarakat dapat secara mandiri menjadi destinasi pariwisata yang berkelanjutan.
Implementasi dekarbonisasi membutuhkan pengembangan infrastruktur masif, yaitu kendaraan umum massal, rel kereta api, pipa transmisi gas, dan kabel bawah laut. Selain itu dekarbonisasi perlu membiayai investasi untuk pembangunan infrastruktur dan mengarakan investasi yang ada menuju ke investasi yang dibutuhkan untuk tercapainya sistem energi rendah karbon. Pada sektor energi pendekatan umum yang dapat ditempuh untuk penurunan emisi adalah peningkatan efisiensi energi dan substitusi bahan bakar fosil dengan energi rendah karbon agar mencegah peningkatan tempratur 2oC pada 2050.
DAFTAR PUSTAKA
Brojonegoro, B, P, S. Â & Rudiyanto, A. 2019. Perubahan Iklim Dan SDGS. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Dewi, G, R. & Siagian, U, WR. 2019. Skenario Pengembangan Sektor Energi Rendah Karbon Jangka Panjang di Indonesia. Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Ismail, A. (2020). Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Grk) Dalam Kegiatan Belajar Di Rumah Secara on-Line: Analisis Jejak Karbon (Carbon Footprint Analysis). Jukung (Jurnal Teknik Lingkungan), 6(2).
Justianto, A. Dhewanti, L. & Katili, A, N. 2019. Praktik-Praktik Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Murdiyarso, D. Haryanto, J ,T. & Adiwibowo, S. 2019. Nationally Determined Contribution : Antara Komitmen Global Dan Agenda Nasional. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Musaddad, A. A., Rahayu, O. Y., Pratama, E., Supraptiningsih, S., & Wahyuni, E. (2019). Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia. Dinamika Administrasi: Jurnal Ilmu Administrasi dan Manajemen, 2(1).
Nadra, A. K. (2021). Tinjauan Pengembangan Desa Wisata Rantih Kota Sawahlunto Dengan Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan. Jurnal Pariwisata Bunda, 2(1), 13-20.
Nurbaya, S, N. Masripatin, S. Adhiwibowo, Y. Sugandi, dan T. Reuter. 2019. Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Prayudha, H, N. & Naim, M, A. 2019. Menuju Perubahan Dan Melampauinya: Â Sebuah Renungan Dan Perjuangan Kaum Muda Dalam Menghadapi Kenyataan Yang Menggelisahkan. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Pratiwi, R., & Ruspianda, R. (2023, May). Tantangan Sumberdaya Manusia Dalam Pariwisata Berkelanjutan (Studi Kasus: Objek Wisata Pemandian Air Panas Desa Sungai Pinang). In Seminar Nasional Pariwisata dan Kewirausahaan (SNPK) (Vol. 2, pp. 132-144).
Reuter, T. & Dariah, A. 2019. Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perubahan Iklim. Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Wardojo, W. & Novita, N. 2019. Biodiversitas Dan Perubahan Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku KompasÂ
Zuhria, S. A., & Azmi, S. (2023). Strategi Peningkatan Produktivitas dari Penggunaan Listrik dengan Analisis Jejak Karbon pada Produksi Tepung Karagenan. Jurnal Optimalisasi, 9(1), 01-06.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H