Dalam melihat hubungan antara Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian sebelumnya, terdapat keterkaitan yang kuat antara konsep-konsep dalam teori tersebut dengan temuan penelitian Maulita dan Suryana (2022) mengenai kompleksitas otak manusia dalam mengolah informasi. Teori Atkinson-Shiffrin menguraikan bahwa memori manusia terdiri dari tiga tahap utama, termasuk memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Penelitian Maulita dan Suryana mendalam tentang neurosains dalam proses belajar dan memori, memperkuat pemahaman kita akan bagaimana otak manusia bekerja dalam menyimpan dan mengakses informasi. Ini mengindikasikan bahwa konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin relevanÂ
dan berhubungan erat dengan pemahaman modern tentang fungsi otak dan proses pembelajaran.
Korelasi antara konsep-konsep Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian Maulita dan Suryana juga menyoroti pentingnya pemahaman tentang kompleksitas otak dalam konteks pembelajaran. Dengan memahami bagaimana memori jangka pendek dan jangka panjang bekerja, kita dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan cara kerja otak manusia. Hal ini juga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana memori memengaruhi proses pembelajaran, yang merupakan inti dari penelitian neurosains dalam bidang pendidikan.
Lebih jauh lagi, pemahaman tentang hubungan antara Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian Maulita dan Suryana juga dapat memberikan wawasan baru tentang bagaimana kita dapat memaksimalkan potensi otak dalam pembelajaran. Dengan mengetahui bagaimana informasi disimpan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, kita dapat mengembangkan metode pengajaran yang lebih efisien dan memanfaatkan prinsip-prinsip neurosains untuk meningkatkan retensi informasi dan pemahaman siswa.
Keterkaitan ini juga dapat memberikan arah bagi penelitian lebih lanjut dalam memahami proses belajar dan memori manusia. Dengan menyelaraskan konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin dengan temuan dari penelitian Maulita dan Suryana, kita dapat membuka jalan untuk eksplorasi lebih lanjut tentang bagaimana faktor-faktor seperti lingkungan belajar, strategi pengajaran, dan penggunaan teknologi dapat memengaruhi efektivitas pembelajaran berdasarkan pemahaman neurosains.
Dalam konteks aplikasi praktis, hubungan ini juga dapat memperkuat pentingnya mengintegrasikan pengetahuan neurosains dalam pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran. Dengan memahami bagaimana otak manusia memproses dan menyimpan informasi, pendidik dapat mengadaptasi strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan kognitif siswa, menciptakan lingkungan belajar yang mempromosikan retensi informasi yang lebih baik, dan mengoptimalkan pengalaman pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih optimal.
- Pengaruh Memori Terhadap Proses Berpikir
Memori memiliki peran yang sangat penting dalam memengaruhi proses berpikir manusia. Memori jangka pendek dan memori jangka panjang adalah dua komponen utamaÂ
memori yang berinteraksi erat dengan proses berpikir kritis, kreatif, dan analitis (Nisa et al., 2023). Kemampuan untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek memungkinkan manusia untuk melakukan pemrosesan terhadap informasi tersebut secara sementara. Misalnya, saat menghadapi suatu masalah atau situasi yang membutuhkan pemikiran kritis, memori jangka pendek memainkan peran penting dalam mempertahankan informasi yang relevan dan menggunakannya untuk mengambil keputusan yang tepat. Sebaliknya, memori jangka panjang memainkan peran dalam menyimpan informasi yang lebih permanen, yang kemudian dapat diakses kembali untuk memfasilitasi proses berpikir kreatif dan analitis dalam menghadapi situasi yang kompleks.
Pengaruh memori terhadap proses berpikir juga dapat dilihat dari perspektif neurosains. Studi tentang otak manusia telah menunjukkan bahwa proses penyimpanan dan pengambilan informasi dalam memori melibatkan aktivitas neuron yang kompleks di berbagai bagian otak. Misalnya, memori jangka pendek terkait dengan aktivitas korteks prafontral dan korteks temporal medial, sementara memori jangka panjang terkait dengan perubahan struktural dan koneksi sinaptik yang terjadi di berbagai daerah otak. Pemahaman ini membantu menjelaskan bagaimana kapasitas memori manusia memengaruhi kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan analitis, karena proses tersebut melibatkan integrasi informasi dari memori dengan proses-proses kognitif yang lebih kompleks.
Selain itu, hubungan antara memori dan proses berpikir juga dapat dipahami melalui konsep "depth of processing" atau kedalaman pemrosesan informasi. Teori ini mengatakan bahwa semakin dalam suatu informasi diproses, semakin baik informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang dan semakin mudah diakses kembali untuk proses berpikir lebih lanjut (Budi, 2022). Ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang mempromosikan pemrosesan informasi secara mendalam dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis siswa. Pemahaman tentang mekanisme kedalaman pemrosesan ini juga dapat membantu dalam mengembangkan teknik-teknik pengajaran yang lebih efektif dalam merangsang pemikiran kreatif.
Lebih lanjut, pengaruh memori terhadap proses berpikir juga terkait dengan konsep "working memory" atau memori kerja. Memori kerja merupakan sistem memori yang memungkinkan kita untuk menyimpan informasi sementara dan menggunakannya dalam pemikiran sehari-hari (Rahmania, 2023). Kemampuan memori kerja yang baik dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan menyelesaikan masalah dengan cepat.Â