Mohon tunggu...
Fathul Aziz
Fathul Aziz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Saya merupakan mahasiswa yang aktif dalam bersosialisasi dan menyukai hal baru terutama di dunia komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Memori dan Proses Berpikir

6 Juli 2024   20:08 Diperbarui: 6 Juli 2024   20:09 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama : Muhammad Fathul Aziz Al Gifari

Npm: 202210415248

Mata Kuliah Psikologi Komunikasi

Dosen Pengampu : Pagi Muhamad, S.I.Kom., M.I.Kom

PENDAHULUAN

Manusia memiliki kemampuan memori yang luar biasa yang memungkinkan mereka untuk menyimpan informasi dari lingkungan sekitar dan menggunakannya dalam berbagai konteks, termasuk dalam proses berpikir (Uno & Umar, 2023). Kemampuan memori ini mencakup dua aspek utama, yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka pendek berperan dalam menyimpan informasi yang sementara, sedangkan memori jangka panjang menyimpan informasi secara lebih permanen.

Memori dan proses berpikir manusia telah menjadi fokus utama dalam berbagai bidang studi, termasuk neurosains, psikologi kognitif, dan pendidikan. Penelitian-penelitian dalam bidang ini bertujuan untuk memahami bagaimana otak manusia menyimpan, mengakses, dan mengelola informasi, serta bagaimana proses berpikir terjadi di dalamnya. Hal ini penting karena pemahaman yang mendalam tentang memori dan proses berpikir dapat memberikan landasan yang kuat dalam pengembangan strategi pembelajaran yang lebih efektif dan adaptif.

Pentingnya memori dan proses berpikir juga terbukti dalam kehidupan sehari-hari, di mana manusia terus-menerus menggunakan kemampuan memori dan berpikir untuk mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan belajar dari pengalaman. Misalnya, dalam konteks pendidikan, pemahaman yang baik tentang bagaimana memori bekerja dapat membantu guru merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif untuk memfasilitasi pemahaman dan retensi informasi siswa.

Selain itu, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memungkinkan para peneliti untuk menggali lebih dalam tentang mekanisme otak manusia dan bagaimana hal itu berhubungan dengan proses memori dan berpikir. Teknik neuroimaging, misalnya, memungkinkan kita untuk melihat aktivitas otak secara langsung dan memahami bagaimana otak mengolah informasi. Hal ini membuka peluang baru untuk memahami kompleksitas memori dan berpikir manusia secara lebih mendalam.

Dalam konteks ini, pemahaman tentang teori-teori seperti Teori Atkinson-Shiffrin, yang menguraikan proses memori dalam beberapa tahap, menjadi penting. Teori ini memberikan kerangka kerja yang berguna dalam memahami bagaimana informasi disimpan dan diakses oleh otak manusia, serta bagaimana proses berpikir terjadi berdasarkan informasi yang tersimpan dalam memori. Integrasi antara teori-teori seperti ini dengan penelitian-penelitian terkini dalam bidang neurosains dan psikologi kognitif dapat memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang kompleksitas memori dan proses berpikir manusia.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maulita dan Suryana (2022) dalam bidang ilmu neurosains mengungkapkan kompleksitas luar biasa otak manusia yang terdiri dari triliunan sel otak, dengan setiap set otak memiliki pusat dengan banyak cabang dan koneksi yang sangat banyak. Setiap set otak tersebut saling berhubungan dan bertukar informasi dengan ratusan set lainnya, yang membuatnya lebih canggih daripada kebanyakan peralatan komputer di dunia. Dari triliunan sel tersebut, sekitar sepersepuluhnya adalah neuron atau sel saraf aktif yang dapat membuat hingga 20.000 koneksi berbeda dengan sel-sel lain. Otak manusia memiliki empat bagian utama pada tiga tingkatan berbeda, dengan bagian keempat terselip di bagian belakang, serta dua sisi yang memproses informasi dengan cara yang berbeda. Konsep "tiga otak dalam satu kepala" menjelaskan cara kerja otak yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang optimal, yang seharusnya memanfaatkan kedua belahan otak untuk menghasilkan pemikiran yang terstruktur sekaligus kreatif. Ingatan atau memori adalah proses kerja otak yang melibatkan penyimpanan informasi di dalam sistem sinapsis antara neuron, yang sangat penting dalam proses belajar karena memungkinkan penyimpanan dan pengambilan informasi. Neuroanatomi dan neurofisiologi, cabang dari neurosains yang mempelajari struktur dan fungsi otak, perlu dipertimbangkan dalam pendidikan untuk memaksimalkan pembelajaran sejak usia dini hingga dewasa, guna memastikan memori yang baik dan proses belajar yang optimal (Maulita & Suryana, 2022)

Penelitian yang dilakukan oleh Dania dan Novziransyah (2021) menjelaskan bahwa sensasi, persepsi, dan kognitif adalah tiga komponen fundamental dalam penyampaian informasi pada manusia. Sensasi melibatkan respons cepat dari neuron sensorik terhadap 

stimulus, sementara persepsi mengatur dan mengevaluasi sensasi untuk memperoleh informasi dari lingkungan internal dan eksternal. Informasi yang kita peroleh dari dunia luar melalui proses indera memberikan kita kemampuan untuk memahami dan mengantisipasi berbagai peristiwa yang terjadi. Kognitif mencakup proses kompleks yang melibatkan memori, fungsi eksekutif, orientasi, dan atensi, seperti dalam berbahasa, pemecahan masalah, dan proses berpikir yang membantu dalam merencanakan dan mengimplementasikan strategi dari proses sensasi dan persepsi. Penelitian ini juga menyoroti bahwa otak berfungsi sebagai prosesor utama dari aliran energi dan informasi yang diterima melalui indera. Awalnya, emosi tidak dianggap sebagai bagian dari kognitif, namun saat ini para ahli mulai mengeksplorasi kognitif psikologis dari emosi. Peneliti modern yang mendalami kognitif kini memfokuskan pada kemampuan abstrak yang melibatkan kepercayaan, pengetahuan, keinginan, pilihan, maksud, tujuan, dan intelegensia individu. Faktor bawaan sejak lahir dan pengalaman dari lingkungan memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Konsep terbaru menggambarkan perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang berkelanjutan dan krusial untuk masa depan (Dania & Novziransyah, 2021)

  • Teori Atkinson-Shiffrin

Teori utama tentang memori, yaitu Teori Model Atkinson-Shiffrin yang dikembangkan oleh Richard Atkinson dan Richard Shiffrin pada tahun 1968. Teori ini mengemukakan bahwa memori manusia terdiri dari tiga tahap utama: memori sensorik, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang (Risda et al., 2023). Memori sensorik adalah tahap pertama di mana informasi sensorik dari lingkungan disimpan dalam bentuk yang sangat sementara. Alan Baddeley, seorang psikolog Inggris, juga memperluas teori ini dengan konsep "Working Memory Model" yang membagi memori jangka pendek menjadi komponen-komponen seperti central executive, phonological loop, dan visuospatial sketchpad.

Memori jangka pendek adalah tahap kedua dalam Teori Atkinson-Shiffrin. Menurut teori ini, informasi yang disimpan dalam memori jangka pendek memiliki kapasitas yang terbatas dan dapat bertahan sekitar 20-30 detik tanpa pengulangan atau pemrosesan lebih lanjut. Alan Baddeley juga berperan dalam mengembangkan konsep memori kerja (working memory) yang memperhitungkan pengaruh dari proses-proses kognitif yang lebih kompleks dalam memori jangka pendek.

Terakhir, tahap ketiga adalah memori jangka panjang, di mana informasi yang dianggap penting atau telah diproses secara mendalam disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama.

Teori Atkinson-Shiffrin menyatakan bahwa transfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang melalui proses pengulangan dan pengkodean yang kuat. Tulisan dari Tulving (1972) mengenai "encoding specificity principle" juga menyoroti pentingnya konteks saat menyimpan informasi ke dalam memori jangka panjang.

Dalam konteks turunan dari Teori Atkinson-Shiffrin, terdapat juga konsep-konsep seperti "depth of processing" yang dijelaskan oleh Craik dan Lockhart pada tahun 1972. Mereka menekankan bahwa semakin dalam informasi diproses pada tahap memori jangka pendek, semakin baik pula informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang. Konsep ini menjadi dasar bagi berbagai penelitian tentang strategi belajar yang efektif.

Teori Atkinson-Shiffrin dan turunannya juga memberikan landasan bagi penelitian mengenai gangguan-gangguan memori, seperti penyakit Alzheimer dan amnesia. Penelitian oleh Endel Tulving (1985) tentang "Episodic Memory" dan "Semantic Memory" juga merupakan kontribusi penting dalam memahami bagaimana memori jangka panjang diorganisir dan diakses.

Dalam era perkembangan teknologi, konsep-konsep dari Teori Atkinson-Shiffrin telah diterapkan dalam desain interaksi manusia-komputer dan pengembangan strategi pembelajaran yang lebih efektif. Kajian lanjutan oleh peneliti-peneliti seperti Baddeley, Craik, dan Tulving terus memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana memori bekerja dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya secara optimal dalam berbagai konteks kehidupan.

PEMBAHASAN

  • Hubungan Teori Atkinson-Shiffrin dengan Penelitian Sebelumnya

Dalam melihat hubungan antara Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian sebelumnya, terdapat keterkaitan yang kuat antara konsep-konsep dalam teori tersebut dengan temuan penelitian Maulita dan Suryana (2022) mengenai kompleksitas otak manusia dalam mengolah informasi. Teori Atkinson-Shiffrin menguraikan bahwa memori manusia terdiri dari tiga tahap utama, termasuk memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Penelitian Maulita dan Suryana mendalam tentang neurosains dalam proses belajar dan memori, memperkuat pemahaman kita akan bagaimana otak manusia bekerja dalam menyimpan dan mengakses informasi. Ini mengindikasikan bahwa konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin relevan 

dan berhubungan erat dengan pemahaman modern tentang fungsi otak dan proses pembelajaran.

Korelasi antara konsep-konsep Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian Maulita dan Suryana juga menyoroti pentingnya pemahaman tentang kompleksitas otak dalam konteks pembelajaran. Dengan memahami bagaimana memori jangka pendek dan jangka panjang bekerja, kita dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan cara kerja otak manusia. Hal ini juga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana memori memengaruhi proses pembelajaran, yang merupakan inti dari penelitian neurosains dalam bidang pendidikan.

Lebih jauh lagi, pemahaman tentang hubungan antara Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian Maulita dan Suryana juga dapat memberikan wawasan baru tentang bagaimana kita dapat memaksimalkan potensi otak dalam pembelajaran. Dengan mengetahui bagaimana informasi disimpan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, kita dapat mengembangkan metode pengajaran yang lebih efisien dan memanfaatkan prinsip-prinsip neurosains untuk meningkatkan retensi informasi dan pemahaman siswa.

Keterkaitan ini juga dapat memberikan arah bagi penelitian lebih lanjut dalam memahami proses belajar dan memori manusia. Dengan menyelaraskan konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin dengan temuan dari penelitian Maulita dan Suryana, kita dapat membuka jalan untuk eksplorasi lebih lanjut tentang bagaimana faktor-faktor seperti lingkungan belajar, strategi pengajaran, dan penggunaan teknologi dapat memengaruhi efektivitas pembelajaran berdasarkan pemahaman neurosains.

Dalam konteks aplikasi praktis, hubungan ini juga dapat memperkuat pentingnya mengintegrasikan pengetahuan neurosains dalam pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran. Dengan memahami bagaimana otak manusia memproses dan menyimpan informasi, pendidik dapat mengadaptasi strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan kognitif siswa, menciptakan lingkungan belajar yang mempromosikan retensi informasi yang lebih baik, dan mengoptimalkan pengalaman pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih optimal.

  • Pengaruh Memori Terhadap Proses Berpikir

Memori memiliki peran yang sangat penting dalam memengaruhi proses berpikir manusia. Memori jangka pendek dan memori jangka panjang adalah dua komponen utama 

memori yang berinteraksi erat dengan proses berpikir kritis, kreatif, dan analitis (Nisa et al., 2023). Kemampuan untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek memungkinkan manusia untuk melakukan pemrosesan terhadap informasi tersebut secara sementara. Misalnya, saat menghadapi suatu masalah atau situasi yang membutuhkan pemikiran kritis, memori jangka pendek memainkan peran penting dalam mempertahankan informasi yang relevan dan menggunakannya untuk mengambil keputusan yang tepat. Sebaliknya, memori jangka panjang memainkan peran dalam menyimpan informasi yang lebih permanen, yang kemudian dapat diakses kembali untuk memfasilitasi proses berpikir kreatif dan analitis dalam menghadapi situasi yang kompleks.

Pengaruh memori terhadap proses berpikir juga dapat dilihat dari perspektif neurosains. Studi tentang otak manusia telah menunjukkan bahwa proses penyimpanan dan pengambilan informasi dalam memori melibatkan aktivitas neuron yang kompleks di berbagai bagian otak. Misalnya, memori jangka pendek terkait dengan aktivitas korteks prafontral dan korteks temporal medial, sementara memori jangka panjang terkait dengan perubahan struktural dan koneksi sinaptik yang terjadi di berbagai daerah otak. Pemahaman ini membantu menjelaskan bagaimana kapasitas memori manusia memengaruhi kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan analitis, karena proses tersebut melibatkan integrasi informasi dari memori dengan proses-proses kognitif yang lebih kompleks.

Selain itu, hubungan antara memori dan proses berpikir juga dapat dipahami melalui konsep "depth of processing" atau kedalaman pemrosesan informasi. Teori ini mengatakan bahwa semakin dalam suatu informasi diproses, semakin baik informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang dan semakin mudah diakses kembali untuk proses berpikir lebih lanjut (Budi, 2022). Ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang mempromosikan pemrosesan informasi secara mendalam dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis siswa. Pemahaman tentang mekanisme kedalaman pemrosesan ini juga dapat membantu dalam mengembangkan teknik-teknik pengajaran yang lebih efektif dalam merangsang pemikiran kreatif.

Lebih lanjut, pengaruh memori terhadap proses berpikir juga terkait dengan konsep "working memory" atau memori kerja. Memori kerja merupakan sistem memori yang memungkinkan kita untuk menyimpan informasi sementara dan menggunakannya dalam pemikiran sehari-hari (Rahmania, 2023). Kemampuan memori kerja yang baik dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan menyelesaikan masalah dengan cepat. 

Penelitian dalam bidang ini sering kali menghubungkan antara kapasitas memori kerja dengan performa kognitif yang lebih tinggi dalam berbagai tugas berpikir.

Selain itu, pengaruh memori terhadap proses berpikir juga dapat diamati dalam konteks gangguan memori seperti penyakit Alzheimer atau amnesia. Gangguan pada sistem memori dapat menghambat kemampuan seseorang untuk memproses informasi dengan benar dan membuat keputusan yang tepat. Studi tentang efek gangguan memori ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana sistem memori normal berkontribusi pada kemampuan berpikir manusia dalam kehidupan sehari-hari.

  • Implikasi Teori Atkinson-Shiffrin dalam Konteks Pendidikan dan Pembelajaran

Pemahaman tentang Teori Atkinson-Shiffrin memiliki implikasi yang signifikan dalam konteks pendidikan dan pembelajaran. Salah satu manfaat utamanya adalah kemampuan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran melalui pengembangan strategi pembelajaran yang mempertimbangkan kapasitas memori jangka pendek dan jangka panjang siswa. Sebagai contoh konkret, guru dapat merancang aktivitas pembelajaran yang mengikuti prinsip-prinsip dalam Teori Atkinson-Shiffrin, seperti memberikan rangsangan yang menarik untuk memori jangka pendek, kemudian mengulangi dan mengkaitkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang sudah ada untuk memperkuat memori jangka panjang. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih efektif karena memanfaatkan cara kerja otak manusia secara optimal.

Selain itu, pemahaman tentang Teori Atkinson-Shiffrin juga dapat digunakan untuk merancang kurikulum yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan kognitif siswa. Misalnya, dengan mengetahui bahwa memori jangka pendek memiliki kapasitas terbatas, guru dapat menyusun materi pembelajaran dalam bagian-bagian yang dapat diingat dengan baik dalam jangka pendek sebelum diolah lebih lanjut untuk disimpan dalam memori jangka panjang. Hal ini membantu siswa dalam mengelola beban informasi yang mereka terima, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan berkesan.

Rekomendasi untuk pengembangan strategi pembelajaran juga dapat mencakup penggunaan teknologi pendidikan yang dapat memfasilitasi proses pengulangan dan pengkaitan informasi, sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Teori Atkinson-Shiffrin. Sebagai contoh, aplikasi pembelajaran online dapat dirancang untuk memberikan latihan pengulangan secara teratur, memberikan umpan balik yang memperkuat pemahaman, dan memfasilitasi pengkaitan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Hal ini membantu siswa dalam 

memperkuat memori jangka pendek dan jangka panjang mereka serta meningkatkan pemahaman konsep-konsep yang dipelajari.

Selain itu, pemahaman tentang Teori Atkinson-Shiffrin juga dapat memberikan wawasan tentang pentingnya penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan menarik bagi siswa. Dengan mempertimbangkan bahwa memori jangka pendek dapat dipengaruhi oleh kepentingan dan motivasi, guru dapat menggunakan pendekatan yang kreatif dan interaktif, seperti permainan edukatif, proyek kolaboratif, atau simulasi praktis, yang dapat meningkatkan minat dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Implikasi teori ini juga dapat membantu dalam merancang penilaian yang lebih efektif dan memperhatikan kapasitas memori siswa. Misalnya, tes yang dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam Teori Atkinson-Shiffrin dapat mengukur sejauh mana siswa dapat menyimpan dan mengakses informasi dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat tentang pemahaman mereka terhadap materi pelajaran.

Dalam konteks pembelajaran di masa depan yang semakin didorong oleh teknologi, pemahaman tentang Teori Atkinson-Shiffrin juga dapat membantu dalam merancang solusi-solusi inovatif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Misalnya, pengembangan sistem pembelajaran adaptif yang dapat menyesuaikan tingkat kesulitan dan metode pengajaran berdasarkan kemampuan dan kapasitas memori siswa (Nurhayati et al., 2024). Dengan demikian, Teori Atkinson-Shiffrin memiliki implikasi yang luas dalam mendukung upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran di berbagai konteks pendidikan.

  • Keterkaitan Teori Atkinson-Shiffrin dengan Penelitian Maulita dan Suryana (2022)

Penelitian Maulita dan Suryana (2022) memberikan kontribusi yang berharga dalam memperdalam pemahaman tentang hubungan antara memori dan proses berpikir manusia dalam konteks Teori Atkinson-Shiffrin. Dengan menganalisis temuan dari penelitian ini, kita dapat mengevaluasi sejauh mana konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin didukung atau dilengkapi oleh penemuan baru dalam penelitian Maulita dan Suryana. Salah satu konsep utama dalam Teori Atkinson-Shiffrin adalah peran penting memori jangka pendek dan jangka panjang dalam proses pembelajaran dan berpikir. Penelitian Maulita dan Suryana yang mendalam tentang kompleksitas otak manusia dalam mengolah informasi memberikan 

kontribusi penting dalam memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana memori berinteraksi dengan proses berpikir, serta bagaimana informasi disimpan, diakses, dan digunakan kembali oleh otak manusia.

Dalam konteks keterkaitan Teori Atkinson-Shiffrin dengan penelitian Maulita dan Suryana, penting untuk mengidentifikasi titik-titik kesesuaian antara temuan-temuan keduanya. Misalnya, penelitian Maulita dan Suryana mungkin menemukan bahwa pengulangan informasi dan penguatan koneksi sinaptik berperan penting dalam memperkuat memori jangka panjang, yang sejalan dengan konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin tentang pengulangan informasi sebagai faktor penting dalam transfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Dengan demikian, integrasi antara penelitian dan teori dapat membantu menguatkan pemahaman kita tentang mekanisme kerja memori dan proses berpikir manusia.

Selain itu, penelitian Maulita dan Suryana juga dapat memberikan wawasan baru tentang aspek-aspek tertentu dari Teori Atkinson-Shiffrin yang mungkin perlu diperbarui atau diperluas. Contohnya, penelitian ini dapat membuka ruang untuk mempertimbangkan peran emosi dalam pengolahan informasi dan penyimpanan memori, yang mungkin belum sepenuhnya dijelaskan dalam Teori Atkinson-Shiffrin. Integrasi antara penelitian dan teori dapat menjadi landasan untuk pengembangan teori yang lebih komprehensif dan inklusif.

Sebagai tambahan, pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan antara memori dan proses berpikir melalui integrasi teori dan penelitian juga dapat memberikan pandangan yang lebih holistik terhadap fungsi otak manusia. Misalnya, penelitian Maulita dan Suryana menyoroti keterkaitan antara fungsi kognitif yang berbeda, seperti memori, perhatian, dan pemecahan masalah, yang dapat membantu kita memahami bagaimana otak manusia bekerja secara keseluruhan dalam konteks pembelajaran dan pengambilan keputusan.

Selain itu, integrasi antara Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian Maulita dan Suryana dapat memberikan wawasan baru tentang bagaimana variabilitas individual dalam kapasitas memori dan proses berpikir dapat memengaruhi pengalaman belajar seseorang. Beberapa individu memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan informasi dalam memori jangka pendek, sementara yang lain lebih mampu mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang sudah ada dalam memori jangka panjang (Sani, 2022). Hal ini dapat memberikan dasar bagi pengembangan pendekatan pembelajaran yang lebih individual dan adaptif. 

Dengan memperdalam pemahaman tentang keterkaitan antara Teori Atkinson-Shiffrin dan penelitian Maulita dan Suryana, kita juga dapat membuka pintu bagi kolaborasi lintas disiplin yang lebih luas dalam pemahaman otak manusia. Kolaborasi antara ahli neurosains, psikologi kognitif, dan pendidikan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kompleksitas otak manusia, yang kemudian dapat diaplikasikan dalam pengembangan strategi pembelajaran dan pengajaran yang lebih efektif dan inklusif di masa depan.

  • Diskusi tentang Relevansi Teori Atkinson-Shiffrin dalam Studi Neurosains dan Pembelajaran

Konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin memiliki relevansi yang signifikan dalam studi neurosains dan pembelajaran modern. Teori ini memberikan landasan yang kuat untuk memahami bagaimana otak manusia menyimpan, mengakses, dan mengolah informasi dalam konteks pembelajaran. Misalnya, konsep memori jangka pendek dan jangka panjang dalam Teori Atkinson-Shiffrin menjadi titik fokus dalam penelitian neurosains terbaru yang bertujuan untuk memahami bagaimana otak manusia memproses informasi secara efektif dan mengoptimalkan proses pembelajaran. Dengan menggunakan konsep-konsep ini sebagai landasan, penelitian neurosains dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih efisien dan efektif.

Salah satu implikasi temuan dalam penelitian neurosains terbaru adalah penekanan pada pentingnya pengulangan informasi dalam memperkuat memori jangka panjang. Temuan ini mendukung konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin tentang pentingnya pengulangan dalam transfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Sebagai contoh, penelitian yang menguji efektivitas pengulangan informasi dalam pembelajaran kata-kata bahasa asing menunjukkan bahwa siswa yang menggunakan teknik pengulangan memiliki tingkat retensi yang lebih tinggi daripada yang tidak. Hal ini menggambarkan bagaimana temuan neurosains terbaru dapat memvalidasi dan memperkuat konsep-konsep yang ada dalam teori pembelajaran.

Selain itu, penelitian neurosains juga telah membahas efek lingkungan belajar dan stimulasi kognitif terhadap proses pembelajaran. Temuan ini dapat dihubungkan dengan konsep-konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin tentang pentingnya stimulasi lingkungan dan keaktifan kognitif dalam memperkuat koneksi sinaptik dan memori jangka panjang. Misalnya, penelitian yang mengeksplorasi efek stimulasi visual dalam pembelajaran matematika menemukan bahwa siswa yang terpapar dengan materi visual yang menarik memiliki tingkat 

pemahaman yang lebih baik daripada yang hanya mengandalkan teks. Hal ini menunjukkan bagaimana penelitian neurosains dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi dan menarik.

Selain itu, penelitian neurosains terbaru juga menyoroti peran emosi dalam proses pembelajaran dan memori. Temuan ini memperluas pemahaman kita tentang bagaimana emosi memengaruhi aktivitas otak dan proses belajar. Contohnya, penelitian tentang efek positif emosi terhadap memori menunjukkan bahwa siswa yang merasa senang atau termotivasi cenderung memiliki tingkat retensi yang lebih baik (Lidia Susanti, 2020). Hal ini memberikan kontribusi dalam memahami hubungan antara aspek emosional dan kognitif dalam pembelajaran, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan strategi pembelajaran yang lebih holistik.

Selain itu, temuan dalam penelitian neurosains terbaru juga menyoroti pentingnya tidur yang cukup dalam proses konsolidasi memori. Penelitian telah menunjukkan bahwa tidur yang berkualitas dapat meningkatkan kemampuan otak untuk memproses dan menyimpan informasi dalam memori jangka panjang. Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep dalam Teori Atkinson-Shiffrin tentang peran istirahat dan tidur dalam memperkuat memori, yang menunjukkan bahwa proses konsolidasi memori terjadi saat tidur. Sebagai solusi, pendidik dapat mempertimbangkan jadwal pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan tidur yang cukup, sehingga memaksimalkan efektivitas pembelajaran.

KESIMPULAN

Memori dan proses berpikir manusia saling berkaitan erat, di mana memori berfungsi sebagai dasar penyimpanan informasi yang digunakan dalam berbagai aktivitas kognitif. Memori jangka pendek memungkinkan penyimpanan informasi sementara yang digunakan dalam proses berpikir cepat, sementara memori jangka panjang menyimpan informasi secara lebih permanen yang digunakan dalam pemikiran kompleks dan analitis. Pemahaman tentang mekanisme kerja memori, seperti yang dijelaskan dalam Teori Atkinson-Shiffrin, memberikan landasan yang kuat bagi pengembangan strategi pembelajaran yang lebih efektif. Penelitian terbaru dalam neurosains mendukung dan memperluas konsep-konsep ini dengan menyoroti peran pengulangan, stimulasi lingkungan, emosi, dan tidur dalam memperkuat memori dan proses berpikir. Dengan mengintegrasikan temuan-temuan ini, pendidik dapat merancang metode pembelajaran yang lebih adaptif dan holistik, meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat dan mengolah informasi, serta mengoptimalkan hasil pembelajaran mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, I. S. (2022). Teori Pemrosesan Informasi dalam Model Pembelajaran di SD/MI. FIKROTUNA: Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, 11(01), 130–145.

Dania, I. A., & Novziransyah, N. (2021). Sensasi, Persepsi, Kognitif. Ibnu Sina: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, 20(1), 14–21.

Lidia Susanti, S. P. (2020). Strategi pembelajaran berbasis motivasi. Elex Media Komputindo.

Maulita, R., & Suryana, E. (2022). Neurosains Dalam Proses Belajar Dan Memori. INOVATIF: Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama, dan Kebudayaan, 8(2), 216–231.

Nisa, Z., Azzahra, R. T., & Khotimah, S. K. (2023). Studi Analisis: Teori Pemrosesan Informasi dalam Pembelajaran PAI Berbasis HOTS. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 13(2), 541–553.

Nurhayati, S., Wibowo, A. A. H., Mustapa, N., Laksono, R. D., Bariah, S., Patalatu, J. S., Muthahharah, S., & Sukmawati, F. (2024). Buku Ajar Psikologi Pendidikan. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Rahmania, T. (2023). Psikologi perkembangan. Sada Kurnia Pustaka.

Risda, R., Septriwinti, F. J., & Nasution, F. (2023). Pendekatan Pemrosesan Informasi. MUDABBIR Journal Reserch and Education Studies, 3(1), 49–59.

Sani, R. A. (2022). Inovasi pembelajaran. Bumi Aksara.

Uno, H. B., & Umar, M. K. (2023). Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran: sebuah konsep pembelajaran berbasis kecerdasan. Bumi Aksara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun