Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maulita dan Suryana (2022) dalam bidang ilmu neurosains mengungkapkan kompleksitas luar biasa otak manusia yang terdiri dari triliunan sel otak, dengan setiap set otak memiliki pusat dengan banyak cabang dan koneksi yang sangat banyak. Setiap set otak tersebut saling berhubungan dan bertukar informasi dengan ratusan set lainnya, yang membuatnya lebih canggih daripada kebanyakan peralatan komputer di dunia. Dari triliunan sel tersebut, sekitar sepersepuluhnya adalah neuron atau sel saraf aktif yang dapat membuat hingga 20.000 koneksi berbeda dengan sel-sel lain. Otak manusia memiliki empat bagian utama pada tiga tingkatan berbeda, dengan bagian keempat terselip di bagian belakang, serta dua sisi yang memproses informasi dengan cara yang berbeda. Konsep "tiga otak dalam satu kepala" menjelaskan cara kerja otak yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang optimal, yang seharusnya memanfaatkan kedua belahan otak untuk menghasilkan pemikiran yang terstruktur sekaligus kreatif. Ingatan atau memori adalah proses kerja otak yang melibatkan penyimpanan informasi di dalam sistem sinapsis antara neuron, yang sangat penting dalam proses belajar karena memungkinkan penyimpanan dan pengambilan informasi. Neuroanatomi dan neurofisiologi, cabang dari neurosains yang mempelajari struktur dan fungsi otak, perlu dipertimbangkan dalam pendidikan untuk memaksimalkan pembelajaran sejak usia dini hingga dewasa, guna memastikan memori yang baik dan proses belajar yang optimal (Maulita & Suryana, 2022)
Penelitian yang dilakukan oleh Dania dan Novziransyah (2021) menjelaskan bahwa sensasi, persepsi, dan kognitif adalah tiga komponen fundamental dalam penyampaian informasi pada manusia. Sensasi melibatkan respons cepat dari neuron sensorik terhadapÂ
stimulus, sementara persepsi mengatur dan mengevaluasi sensasi untuk memperoleh informasi dari lingkungan internal dan eksternal. Informasi yang kita peroleh dari dunia luar melalui proses indera memberikan kita kemampuan untuk memahami dan mengantisipasi berbagai peristiwa yang terjadi. Kognitif mencakup proses kompleks yang melibatkan memori, fungsi eksekutif, orientasi, dan atensi, seperti dalam berbahasa, pemecahan masalah, dan proses berpikir yang membantu dalam merencanakan dan mengimplementasikan strategi dari proses sensasi dan persepsi. Penelitian ini juga menyoroti bahwa otak berfungsi sebagai prosesor utama dari aliran energi dan informasi yang diterima melalui indera. Awalnya, emosi tidak dianggap sebagai bagian dari kognitif, namun saat ini para ahli mulai mengeksplorasi kognitif psikologis dari emosi. Peneliti modern yang mendalami kognitif kini memfokuskan pada kemampuan abstrak yang melibatkan kepercayaan, pengetahuan, keinginan, pilihan, maksud, tujuan, dan intelegensia individu. Faktor bawaan sejak lahir dan pengalaman dari lingkungan memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Konsep terbaru menggambarkan perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang berkelanjutan dan krusial untuk masa depan (Dania & Novziransyah, 2021)
- Teori Atkinson-Shiffrin
Teori utama tentang memori, yaitu Teori Model Atkinson-Shiffrin yang dikembangkan oleh Richard Atkinson dan Richard Shiffrin pada tahun 1968. Teori ini mengemukakan bahwa memori manusia terdiri dari tiga tahap utama: memori sensorik, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang (Risda et al., 2023). Memori sensorik adalah tahap pertama di mana informasi sensorik dari lingkungan disimpan dalam bentuk yang sangat sementara. Alan Baddeley, seorang psikolog Inggris, juga memperluas teori ini dengan konsep "Working Memory Model" yang membagi memori jangka pendek menjadi komponen-komponen seperti central executive, phonological loop, dan visuospatial sketchpad.
Memori jangka pendek adalah tahap kedua dalam Teori Atkinson-Shiffrin. Menurut teori ini, informasi yang disimpan dalam memori jangka pendek memiliki kapasitas yang terbatas dan dapat bertahan sekitar 20-30 detik tanpa pengulangan atau pemrosesan lebih lanjut. Alan Baddeley juga berperan dalam mengembangkan konsep memori kerja (working memory) yang memperhitungkan pengaruh dari proses-proses kognitif yang lebih kompleks dalam memori jangka pendek.
Terakhir, tahap ketiga adalah memori jangka panjang, di mana informasi yang dianggap penting atau telah diproses secara mendalam disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama.
Teori Atkinson-Shiffrin menyatakan bahwa transfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang melalui proses pengulangan dan pengkodean yang kuat. Tulisan dari Tulving (1972) mengenai "encoding specificity principle" juga menyoroti pentingnya konteks saat menyimpan informasi ke dalam memori jangka panjang.
Dalam konteks turunan dari Teori Atkinson-Shiffrin, terdapat juga konsep-konsep seperti "depth of processing" yang dijelaskan oleh Craik dan Lockhart pada tahun 1972. Mereka menekankan bahwa semakin dalam informasi diproses pada tahap memori jangka pendek, semakin baik pula informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang. Konsep ini menjadi dasar bagi berbagai penelitian tentang strategi belajar yang efektif.
Teori Atkinson-Shiffrin dan turunannya juga memberikan landasan bagi penelitian mengenai gangguan-gangguan memori, seperti penyakit Alzheimer dan amnesia. Penelitian oleh Endel Tulving (1985) tentang "Episodic Memory" dan "Semantic Memory" juga merupakan kontribusi penting dalam memahami bagaimana memori jangka panjang diorganisir dan diakses.
Dalam era perkembangan teknologi, konsep-konsep dari Teori Atkinson-Shiffrin telah diterapkan dalam desain interaksi manusia-komputer dan pengembangan strategi pembelajaran yang lebih efektif. Kajian lanjutan oleh peneliti-peneliti seperti Baddeley, Craik, dan Tulving terus memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana memori bekerja dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya secara optimal dalam berbagai konteks kehidupan.
PEMBAHASAN
- Hubungan Teori Atkinson-Shiffrin dengan Penelitian Sebelumnya