Ungkapan Markoya seperti cambukan halilintar memecah batin Mukidi. Butiran keringat terlihat dikerut dahinya yang bersih. Suasana hening. Masing-masing bergumul dengan kecamuk batinnya sendiri.
"Mar, apakah kamu punya pengalaman mencintai seseorang?" suara Mukidi memecah keheningan.
"Mengapa, Guru? Apa hubungannya dengan rasa hambar saya dalam beribadah?"
"Begini, Mar. Rasa hambar itu karena ketiadaan rasa cinta antara hamba dan Tuhannya. Lalu bagaimana aku harus menjelaskan rasa cinta itu, jika kamu tidak punya pengalaman mencintai? Sesempurna apapun seseorang menjelaskan rasa cinta, tetap tidak akan mampu mengungkapkan hakikatnya. Apakah kamu mampu menjelaskan rasa manis tanpa mencicipi gula? Sejuta kata yang kamu ungkapkan untuk menjelaskan rasa manis tetap tidak akan mampu menunjukkan hakikat manis itu sendiri tanpa mencicipinya sendiri".
Markoya menunduk meraba batinnya sendiri, tanpa memberikan sapatah katapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H