Penutup
Mekanisme Pemilu sebagai instrumen rekruitmen politik hanya tahap awal dalam mewujudkan. Pemilu hanya alat dan sarana untuk memastikan bahwa mereka yang akan “mewakili” kepentingan rakyat (baca: wakil rakyat) adalah benar-benar representasi rakyat. Pemilu harus dipahami sekedar alat, bukan tujuan dalam mewujudkan demokrasi.
Dalam tatanan masyarakat modern, demokrasi merupakan suatu keniscayaan yang harus dijamin keberlangsungannya. Demokrasi yang berarti kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat tentu memerlukan mekanisme tertentu. Demokrasi perwakilan dipilih hanya karena demokrasi langsung tidak mungkin dilaksanakan. Harus ada mereka yang “duduk” untuk mewakili kepentingan rakyat di parlemen. Wakil rakyat yang akan menyuarakan aspirasi rakyat.
Bila terjadi penyimpangan akan tanggung jawab mandat yang telah diberikan oleh rakyat kepada wakilnya di legislatif, maka harus ada mekanisme pertanggungjawaban tersebut. Lord Acton berpendapat bahwa Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Oleh karena itu, mekanisme pengawasan harus diciptakan sebagai fungsi kontrol bagi wakil rakyat. Dengan demikian demokrasi yang sama-sama kita impikan, yaitu demokrasi yang di dalamya terjamin semua kepentingan masyarakat dapat terwujud.
Daftar Bacaan
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Gramedia, 2008.
Dicey, A. V., An Introduction to the Study of the Law of the Constitution, London: Macmillan, 10th edn, 1959
Kurniawan, Luthfi J, Negara, Civil Society dan Demokratisasi, Malang: In-Trans Publishing, 2008.
Tanuredjo, Budiman Melongok Demokrasi Indonesia, Harian Kompas, 16 Agustus 2007.
Trubus Rahardiansah, Pelaksanaan Pilpres 2009: Analisis Dinamika Relasi Negara dan Masyarakat, Makalah Seminar Nasional, 25 Juni 2009. Undip Semarang
www.kompas.com edisi 8 April 2009.
www.kompas.com, edisi 9 April 2009
Makalah ini disusun dalam rangka mengikuti Seminar Internasional 10 Tahun 2009 di Kampoeng Percik – Salatiga.
Rumusan yang dikemukakan oleh para sarjana tentang negara sangat beragam. Lebih lanjut, dapat dibaca dalam MiriamBudiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Gramedia, 2008, h. 48.
Pengertian demokrasi di negara modern tentu tidak sama dengan pengertian demokrasi di Yunani Kuno, dimana Negara Kota (Polis) di Yunani saat itu menganut “Demokrasi Langsung”. Seluruh rakyat berhak menentukan nasibnya sendiri. Demokrasi modern menganut sistem demokrasi perwakilan.
Sampai Juni 2008 daftar pemilih sementara (DPS) pada Pemilihan Umum 2009 mencapai 174.410.453 pemilih yang terdiri dari pemilih dalam negeri sebanyak 172.800.716 orang dan pemilih luar negeri sebanyak 1.609.737 orang.Sesuai data terakhir di Komisi Pemilihan Umum per 7 Maret 2009, jumlah pemilih yang tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 171.265.442 orang.
Kedua bentuk relasi ini penulis gunakan sekedar untuk mengilustrasikan relasi yang dapat dipilih oleh suatu negara dalam menjalankan pemerintahannya. Negara yang benar-benar demokratis menempatkan rakyat sejajar dengan negara karena keberadaan negara adalah wujud dari bersatunya negara—dalam artiannya sebagai suatu wilayah—dan rakyat sebagai penghuninya.
Cara pandang seperti ini cenderung menganggap rakyat sebagai komoditas saja dalam proses pengumpulan suara. Lihat saja fenomena “politik uang” yang mewarnai proses Pemilu Legislatif. Rakyat yang pragmatis tentu makin menyuburkan perilaku ini, tapi rakyat terlalu pintar: “ambil uangnya, soal pilihan, nanti ditentukan di bilik suara”.