Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Ramadhan Tiba

10 Agustus 2010   09:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:09 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_221668" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Bulan puasa baru saja akan dimulai. Di Ibukota hiruk pikuk masyarakat sudah terasa. Mereka mulai membanjiri pusat-pusat perbelanjaan, yang tak mau kehilangan momen, memajang beragam kebutuhan mulai dari pakaian hingga makanan. Bahkan parcel hadiah lebaran yang masih sebulan lagi sudah tertata di rak-rak.

Masyarakat nampaknya berfikir jauh lebih maju. Mereka sudah membayangkan bagaimana suasana kampung halaman. Belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya mereka sudah menyesaki loket stasiun guna mendapat tiket mudik. Tiket pun ludes. Banyak diantara mereka yang pulang dengan tangan hampa karena pulang dengan tangan hampa. Padahal sudah rela datang lebih pagi untuk antre bahkan sampai tidur di stasiun. Tak hanya tiket kereta api saja yang ludes. Tiket pesawatpun untuk berbagai tujuan dengan harga yang relatif ramah di kantong juga sudah tak ada.

Jika sudah demikian, di awal bulan yang penuh berkah ini, yang menjadi perhatian bukan lagi apakah saya akan khatam 30 juz Al Quran.Bukan pula saya tak boleh lagi bolong-bolong sholat tarawihnya, apalagi sampai bolong puasanya. Namun bagaimana saya bisa dapat duit buat mudik, mudik naik apa, bawa oleh-oleh apa nanti dan sebagainya. Bagi pendatang yang tinggal di Jakarta mudik mau tak mau jadi masalah.

Coba saja perhatikan dari tahun ke tahun harga tiket mudik cenderung naik. Bagi saya yang berasal dari kota kecil di selatan Kediri, yang dilewati jalur kereta, kereta api menjadi pilihan utama. Bukan tanpa alasan memilih kereta api utamanya terkait dengan waktu tempuh dan kelancaran perjalanan dibanding bis. Namun kereta api yang melewati tempat saya harganya juga tak kalah luar biasa. Untuk kereta api Gajayana harganya hingga 500 ribu sedangkan Senja Kediri 250 ribu. Sedangkan untuk kelas ekonomi jauh dibawah itu namun bisa dibayangkan sendiri bagaimana rasanya naik kereta ekonomi jarak jauh. Akhirnya pilihan seringkali tetap jatuh ke kelas bisnis atau eksekutif namun itupun harus beradu cepat dengan calon penumpang lainya. Atau jika sudah tak ada pilihan akhirnya bispun tak mengapa meski harus bermacet-macetan berjam-jam lamanya.

Ramadhan datang, bingung mikir tiket mudik, bingung mikir duit buat pulang, lalu mikir ibadahnya kapan? Dengan berbagai godaan dan ujian hidup di kota besar ini semoga tetap bisa kita lalui dengan sukses. Tentunya ada pahala yang begitu besar jika lulus.

Malam ini, malam Ramadhan pertama, mari kita menyambut dengan suka cita. Mari penuhi masjid tuk menunaikan sholat Tarawih. Namun jangan hanya malam ini saja, besok, lusa hingga sebelum sehari lebaran tiba..

“MUSTOFA, Ramadan adalah bulan-Nya yang Ia serahkan kepadamu dan bulanmu serahkanlah semata-mata untuk-Nya. Bersucilah untuk-Nya. Bersalatlah untuk-Nya. Berpuasalah untuk-Nya. Berjuanglah melawan dirimu sendiri untuk-Nya.”

( Nasehat Ramadan buat A. Mustofa Bisri oleh Gus Mus)

FATHONI ARIEF

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun