Mohon tunggu...
Fathoni AliefSetyoherlambang
Fathoni AliefSetyoherlambang Mohon Tunggu... Lainnya - kuliah di Universitas Airlangga

Konten yang buat atau upload sesuai kempuan saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cukupkah Agama sebagai Pencegah Radikalisme?!

3 Juli 2022   12:28 Diperbarui: 3 Juli 2022   12:30 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai negara yang mempunyai beragam budaya, agama, dan ras bangsa Indonesia memiliki banyak ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Pada zaman era digital ini, informasi apapun dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh semua kalangan. 

Menurut Kominfo, penggunaan internet di Indonesia pada tahun 2021 menembus 202 juta pengguna . Walaupun dengan adanya kebebasan yang dimiliki masyarakat atas perkembangan 1 teknologi ini, tetapi hal ini juga dapat menyebabkan adanya permasalahan dalam hal persatuan di Indonesia seperti berita hoax, ujaran kebencian, dan tentunya paham radikal, melihat dari masyarakat indonesia sendiri yang mempunyai budaya yang multikultural. 

Dengan adanya media sosial ini, persatuan dan kesatuan bangsa dapat terancam, karena masih banyak masyarakat yang belum bijak dalam menggunakan media sosial pada era digital ini. sebuah paham akan masuk dengan mudah apabila tidak adanya edukasi antara berita yang benar maupun berita hoax yang beredar karena sekarang banyak pihak yang menggunakan media sosial untuk mengutarakan ujaran kebencian maupun paham politik yang buruk dan berpotensi memecah persatuan dan kesatuan bangsa. 

Dengan adanya problematika ini, paham radikalisme akan mudah masuk apabila masyarakat masih belum bijak dalam menggunakan teknologi dalam era digital ini. Dengan ini diperlukan adanya sebuah solusi untuk mengurangi bahkan untuk mencegah adanya paham radikalisme yang sangat merugikan bangsa ini. 

Pelaporan kasus radikalisme di Indonesia pada tahun 2019 tergolong tinggi, dimana itu akan menjadi titik celah kelemahan bangsa ini. Potensi penyebaran kasus radikalisme di Indonesia memiliki potensi yang besar, terutama sekarang pada era modern yang serba digital. Masyarakat harus sangat selektif dalam memilih dan menyebarkan informasi. Menyebarkan disini dalam artian adalah akibat tidak tahu akan kandungan konten yang disebarkan, maka masyarakat tersebut bisa saja dianggap telah menyebarkan konten yang berbau unsur radikal. 

Indonesia sebagai negara yang multikultural budayanya serta dengan populasi muslim terbesar di dunia dengan aliran yang beragam. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting untuk penerapan dalam moderasi Islam. 

Moderasi sendiri adalah sebuah prinsip dasar Islam, sedangkan islam moderat merupakan sebuah pemahaman terhadap nilai keagamaan termasuk semua unsur di dalamnya. 

Salah satunya adalah keberagaman seperti agama, adat, budaya maupun bangsa itu sendiri. Dapat juga dikatakan, pemahaman masyarakat terhadap moderasi beragama ini harus dipahami dengan keseluruhan, bukan hanya pemahaman seperti biasanya, melainkan moderasi dalam beragama di Indonesia bukanlah Indonesia yang moderat, melainkan mode pemahaman agama yang harus moderat karena Indonesia sendiri memiliki budaya dan adat istiadat yang bermacam-macam bentuknya.

Dengan adanya Moderasi Beragama paham radikalisme di Indonesia bisa teratasi. Moderasi beragama sendiri masih seperti asing di telinga era sekarang. Dengan adanya berbagai perbedaan dan perpecahan bangsa, dengan demikian moderasi diharapkan menjadi sebuah jalan tengah dalam keragaman agama di Indonesia. 

Moderasi sendiri adalah budaya nusantara yang berjalan beriringan dan tidak saling merendahkan agama dan kearifan lokal dengan cara mengedepankan sifat toleransi dalam keseharian. 

Keragaman ini juga bisa dapat terancam apabila paham-paham yang menyebabkan persatuan dan kesatuan dapat menyebar dengan bebas tanpa adanya edukasi maupun perlindungan oleh pemerintah. Menurut Sidi (2014), ada tiga jenis radikalisme: radikalisme kultural, radikalisme struktural, dan radikalisme spesifik. 

Radikalisme kultural adalah radikalisme yang mendukung munculnya radikalisme struktural dan radikalisme pada khususnya. Radikalisme spesifik (violence-like behavior) diartikan dengan sendirinya sebagai radikalisme yang diekspresikan dalam bentuk suatu peristiwa atau perilaku, sehingga mudah untuk mengidentifikasi jenis radikalisme ini. 

Radikalisme struktural (struktural kekerasan) didefinisikan sebagai radikalisme dalam bentuk eksploitasi terorganisir, dengan mekanisme yang menghambat pembentukan kesadaran dan keberadaan entitas yang dapat menahan eksploitasi dan penindasan. Radikalisme spesifik dapat dikemukakan bahwa paham radikalisme dapat dipraktikkan oleh siapa saja dan dalam hal apa saja, tidak peduli terhadap kelompok sosial atau individu manapun yang menjadi basis fundamentalnya. 

Pada konteks keagamaan, ada upaya menghindari paham radikalisme, yaitu dengan diciptakannya pemahaman yang moderat, moderat disini diartikan sebagai paham keagamaan harus terbuka yang dikenal dengan moderasi agama. 

Moderasi artinya moderat atau dapat diartikan kebalikan dari ekstrimisme dalam menghadapi perbedaan dan keragaman. Islam yang moderat ini berusaha mencapai titik puncak dan tetap tidak memihak salah satu pihak dengan cara melihat masalah dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Islam moderat menggunakan sebuah konsep, yaitu mengedepankan sikap toleransi dan rasa hormat yang tinggi dengan menyikapi perbedaan kepercayaan dan budaya serta mengakui keaslian ajaran masing-masing agama dan kelompok sehingga setiap orang dapat membuat keputusan yang bijaksana tanpa adanya perselisihan di dalamnya. 

Dengan demikian moderasi beragama akan menjadi titik temu antara keragaman agama di Indonesia dan memungkinkan untuk mencegah ekstremisme di Indonesia. Dapat diartikan juga bahwa moderasi akan membawa masyarakat berjalan beriringan dengan kearifan lokal dan tidak mengabaikan agama dan kearifan lokal, sehingga akan tercapai kedamaian. 

Moderasi dalam Islam sendiri terbentuk dari tali persaudaraan yang erat dengan bukan hanya pada prinsip iman atau persatuan saja, tetapi juga berdasarkan prinsip kemanusiaan.

Prinsip ini akan menemukan titik dimana dunia Islam akan terus menjadi sebuah solusi untuk mengatasi sejumlah kasus seperti radikalisme yang semakin marak dalam dunia modern ini akibat tidak diterapkannya sikap yang moderat dalam beragama. Menurut Hilmy (2012), dalam konteks pemikiran Islam di Indonesia memiliki beberapa ciri yang spesifik, konsep moderatisme Islam itu setidaknya memiliki lima ciri berikut. 

Pertama, ideologi dengan tidak adanya tindak kekerasan dalam menyampaikan ajaran dakwah Islam. 

Kedua, Islam akan terus sesuai perkembangan zaman seperti cara hidup modern dan segala perkembangan di dalamnya (ilmu pengetahuan dan teknologi, kebebasan, hak asasi manusia dan sejenisnya). 

Ketiga, Islam menggunakan pola pikir secara rasional untuk pendekatan dan pemahaman ajaran Islam sendiri. 

Keempat, Islam menggunakan pendekatan yang relevan untuk mempelajari dan memahami sumber-sumber ajaran. 

Kelima, penggunaan ijtihad sebagai langkah untuk menegakkan akidah hukum islam. 

Kelima sifat ini juga dapat dikembangkan menjadi banyak sifat, seperti toleransi, kerukunan, dan kerjasama antar umat beragama. Dengan adanya lima sifat ini, paham akan moderasi beragama akan semakin kuat dalam mengatasi paham radikalisme yang sering mengatasnamakan Islam. 

Paham radikalisme apabila terus dibiarkan menyebar terutama dalam arus dunia modern, maka paham tersebut akan sulit untuk dihilangkan. Radikalisme sendiri adalah pintu dari terorisme, oleh karena itu, adapun beberapa saran yang dapat digunakan untuk menghindari paham radikalisme terutama pada di era digital ini: 

1. Tidak mudah terprovokasi atas berita hoax yang memungkinkan kita untuk pro terhadap gerakan radikalisme. 

2. Selalu berpikiran terbuka apabila ada berita yang mengancam kedaulatan NKRI. 

3. Untuk mahasiswa, ikut kegiatan yang bermanfaat dan jelas arah tujuannya, jangan sampai mengikuti kegiatan yang mengandung paham radikalisme di dalamnya. 

4. Menerapkan prinsip moderasi beragama dalam kehidupan sosial. 

Dari beberapa saran diatas, dimaksudkan agar kita tetap waspada akan gerakan radikalisme yang dapat mengancam kedaulatan bangsa dan negara. Moderasi yang diajarkan oleh agama islam itu berasaskan Rahmatan lil Alamin, dalam arti yang luas yaitu memiliki sikap tidak menggunakan kekerasan dalam bermasyarakat, dapat memahami segala perbedaan yang terjadi di masyarakat, mengutamakan pemahaman yang mendalam dalam menafsirkan ayat suci, menggunakan musyawarah untuk menetapkan hukum baru, dan menggunakan pengetahuan ilmiah dan pendekatan teknologi untuk menjustifikasi dan merespon dinamika permasalahan dalam masyarakat modern di Indonesia. Dari moderasi Islam ini dapat dikatakan juga moderasi sangat penting bagi peradaban masyarakat Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun