Pertama kali yang terlintas seperti melewati lorong waktu saat duduk di bangku SMP. Tepatnya pelajaran Bahasa Indonesia tentang sastrawan indonesia. Berkelebat nama besar seperti Sutan Takdir Alisjahbana - Layar Terkembang, Chairil Anwar-Aku, Marah Rusli - Siti Nurbaya, AA Navis - Robohnya Surau Kami, dan masih banyak lagi nama dan judul karya sastra yang wajib dihafalkan pada masa itu. Sangat berkesan hingga masih melekat sampai saat ini.Â
Dari banyak karya sastra yang ada, saya tergelitik mengetahui lebih dalam tentang AA Navis. Apakah ada yang spesial dari beliau sehingga 100 tahunnya diangkat menjadi tema pameran kali ini. Biografi beliau terpampang sangat lengkap. Ternyata beliau tidak sekedar sastrawan tetapi berkiprah pula di berbagai bidang, sebagai seorang pejuang, seniman, jurnalis, pendidik, dan politikus. Tak heran jika  karyanya sarat akan makna dan mendapat penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional.Â
"Saya menulis cerpen tidak untuk menghibur pembaca. Saya bukan penghibur. Saya selalu punya misi jika menulis cerpen." (Wawancara Minggu Pagi. No. 3 April 1988)
Sebenarnya apa isi dari cerpen Robohnya Surau Kami sehingga menjadi best seller di tahun 1955 dan melambungkan nama AA Navis. Cerpen ini berisikan kritik tajam pada kehidupan beragama. Menceritakan tentang penjaga surau yang taat beribadah berakhir tragis bunuh diri karena ucapan seseorang. Mulut dapat diibaratkan pisau bermata dua. Bisa untuk berkata baik atau buruk. Untuk itu butuh ilmu untuk dapat mencernanya agar tidak menelannya bulat-bulat. Khawatir tersedak  yang dapat menghilangkan nyawa seseorang.Â
Inspirasi lainnya adalah beribadah dengan ilmu. Tanpa ilmu layaknya seperti layang-layang lepas di langit biru. Mengikuti hembusan angin ke kanan dan kiri. Kadang terjebak pada pusaran angin tak berujung. Tersesat dan kembali ke jalan yang lurus. Tiada manusia yang sempurna. Sebuah proses belajar sepanjang hayat tanpa ada akhir. Â Â
Terima kasih AA Navis. Inspiring....
Â
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H