Mohon tunggu...
Fathiya Salsabila
Fathiya Salsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Masi sekolah

Olah raga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah: Sebuah Refleksi Kebangsaan

27 September 2024   14:31 Diperbarui: 27 September 2024   14:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang telah menjadi pijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak kemerdekaan. Sebagai ideologi yang mempersatukan keberagaman Indonesia, Pancasila memiliki makna mendalam yang melampaui sekadar lima sila yang tertulis. Salah satu konsep penting yang melekat pada Pancasila adalah istilah darul ahdi wa syahadah, yang diterjemahkan sebagai "negara perjanjian dan kesaksian." Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar ke-33 di Jombang pada tahun 2015 dan menjadi landasan penting dalam memahami hubungan antara Pancasila dan Islam dalam konteks negara-bangsa Indonesia (Ibnu, 2024),

Makna Darul Ahdi Wa Syahadah

Secara harfiah, darul ahdi berarti "negara perjanjian," sementara syahadah berarti "kesaksian." Dalam konteks Pancasila, darul ahdi wa syahadah menggambarkan Indonesia sebagai negara yang lahir dari kesepakatan bersama seluruh elemen bangsa, termasuk kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang agama, budaya, dan etnis. Konsep ini mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun atas dasar perjanjian untuk hidup berdampingan dalam kerangka persatuan dan kesatuan (Daniel, 2022).

Selain itu, syahadah sebagai kesaksian juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengawasi jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai yang telah disepakati bersama. Hal ini termasuk kesaksian bahwa negara harus berjalan dalam koridor Pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Sejarah Kesepakatan Nasional

Pancasila lahir sebagai konsensus nasional pada masa awal kemerdekaan, ketika para pendiri bangsa dari berbagai latar belakang berusaha mencari titik temu yang dapat mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Indonesia yang sangat beragam membutuhkan fondasi yang mampu mengakomodasi perbedaan tersebut tanpa menghilangkan identitas kelompok manapun. Oleh karena itu, Pancasila dirumuskan sebagai dasar negara yang tidak hanya merepresentasikan nilai-nilai universal, tetapi juga nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang hidup di masyarakat Indonesia (Aminullah, 2023).

Pada 1 Juni 1945, Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menyampaikan gagasan tentang Pancasila sebagai dasar negara. Gagasan ini kemudian disepakati dan dirumuskan dalam bentuk lima sila yang kita kenal sekarang, yakni:

1.Ketuhanan Yang Maha Esa,

2.Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,

3.Persatuan Indonesia,

4.Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan

5.Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kesepakatan ini kemudian menjadi dasar konstitusi negara yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar negara adalah wujud dari darul ahdi, yakni negara yang lahir dari perjanjian sosial yang inklusif. 

Pancasila dalam Konteks Keberagaman

Sebagai negara yang majemuk, Indonesia memiliki tantangan besar dalam menjaga harmoni antara kelompok-kelompok yang berbeda. Di sinilah peran Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah sangat penting. Pancasila mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk bersatu, melainkan kekayaan yang harus dijaga dan dihargai. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terlepas dari latar belakang agama, suku, atau budaya (Sholihul, 2023). Dalam konteks syahadah, bangsa Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga integritas negara berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Ini berarti setiap individu harus berperan aktif dalam menjaga kedamaian, keadilan, dan persatuan. Konsep syahadah ini juga menuntut adanya tanggung jawab bersama untuk menegakkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan berbangsa. 

Islam dan Pancasila: Harmoni dalam Perbedaan

Salah satu isu yang sering dibahas dalam konteks Pancasila adalah hubungan antara Islam dan Pancasila. Sebagai agama mayoritas, Islam memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun, Indonesia bukanlah negara agama, melainkan negara berdasarkan Pancasila yang menghormati semua agama. Dalam konsep darul ahdi wa syahadah, Islam dan Pancasila tidak perlu dipertentangkan, melainkan dapat berjalan seiring dalam menjaga kesatuan dan kerukunan.

Nahdlatul Ulama, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, dengan tegas menyatakan bahwa Pancasila sejalan dengan ajaran Islam. NU memandang Pancasila sebagai landasan yang kokoh bagi umat Islam untuk berkontribusi dalam pembangunan negara tanpa harus mengorbankan identitas keislamannya. Pancasila dianggap sebagai kesepakatan sosial yang menghormati peran agama dalam kehidupan masyarakat, namun pada saat yang sama menjaga keberagaman dan kebebasan beragama (Hidayatullah, 2023). 

Tantangan dan Harapan

Meskipun Pancasila telah menjadi dasar negara selama hampir delapan dekade, tantangan dalam mengimplementasikan nilai-nilainya masih terus muncul. Isu-isu seperti intoleransi, ketidakadilan sosial, dan perpecahan politik sering kali menguji komitmen bangsa terhadap Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah. Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk terus memperkuat pemahaman dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan sosial yang cepat, Pancasila tetap relevan sebagai pedoman hidup berbangsa. Sebagai darul ahdi wa syahadah, Pancasila mengingatkan kita bahwa Indonesia adalah hasil dari kesepakatan bersama yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan. Masyarakat Indonesia, dengan segala keberagamannya, memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang adil, makmur, dan berkeadilan sosial.

Dengan demikian, Pancasila bukan hanya sekadar simbol, tetapi juga landasan moral dan etika dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Sebagai darul ahdi wa syahadah, Pancasila mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus bersatu, berpartisipasi aktif, dan menjaga integritas negara demi tercapainya kesejahteraan bersama.

REFERENSI

Ibnu Masud, S. H. (2024). PANCASILA. Penerbit Berseri.

Daniel Rusyad, H., Kom, S. I., & Sos, M. (2022). Dakwah Transformatif Muhammadiyah dalam Jihad Konstitusi: Studi Pemikiran Din Syamsuddin dan Haedar Nashir Tentang Jihad Konstitusi (2010-2021). AbQarie Press.

Aminullah, A. (2023). Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara Serta Tantangan Dan Solusinya. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala, 8(2), 408-423.

Sholihul Huda, S. H. I., & Fil, M. (2020). RESOLUSI KONFLIK KEAGAMAAN Model GP Anshor NU-Pemuda Muhammadiyah Paciran Lamongan. Semesta Ilmu.

Hidayatulloh, T., & Saumantri, T. (2023). The Harmony of Islam and Pancasila in Religious Discourse in Indonesia. Jurnal Studi Sosial Keagamaan Syekh Nurjati, 3(1), 1-25.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun