Mohon tunggu...
fathin fadhilla
fathin fadhilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi S1 Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Probematika Jelang Tanggal 14 Februari 2024: Politik Penuh "Cinta" untuk Seluruh Rakyat Indonesia

13 Maret 2023   23:10 Diperbarui: 13 Maret 2023   23:20 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

14 Februari 2024 merupakan tanggal istimewa bagi seluruh rakyat indonesia, selain menjadi hari kasih sayang bagi para kaula muda atau yang bisa dikatakan generasi milenial, pada tanggal yang sama pula, kita sebagai rakyat Indonesia juga akan melaksanakan pesta demokrasi terbesar yakninya Pemilu serentak, dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota legislatif, hingga kepala daerah dibeberapa wilayah di Indonesia.

Meskipun Pemilu baru akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang, tetapi seperti yang telah kita ketahui bahwa proses persiapan untuk mempersiapkan pemilu telah dimulai sejak jauh-jauh hari, bahkan sudah sejak tahun 2022 lalu. 

Hal ini menjadikan segala hal yang berkaitan dengan proses persiapan Pemilu menjadi sorotan publik, mengingat Pemilu merupakan pesta politik terbesar yang dilaksanakan rakyat Indonesia, bahkan bisa dikatakan Pemilu merupakan pertaruhan nasib Indonesia untuk lima (5) tahun atau satu periode pemerintahan mendatang. 

Di setiap Pemilu pastilah seluruh rakyat mengharapkan nasib yang lebih baik dan kemajuan bagi bangsa Indonesia kedepannya melalui Pemilu yang benar-benar menerapkan asas Luber-Jurdil yang kemudian menghasilkan Pemerintahan yang juga bersih dari segala tindak pelanggaran yang ada, tetapi disini timbul tanda tanya besar, apakah Pemilu yang didambakan seluruh rakyat Indonesia ini bisa terlaksana demikian? 

Baik disini saya akan sedikit mengulas beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu yang diagendakan akan terlaksana pada 14 Februari 2024 mendatang, terutama mengenai isu-isu yang bisa dikatakan banyak menuai pro dan kontra dimasyarakat menjelang the next Pemilu 2024.

Dimulai dari isu presiden tiga periode, penundaan jadwal Pemilu, perubahan sistem pemilu  dari proporsional terbuka, hingga yang terbaru pro kontra mengenai give away tiket konser girl band Korea (BlackPink) dengan menggunakan akun resmi partai politik, semuanya tidak luput dari sorot perhatian publik, sekarang pertanyaannya adalah ada apa dengan politik indonesia saat ini? 

Jika dirincikan berikut kasus-kasus yang menurut saya sangat menarik untuk menjadi bahan evaluasi mengenai proses persiapan sampai pada pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang:

  • Isu yang pertama ialah isu penambahan jabatan presiden menjadi tiga (3)  periode atau menjadi lima belas tahun. mespikun isu yang bergulir ditengah masyarakat ini sudah dibantah oleh Presiden Jokowi, tapi tak ada salahnya kita mengkaji perlukah masa jabatan Presiden Indonesia ditambah, apakah waktu sepuluh tahun tidak cukup untuk melaksanakan janji dalam bentuk program kerja? 

  • Jika dikaji kebelakang, isu mengenai presiden tiga (3) ini sendiri sudah ada jauh sebelum wacana pemilu 2024 dilaksanakan, bahkan isu ini sudah digaungkan pada masa Presiden Indonesia ke-6 yaitu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya saja isu ini tidak ditindaklanjuti dengan kebijakan yang relevan, sehingga bisa dikatakan isu ini hilang hingga kembali mencuat pada masa pemerintahan periode ke-2 bagi Presiden Joko Widodo. Berbeda dengan sebelumnya, saat ini isu ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat Indonesia terutama para pakar politik. 

  • Penambahan masa jabatan presiden ini tentunya akan sangat berdampak pada seluruh aspek pemerintahan yang ada, selain masa jabatan presiden, masa jabatan kabinet kerja presiden tentu juga akan ikut bertambah. Hal ini tentunya memicu perdebatan publik, karena selain bertentangan dengan aturan kostitusi yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 7 yang memberikan batasan bagi masa jabatan presiden ialah maksimal dua (2) periode dengan jangka lima (5) tahun untuk satu (1) kali periode jabatan.  

  • Adanya pembatasan ini tentu memiliki tujuan yang sangat jelas demi mencegah terjadinya kekuasaan yang sewenang-wenang ataupun kekuasaan absolut dari peguasa, hal ini tak terlepas dari adanya trauma dalam sejarah bangsa Indonesia pada masa orde baru, yang menjadikan overpower kekuasaan presiden, yang membuat situasi politik menjadi kacau dikarenakan banyaknya pelanggaran yang berimbas pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia masa itu. 

  • Isu yang kedua adalah  mengenai penundaan jadwal Pemilu, sejurus dengan adanya isu presidem tiga perode, belum lama ini seperti yang dilansir dari laman website Kementrian Sekretariat Negara RI  secara mengejutkan Pengadilan Negri Jakarta mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima) yang dilayangkan pada lembaga KPU RI tepatnya pada tanggal 08 Desember 2022.

  • Meskipun sudah dinyatakan belum final karena dikeluarkan oleh lembaga yudikatif yang dipertegas dengan pernyataan Wakil Presiden Republik Indonesa Ma'ruf Amin, adanya putusan tersebut turut memperkuat dugaan masyakat mengenai penundaan jadwal Pemilu 2024. 

  • Isu penundaan jadwal Pemilu ini sendiri berawal dari ketidakstabilan roda perekonoian Indonesia bahkan cenderung terpuruk pasca menghadapi pandemi, dan seperti yang kita tau bersama bahwa pelaksanaan Pemilu tentunya akan memakan biaya yang sangat besar mulai dari proses persiapan hingga pelaksanaannya.

  • Oleh sebab itu, adanya wacana penundaan jadwal Pemilu hingga perekonomian indonesia membaik hingga stabili kembali dianggap dapat menjadi sebuah langkah yang memungkinkan untuk dilakukan. Tetapi disisi lain pertimbangan mengenai perekonomian ini tidak serta merta membuat wacana ini menjadi langkah terbaik yang dapat dilakukan pemerintah saat ini, karena sama halnya dengan wacana presiden tiga (3) periode, penundaan jadwal pemilu juga bertentangan dengan konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945.

  • Isu yang ketiga ialah mengenai penggatian sistem Pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Selama ini  Pemilu dilaksanakan dengan cara kita datang ke TPS di wilayah domisili masing-masing, lalu menyalurkan hak suara dengan cara mencoblos kertas suara yang didalamnya tertera foto pasangan calon atau kandidat pemilu beserta logo partainya.

  • Inilah yang dinamakan sistem proporsional terbuka, dimana kita sebagai rakyat Indonesia dapat menegetahui serta memilih tokoh atau pasangan calon yang kita suka, dan diharapkan dapat duduk di kursi pemerintahan pada periode mendatang. 

  • Sedangkan untuk sistem proporsional tertutup sendiri, yang membedakannya dengan sistem prorsional terbuka ialah surat suara hanya akan mencantumkan partai, dan pemilih hannya bisa mencoblos partainya saja, nantinya partai yang memporeh suara mayoritas di Pemilu akan menentukan siapa saja tokoh yang mereka tunjuk untuk duduk dikursi pemerintahan. 

  • Hal ini tentu bertentangan dengan asas demokrasi Indonesia kekuasaan berada ditangan rakyat, dimana seharusnya demokrasi yang terlaksana melalui wakil-wakil yang diinginkan oleh rakyat malah seakan-akan hanya menjadi wadah persaingan kekuataan antara partai politik saja.

Ketiga isu diatas tentunya selain dapat dijadikan bahan kritik bagi berjalannya demokrasi di Indonesia, juga dapat dijadikan sebagai alasan untuk kedepannya kita sebagai rakyat Indonesia, harus lebih peduli lagi mengenai segala hal yang berkaitan dengan penyeleggaran demokrasi di negara kita.

Tentu saja dalam menanggapi kasus-kasus tersebut kita diharapkan bisa bersikap kritis, rasionalis, serta tidak mudah terbawa suasana, disini perlu saya tekankan sekali lagi bahwa demokrasi itu hanya bisa terlaksanakan dengan baik ketika rakyat dan pemerintah salih bekerja sama, bijak dalam menanggapi segala situasi. 

Ada kasus-kasus seperti yang berkaitan dengan Pemilu ini, membuat kita sadar bahwa jika warna dalam demokrasi tak selalu kontroversi, tetapi apapun yang terjadi semua demokrasi haruslah sesuai dengan konstitusi. 

Terlepas dari semua kasus yang terjadi saya sendiri berharap semoga Pemilu 2024 bisa terlaksana sebagai mana mestinya dan bisa menjadi ajang demokrasi yang tetap berpedoman pada konstitusi, dan tingkat pelanggaran bisa diminimalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun