Mohon tunggu...
Fathiannisa Fajrin
Fathiannisa Fajrin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Pariwisata Universitas Pancasila

tourism

Selanjutnya

Tutup

Trip

Berwisata di Sawahlunto

20 September 2022   01:09 Diperbarui: 20 September 2022   14:49 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

PENGALAMAN BERWISATA DI SAWAHLUNTO

Wisata Sumatera Barat memang selalu menyenangkan. Sumatera Barat tidak hanya terkenal dengan makanannya yang lezat, tetapi juga memiliki banyak tempat wisata yang indah dan mempesona. Mulai dari kuliner, wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, semua bisa ditemukan di Sumatera Barat. Sawahlunto adalah salah satu kota yang berada di Sumatera Barat, kota ini dikelilingi oleh tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. 

Disini saya akan menceritakan pengalaman berwisata di Sawahlunto, saat itu saya mengunjungi wisata yang berhubungan dengan sejarah.  Sawahlunto juga tidak luput dari masa penjajahan, terutama dari penjajahan Belanda. Sawahlunto memiliki tempat wisata yang sangat banyak, apalagi yang berhubungan dengan 'heritage' sehingga di identik dengan kota tua terbaik. Sedikit penjelasan mengenai Sawahlunto, kota ini didirikan pada tahun 1888, kota ini juga masih banyak bangunan tua Belanda sampai saat ini. Pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda, Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Maka tidak jarang para pekerja didatangkan dari seluruh penjuru nusantara. 

Pada tahun 1850-an kota ini dijadikan sebagai penelitian dengan mendatangkan peneliti dari Belanda, setelah diteliti beberapa tahun diketahui bahwa terdapat 200 juta ton batubara yang terkandung di sekitar aliran Sungai Batang Ombilin, salah satu sungai yang ada di Sawahlunto. 

Kota ini telah memproduksi batu bara sejak tahun 1892. Pada saat yang sama, kota tersebut mulai menjadi pemukiman pekerja pertambangan dan terus berkembang menjadi kota yang penduduknya pada dasarnya adalah karyawan dan penambang. Hingga tahun 1898, industri pertambangan di Sawahlunto mengandalkan para tahanan penjara dari berbagai daerah yang dipaksa bekerja dengan upah murah. Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda mulai membangun jalur kereta api menuju kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batubara keluar kota Sawahlunto. Jalur kereta api mencapai kota Sawahlunto pada tahun 1894, sehingga sejak awal beroperasinya angkutan kereta api, produksi batubara kota ini meningkat, mencapai ratusan ribu ton per tahun. 

Melalui tulisan ini destinasi wisata pertama yang akan saya ceritakan adalah Museum Tambang Ombilin. Museum ini merupakan simbol kejayaan Sawahlunto di industri pertambangan. Disini kita bisa melihat tentang awal mula penambangan batubara di Sawahlunto sampai berakhirnya aktivitas pertambangan. Di tempat wisata bersejarah Sawahlunto, peralatan pertambangan yang digunakan pada masa kolonial juga disimpan. Kegiatan penambangan di Sawahlunto sendiri dimulai pada tahun 1891 dan berhenti pada tahun 1970-an karena produksi yang menurun. Bangunan Museum Tambang Ombilin juga dikaitkan dengan sejarah Indonesia. Karena sebelum dijadikan museum, gedung tersebut merupakan ruang tunggu Soeharto, presiden kedua Republik Indonesia. 

Kedua ada Museum Kereta Api. Sebelum dijadikan Museum Kereta Api Sawahlunto, bangunan bersejarah ini merupakan stasiun kereta api dan merupakan bagian dari jaringan kereta api Sumatera sebelum direnovasi pada tahun 2005. Objek wisata Sawahlunto ini juga merupakan museum kereta api tertua kedua di Indonesia setelah Museum Kereta Api Ambarawa. Museum ini menyimpan berbagai gerbong, lokomotif uap, dan berbagai dokumen tentang Kereta Api Sumatera di masa lalu. Salah satu koleksi yang paling ikonik adalah lokomotif uap yang dijuluki Mak Itam karena warnanya yang hitam legam. Lokomotif itu sendiri masih beroperasi setiap hari Minggu di Sawahlunto sebagai kendaraan touring.

Yang ketiga adalah Tambang Ombilin. Sawahlunto dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO untuk "Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto". Penunjukan sebagai situs cagar budaya tidak hanya mengundang wisatawan tetapi juga peneliti ke Sawahlunto. Selain bisa menikmati indahnya pemandangan alam, pengunjung juga bisa belajar tentang sejarah kota tambang tertua di Asia Tenggara ini. Ada pula Silo yakni bangunan yang berfungsi untuk menimbun batubara sebelum diangkut ke Teluk Bayur. Selain berfungsi sebagai tempat penimbunan, Silo juga digunakan sebagai penunjuk waktu pekerja tambang kapan waktu memulai bekerja dan beristirahat. Sampai saat ini, Silo masih berfungsi sebagai penanda waktu pagi, siang, sore hingga malam hari bagi warga sekitar.

Wisata yang keempat adalah Lubang Mbah Suro. Lobang Tambang Mbah Soero dulunya dinamakan Lubang Soegar. Lubang ini merupakan lubang pertama di kawasan Soegar yang dibuka oleh Kolonial Belanda pada tahun 1898. Pada lubang ini terdapat kandungan batubara yang paling bagus (kalori 7000) dibandingkan dengan daerah-daerah lain, seperti Sungai Durian, Sigalut, Parambahan, dan Tanah Hitam. Hal ini disebabkan karena kawasan Soegar terletak di lapisan patahan paling bawah dari permukaan Bumi. 

Untuk membuka lubang ini Belanda mendatangkan buruh paksa (orang rantai) dari berbagai penjara di Nusantara seperti Medan, Jawa, Sulawesi, dan Padang. Mereka dibawa dengan kapal melalui Emmahaven (Pelabuhan Teluk Bayur) dan selanjutnya menggunakan transportasi kereta api dari pelabuhan menuju Sawahlunto. Sesampainya buruh ini di Sawahlunto, mereka dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa. Mereka bekerja membuka lobang tambang Soegar dengan kaki yang dirantai, makanan seadanya, dan upah kecil. Namun tenaga mereka dikuras untuk menyelesaikan konstruksi lubang tambang.

Pada awal abad ke-20 orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa. Salah satunya Mbah Soerono yang lebih akrab dipanggil Mbah Soero. Mbah Soero diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya. Ia ditugaskan untuk mengawasi penambangan di Lubang Soegar ini. Dalam kesehariannya ia dikenal sangat rajin bekerja, berperilaku baik dan taat beribadah.

Lubang ini ditutup pada tahun 1920-an karena adanya rembesan air dari Batang Lunto dan kadar gas metana yang terus meningkat. Kemudian pada tahun 2007 sesuai dengan Visi dan Misi Kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang yang Berbudaya maka berbagai objek bekas tambang kembali dibenahi, salah satunya Lubang Soegar. Untuk penghargaan kepada mandor Mbah Soerono yang dipanggil sebagai pahlawan pekerja di masa buruh pacsa (orang rantai), maka Lubang Soegar ini lebih populer di tengah masyarakat Sawahlunto dengan sebutan Lobang Tambang Mbah Soero.

Kelima adalah Lubang Kalam. Pembangunan terowongan Lubang Kalam dilakukan pada tahun 1892. Waktu pembangunan yang dibutuhkan mencapai 2 tahun. Terowongan itu berhasil diselesaikan pada tahun 1894. Pembangunan terowongan kereta api ini dilakukan oleh Belanda. Tujuan pembangunan terowongan kereta api adalah untuk membuka akses Sawahlunto ke dunia luar. Dengan adanya terowongan ini, Sawahlunto tidak lagi menjadi daerah terpencil dan terisolir. Hal ini juga berdampak positif pada pertambangan batubara. Produk pertambangan juga dapat dijual melalui saluran ke dunia luar, terutama negara-negara Eropa. Terowongan KA Lubang Kalam berhasil menembus kawasan Muaro Kalaban. Panjang terowongan kereta api sangat panjang hampir mencapai 1 km dengan panjang 828 meter.

Terakhir adalah Makam Muhammad Yamin. Muhammad Yamin adalah seorang sejarawan, humanis, politisi dan penulis, dan pahlawan Indonesia yang mengadvokasi (pembela) komitmen pemuda. Ia juga pencipta citra Indonesia yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia. Muhammad Yamin lahir dan dimakamkan di Desa Talawi, Kota Sawahlunto. Makam Muhammad Yamin dibangun dengan kokoh dan berornamen Minangkabau. Makam Muhammad Yamin dapat dicapai dengan mobil pribadi atau kendaraan umum. Museum ini hanya berjarak sekitar 30 menit dari pusat kota Sawahlunto. Makam Muhammad Yamin dirancang dengan arsitektur tradisional khas Minangkabau dan terletak di tengah kompleks besar di pinggir jalan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun