Mohon tunggu...
fathia ailsa
fathia ailsa Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hidup seperti larry

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bahaya Tren Self-Diagnose di Kalangan Remaja

18 Desember 2020   00:23 Diperbarui: 18 Desember 2020   00:28 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, kesehatan mental semakin mendapat perhatian lebih di lingkungan sekitar kita terutama di media sosial. Pengguna media sosial dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi mengenai kesehatan mental mulai dari bentuk tulisan maupun video. 

Semakin banyak pengguna yang mulai terbuka mengenai isu kesehatan mental, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menceritakan pengalaman pribadi dalam menghadapi gangguan mental dan bagaimana cara mereka mengatasi hal tersebut.

Di zaman serba digital ini, pengguna media sosial dapat dengan mudah membuat ataupun menonton konten yang dibuat oleh sesama pengguna media sosial lainnya. Hal ini termasuk dengan konten kesehatan mental yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Banyak platform yang dapat digunakan untuk menyebarkan konten tersebut mulai dari Instagram, Youtube, Twitter, bahkan Tiktok. 

Pengguna dapat memberikan seputar informasi mengenai kesehatan mental atau hanya mencurahkan isi hati mereka tentang kesehatan mentalnya. Dengan membuat konten seperti ini, masyarakat akan lebih peduli sehingga kesadaran akan kesehatan mental pun juga semakin meningkat.

Perhatian masyarakat tentang kesehatan mental yang meningkat merupakan sebuah kemajuan di dalam kehidupan kita. Namun, semakin majunya teknologi saat ini membuat banyak individu yang melakukan analisis terhadap dirinya sendiri. Sebagai contoh, adanya website yang berbentuk kuesioner dan dapat mendeteksi gangguan mental yang sedang dialami oleh pengguna. 

Kevalidan dari website tersebut tentu saja patut dipertanyakan karena seringkali terdapat website yang tidak menunjukkan asal studi dan metode yang digunakan tidak jelas. Banyak pengguna terutama remaja yang terpengaruh dengan kegunaan website ini sehingga mereka melakukan self-diagnose.  

Self-diagnosis adalah upaya mendiagnosis gangguan yang ada pada diri sendiri berdasarkan informasi dari sumber yang tidak professional. Jadi, self-diagnosis mental dapat diartikan seseorang yang mendiagnosis dirinya memiliki penyakit mental tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan psikolog. Hal ini justru menjadi tren di kalangan remaja saat ini. 

Ada beberapa pengguna media sosial yang menyebarkan konten mengenai gangguan mental salah satunya tanda-tanda penyakit mental tanpa memberi informasi tentang pentingnya berkonsultasi kepada psikolog. Hal tersebut menggiring penonton untuk melakukan diagnosis pada diri mereka sendiri.

Apa saja bahaya dari self-diagnose? Jika hal ini terus dilakukan terutama pada kesehatan mental, tentu saja akan berpengaruh buruk bahkan dapat menimbulkan bahaya. Seseorang yang merasa dirinya mempunyai gangguan mental akan terdorong untuk membeli obat-obatan agar dirinya dapat “sembuh”. Padahal, ia tidak melakukan konsultasi sama sekali terhadap psikolog maupun meminta resep obat kepada psikiater. Tentu saja hal ini sangat berbahaya, karena seseorang yang menkonsumsi obat-obatan dengan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi bahkan kematian.

Selain itu, seseorang yang melakukan self-diagnose dapat menimbulkan terjadinya misdiagnosis. Misalnya, ada seseorang yang percaya bahwa ia mengalami gangguan mental depresi sehingga ia mulai mencari obat-obatan untuk mengatasi gangguan mental tersebut. Namun, jika ia mau melakukan konsultasi dengan psikolog, ada kemungkinan diagnosis yang diberikan akan berbeda. Bisa saja ia mengalami gangguan mental yang lainnya seperti gangguan kecemasan atau PTSD.

Maka dari itu, untuk menghindari kemungkinan terburuk, kita tidak hanya mempelajari tentang gangguan mental tetapi juga memahami cara mengatasinya. Beberapa cara untuk menghindari self-diagnose adalah sebagai berikut :

  1. Konsultasikan dengan psikolog 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun