Mohon tunggu...
Fathia Azzahra
Fathia Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya merupakan Mahasiswi UIN Malang Fakultas Ekonomi Prodi Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Agama di Kampung Bali Muratara Sumatera Selatan

2 November 2023   17:03 Diperbarui: 2 November 2023   17:10 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Moderasi Beragama tidak hanya untuk agama islam, tetapi semua agama harus melakukan moderasi beragama. Ada beberapa indicator dalam moderasi beragama sesuai dengan Buku Moderasi Beragama yang diterbitkan oleh Kementerian Agama RI salah satunya adalah komitmen kebangsaan, adanya sikap toleransi, jiwa anti terhadap kekerasan dan sifat ramah terhadap budaya dan religi lokal, seperti halnya yang diterapkan masyarakat ummat hindu di kampong baru kecamatan Nibung, Sumatera Selatan. Metodologi penelitian yang digunakan penelitian adalah kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan setiap kegiatan moderasi beragama yang dilakukan masyarakat hindu seperti kegiatan keagamaan upacara ngaben, upaca melasti dan kegiatan keagamaan lainnya. Masyarakat hindu di kampung bali kecamatan nibung menerapkan indicator-indicator moderasi beragama salah satunya adalah komitmen kebangsaan dan bersikap toleran dengan ummat islam dan ummat Kristen yang ada disana, walau di sana dominan menganut agama hindu, tetapi mereka tetap saling menghormati dan menghargai setiap kegiatan ibadah yang dilaksanakan ummat islam dan ummat Kristen.

Moderasi menurut pemikiran Islam adalah mengedepankan sikap toleransi dalam perbedaan. Keterbukaan dalam menerima keberagaman (inklusivisme). Baik dalam beragam mazhab maupun keberagaman dalam beragama. Perbedaan tidak menghalangi untuk menjalin kerja sama, dengan melibatkan asas kemanusiaan. Meyakini agama islam yang paling benar, tidak berarti harus menjelekan agama orang lain. Sehingga akan terjadilah persaudaraan dan persatuan antara agama lain. Agama menjadi pedoman hidup dan solusi jalan tengah (the middle path) yang adil dalam menghadapi masalah hidup dan kemasyarakatan, agama memimiliki cara pandang dan pedoman yang seimbang antara urusan dunia dan akhirat, akal dan hati, rasio dan norma, idealism dan fakta, individu dan kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan tujuan diturunkannya agama ke dunia ini tang bertujuan menjadi tuntunan hidup, agama diturunkan ke bumi untuk menjawab berbagai persoalan dunia, baik pada skala mikro ataupun makro, keluarga (privat) maupun Negara (publik).  

Dengan demikian moderasi beragama menjadi jalan tengah di tengah-tengah keberagaman agama di Indonesia. Moderasi adalah budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegaskan antara agama dan kearifan local (local wisdom). Memiliki rasa tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran. Dalam konteks beragama, memahami teks agama saat ini terjadi kecenderungan terpolarisasinya pemeluk agama dalam dua kutub ekstrem. Beberapa kalangan menyebut kutub ini sebagai golongan konservatif. Kutub ekstrem yang lain, sebaliknya, yang sering disebut-sebut kelompok liberal, terlalu mendewakan akal pikiran sehingga mengabaikan teks itu sendiri.

Seperti judulnya Masyarakat Hindu Bali di Kampung Bali Nibung Muratara (Sumatera Selatan) adalah contoh kehidupan yang menjalankan moderasi beragama yang baik. Hal ini bisa kita pelajari dan kita amati. Dapat di lihat kegiatan penelitian dan peneliti dilakukan. Masyarakatnya hidup berdampingan dengan agama lain dengan baik, hidup bersama dengan agama islam dan agama Kristen dengan saling menghormati dan menghargai, tidak pernah terjadi konflik, apabila ada problematika, selalu di musyawarahkan terlebih dahulu tanpa adanya tindakan-tindakan kekerasan. Menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila kebangsaan, sebagai masyarakat yang majemuk harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dengan prinsip Bhinekal Tungal Ika.

Secara singkatnya, mengapa Masyarakat bali ada di daerah Nibung Muratara, dikarenakan program Transmigrasi yang dilakukan oleh Pemerintah pada waktu itu, walaupun hal ini menjadi pilihan yang sulit, tetapi tetap harus dilakukan, tujuannya agar penyebaran penduduk bisa merata. kehidupan yang mereka jalani saat itu sangat berat dan susah, bahkan untuk mencari pekerjaan sangat susah, gaji yang didapat sangat sedikit. Mulanya kedatangan masyarakat Bali berawal dari Transmigrasi setelah masyarakat jawa yang dating kemudian di susul oleh masyarakat bali pada tahun 1886. Awalnya datang masyarakat bali kurang lebih sekitar 400 kepala keluarga. Mereka datang beserta keluarganya, keberangkatan mereka yang dilakukan dengan menggunakan kapal laut dan kondisi pada saat iu masih didalam hutan belantara yang belum ada kehidupan.

Ketika itu Pemerintah menyediakan keperluan yang di anggap mereka penting, persediaan tersebut antara lain 1 kapak, 1 parang, 1 cangkul, 1 linggis, 1 wajan tempat untuk memasak nasi, sementara persiapan kehidupan makanan pokok terdiri dari 30 Kg beras, minyak sayur 10 liter, minyak tanah 5 liter dan uang senilai 400 ribu selama 1 bulan, hal ini sangatlah sederhana namun memiliki rasa yang sangat berarti bagi mereka masyarakat bali yang memulai kehidupannya di daerah nibung musirawas utara, Sumatera Selatan. Sehingga kehidupan mereka jauh membaik, terutama ketika Daerah Musirawas Utama masuk dalam Pemekaran Provinsi Sumatera Selatan sehingga sekarang sudah menjadi Kabupaten, serta akses jalan sudah dibangun masuk ke daerah kecamatan Nibung Kampung Bali.

Dalam masyarakat multicultural, interaksi sesama manusia cukup tinggi intensitasnya, sehingga kemampuan social warga masyarakat dalam berinteraksi antar manusia perlu dimiliki setiap anggota masyarakat.  Mulai dari sikap toleransi, anti kekerasan dan ramah terhadap budaya dan religi local. Keberagaman suku, ras, agama, perbedaan bahasa dan nilai-nilai hidup yang terjadi di Indonesia sering mengalami berbagai konflik. Konflik di masyarakat yang bersumber pada kekerasan antar kelompok yang padat secara sporadic di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa sulitnya memiliki rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara-Bangsa di Indonesia, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok. Kemampuan tersebut menurut Curtis, mencakup tiga peran penting, yaitu : affiliation (kerja sama), cooperation and resolution conflict (kerjasama dan penyelesaian konflik).  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun