Perlunya Tindakan Tegas Pemerintah
Hal yang lumrah, dengan keadaan rakyat Indonesia yang serba kekurangan. Jika membandingkan dengan para petinggi Negara, yang mungkin saja sudah banyak melakukan penyelewengan, tidak memperhatikan kesenjangan sosial di masyarakat yang terus saja merebak luas kemana-mana. Padatnya penghuni pulau Jawa, mungkin bisa jadi sebab kedua. Sejujurnya tindakan Pemda Depok khususnya, yang melarang warga nya untuk meminta-minta sudah bagus. Namun hal ini akan terasa sangat tidak adil, bagi mereka yang hidup tidak berkecukupan. Kondisi lapangan kerja yang terbatas, kurangnya pengetahuan, tidak terpenuhinya kriteria peneriamaan lowongan kerja baru, juga menjadi sebab lainnya. Sebabnya lah, masyarakat dengan ekonomi sedang ke bawah, mengambil alternative spontan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Apakah penangan khusus pihak daerah ataupun pusat? Sudah ada atau belum?
Inilah yang sejatinya selalu jadi problematika di Indonesia. Bagaimanakah bentuk perhatian pemerintah terhadap warga miskin? Apakah dengan pembagian BLT (bantuan langsung tunai), beras murah, atau lainnya sudah mengurangi angka kemiskinan di Indonesia?
Belum lagi 2016 ini, Indonesia sudah memasuki area MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), dimana bebasnya jalur masuk-keluar, ketatnya persaingan, dan jalur perdagangan bebas antara sesama anggota Asean. Terkhusus bagi anak muda generasi penerus bangsa, akan sangat menyulitkan mereka kedepannya. Jangankan dengan sesama warga dalam negri, mereka juga harus bersaing dengan masyarakan di Negara Asean lainnya. Belum di era ini, tahun-tahun sebelumnya saja, tingkat pengangguran di Indonesia sudah tinggi, apalagi terkait persaingan dengan masyarakat luar negri (masyarakat Asean), Indonesia akan kalah telak.
Lalu bagaimana nasib warga miskin di Negara ini? Anak muda lulusan Sarjana saja, sudah banyak yang menganggur, dengan lapangan kerja yang terbatas, apalagi mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Memang, tidaklah mudah bagi pemerintah untuk menangani semua masalah ini sendiri. Jika tidak adanya kerja sama para pewakil rakyat, yang masih saja bermain-main dengan tugasnya, korupsi yang semakin merajalela, menjadikan semakin miskinnya bangsa. Bukankah hutang Negara pada dunia makin menumpuk?
Entah bagaimana penyelesaian akan kasus yang tiada berujung ini kedepannya. Di era MEA ini, apakah Indonesia akan bisa mengikuti perubahannya? Ataukah semakin menambah angka kemiskinan? Tak ada yang tau, tahun demi tahun, selalu ini menjadi masalah utama. Bagimana dengan nasib generasi penerus bangsa? Pendidikan mereka kedepannya akan seperti apa? Apakah kedepan hidup mereka akan selalu jadi penjual tisu?
Harapan kedepan, ini dapat menjadi renungan bagi pemerintah, jangan hanya sibuk dengan perubahan era baru, kerjasama dengan masyarakat luar negri, lihat dulu kondisi warga ini, apakah sudah siap dengan perubahan itu sendiri?
Dewasa ini, pemerintah hanya disibukkan dengan isu politik, pembangunan yang tak berkesudahan, pertentangan antar sesama petinggi Negara. Mereka melupakan tugas yang sudah dibebankan, yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia. Apakah sudah tercapai tujuan bangsa? Lalu kenapa meributkan masalah Negara yang tidak menjadi tujuan bangsa, pemerintah seolah mengabaikan rakyat miskin. Ada apa dengan program gratis sekolah 12 tahun, jika dalam pelaksanaannya sendiri masih menguras biaya.
Bocah penjual tisu tadi merupakan contoh kecil, dari sekian banyak warga miskin, yang tidak hanya di pinggiran ibukota, namun jauh di pelosok Indonesia sana, untuk makan saja tidak terpenuhi kebutuhannya. Beruntung bocah tadi masih sekolah, beberapa bocah lain di Indonesia, jangankan untuk sekolah, mereka bahkan mengorbankan waktu juga diri mereka untuk memenuhi tanggung jawab dan membantu orangtua mereka dengan jalan yang berbeda-beda.