Mohon tunggu...
Fathi Bawazier
Fathi Bawazier Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengojek Payung yang Wow...

26 Mei 2018   12:56 Diperbarui: 12 Juni 2018   14:38 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Payung memang besar namun tetap saja hujan yang deras ini membuat celana kami berdua basah kuyup oleh air yang mengalir deras dari arah kiri jalan yang menurun curam ke arah kanan. Sampai di seberang ternyata tukang cakwe tidak terlihat, tanpa susah payah mencari, kami masuk ke salah satu penjaja makanan yang berjejer disana. 

Ternyata tukang Batagor, tendanya tidak terlalu besar, bahkan kehadiran kami berdua sudah cukup membuat sesak tempat tersebut. "Numpang neduh ya kang", aku permisi pada sang penjual. Ada dua hal yang membuat aku tidak nyaman menunggu disana, pertama karena air pancuran yang datang dari arah belakang gerobak semakin membuat celanaku basah kuyup.

Kedua, kami, termasuk sang penjual batagor berdiri diatas selokan air selebar satu meter yang hanya ditutupi papan bekas yang terlihat sangat rapuh. Saya merasa papan ini tidak cukup untuk menahan kami bertiga termasuk gerobak yang diatas nya ada penggorengan yang berisi minyak panas. 

Aku bayangkan jika papan ini patah, kami bertiga akan langsung masuk ke selokan dan hanyut terbawa air deras di dalamnya setelah sebelumnya terguyur minyak panas. Ini akan lebih buruk dari peribahasa kita yang berbunyi "Sudah jatuh tertimpa tangga pula".

Aku semakin gelisah menunggu taxi online yang tak kunjung datang. Segera kutelepon nomor hp supir taxi.

"Halo pak ? sudah sampai mana ?"

"Maaf, saya gak bisa mengantarkan Mas, arahnya salah, saya di jalan pahlawan, terlalu jauh untuk menjemput mas, Batalkan saja.", jawaban yang sungguh menyebalkan dari taxi online.

Sesaat emosi naik, kenapa tidak memberi kabar dari awal kalau memang tidak ada niat untuk mengantarkanku, namun kalimat itu tidak terucap, percuma ujaran yang hanya akan mengawali perdebatan dan tetap berakhir dengan kekecewaan.

"Gimana kalau kita jalan kaki ke rumah saja? ", usulku pada Fadhil.

"Basah-basahan Bi ?" Fadhil bertanya ragu

"Gak lah, pake ojek payung"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun